Day 24. Cooking Livestream and QnA (2)

859 143 31
                                    

Catatan Begundal:

Yap. Ini adalah bagian kedua dari livestream Rivaere. Tema berikutnya mungkin seputar vaksin. Biar nanti Rivaere bisa pergi kencan xixi.

Oh iya, saya masih ingat ada yang meninggalkan komentar di beberapa chapter sebelumnya dan meminta untuk memunculkan Erwin dan Armin.

Tenang, mereka akan muncul kok. Hehe. Tunggu saja.

Akhir kata, selamat menikmati bagian kedua ini dan ... selamat membaca! Happy Sunday!

.

.

.

.

Levi adalah pria dewasa yang cukup familier dengan dapur. Sejak lulus dari sekolah menengah atas dan hidup mandiri selama duduk di bangku kuliah, ia sudah terbiasa untuk memasak sendiri. Hemat. Alasan utama yang mendiang Mama Kuchel ajarkan.

Ada satu hal yang perlu digaris bawahi.

Familier bukan berarti mahir.

Levi bahkan harus mengakui bila kemampuan Eren dalam memasak jauh lebih baik darinya. Walaupun memang sangat meragukan, tapi lelaki muda berambut cokelat panjang itu mampu memasak resep dari Mama Carla yang rumit. Jika mendengar pujian, ia akan menggeleng dan memberikan alasan, "Nggak, kok. Nggak jago, udah terbiasa bantu Mama di dapur."

Maka dari itu, Levi sama sekali tidak terkejut melihat kekasihnya begitu mahir menakar semua bahan untuk membuat kukis.

Sesi siaran langsung dimulai sejak sepuluh menit yang lalu.

Tebak apa saja yang sudah Levi lakukan?

Tidak ada.

Pria pendek tersebut hanya berdiri di samping Eren. Diam seperti patung yang canggung. Mata hitam akan mengamati Eren yang sibuk di dapur. Mulai dari mengambil mangkuk atau piring kecil, menakar tepung dan bahan lainnya, mengambil spatula, dan lain sebagainya.

Bahkan Levi mulai curiga jika Eren lupa akan keberadaannya.

Hingga tiba-tiba saja lelaki muda itu menoleh, keningnya mengerut sangat dalam.

"Daddy mau sampai kapan berdiri terus, hm? Bengong mulu kayak bagong."

Levi mengerutkan kening, bingung.

Bagong itu apa?

Sebuah pertanyaan muncul di dalam hati.

Levi memilih untuk menelan pertanyaan tersebut, tak ingin menyuarakan sesuatu yang akan membuat Eren semakin cemberut.

"Aku nggak tahu harus apa, Eren," ujarnya membela diri.

"Ya, ngapain gitu, kek. Pecahin telur, kek. Atau apa gitu. Terserah."

Sebuah arahan yang sangat ambigu, tapi Levi hanya bisa diam. Ia segera mengambil dua magkuk kecil sebagai wadah. Sudah ada empat butir telur yang Eren siapkan di atas meja dapur. Tanpa banyak kata, Levi pecahkan salah satunya, memisahkan bagian kuning dan putih ke dalam mangkuk.

Begitu seterusnya hingga pada telur ketiga, Eren menegur dengan suara lantang.

"Kenapa kuning dan putihnya dipisahin, sih?!"

Ada nada frustasi yang terdengar sangat jelas.

Levi menoleh. Jemari basah oleh putih telur yang lengket. Ia bisa melihat kerutan di kening kekasihnya semakin dalam. "Um ... bukannya emang harus dipisah?"

Eren mendecak sebal. Ia membawa satu mangkuk yang lebih besar dan memindahkan semua bagian telur ke dalamnya.

"Tsk. Kalau bikin kukis nggak perlu dipisahin telurnya, Daddy."

From Home [Rivaere]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang