Day 2. Cuddling

4.1K 486 194
                                    

Ini sudah hari ketiga masa karantina.

Bagi Eren, belum ada masalah serius yang membuat harinya buruk. Kuliah masih dimulai Senin depan, tugas sudah ia cicil hingga tidak ada yang menumpuk. Levi jelas tidak akan memberinya waktu bersantai seratus persen selama di rumah. Meski dalam masa karantina, pria berusia tiga puluh tiga tahun itu tetap ingin kekasihnya produktif dan tidak melupakan semua tugas kuliah.

Lepas dari semua tugas, Eren bebas melakukan apa saja.

Hal yang membuat pemuda dua puluh tiga itu sedikit merasa kesal hanya satu; Levi tetap sibuk seperti biasa.

Pukul sembilan pria itu akan berdiam di ruang kerjanya. Terlibat percakapan dengan relasi penting perusahaan. Sesekali ia keluar untuk mengambil minum atau sekadar mengecup kening kekasih hati yang tak berhenti merajuk. Eren baru bisa mendapatkan perhatian Levi seutuhnya setelah makan siang.

Namun, tetap saja, menunggu waktu luang Levi cukup membosankan.

Maka dari itu semenjak masa karantina, Eren menjadi lebih aktif di sosial media. Instagram tak pernah berhenti online. Apalagi jika ia memiliki banyak barang yang harus dipromosikan. Terlepas dari semua kehidupan sosial media yang memang menjadi pusat pendapatan, berkomunikasi dengan sahabat dan teman adalah satu-satunya hal yang mampu menghibur masa karantina.

Seperti sekarang.

Coy, tugas Pak Ketty udah lo kerjain belom?”

“Udah dong, Botak.”

“Udah dari kemarin, Connie.”

“Ketty, siapa?”

Eren menggeleng pelan. “Keith Shadis. Gue kasih tahu juga lo ngga kenal, Mikasa. Itu dosen di kelas kita—anyway, lo pasti belom ngerjain kan, Botak?”

Connie mengumpat pelan. Ia terlihat bergerak ke tempat yang lebih terang.  Hingga membuat Jean mendengkus pelan.

“Jangan ke tempat terang, Budut.”

Connie hanya diam. Layarnya bergetar beberapa kali dengan suara gemerisik. Sebelum akhirnya ia diam dengan latar tanaman di bagian belakang. “Hah? Ngomong apa lo barusan?”

“Si Kuda bilang, lo jangan ke tempat terang,” jawab Eren sembari bertopang dagu.

“Kenapa emang?”

Jean menjawab dengan ringan. “Pala lo bikin silau kek lampu taman.”

Tawa lepas terdengar bersamaan. Eren menengadah, membuat sinar matahari dari kaca atap rumah mengenai sebagian wajah. Bahkan Mikasa yang kalem sampai menutup mulut. Armin terkekeh geli. Kamera ponselnya bergetar pelan. Di sisi lain, Connie mengerutkan kening.

“Ngent*t lu!”

“Dih, ogah ya gue ngent*t sama lo. Ngga sudi.”

“Iya, tahu. Lo kan cuma mau sama Mikasa, kalau ngga ya Eren,” dengkus Connie dengan senyum penuh kemenangan. Bahkan senyumnya melebar saat wajah Jean mulai dipenuhi warna merah.

“Apaan sih kont*l!”

Mikasa mengerutkan kening. “Apa?”

“Ngomong apa lo barusan?!”

“Connie bilang apa?”

Lalu semua hening.

Ada suara asing yang terdengar bersamaan dengan semburan Eren.
Kepala bersurai cokelat menoleh cepat. Menemukan Levi sedang berdiri di dekat kolam renang. Kening mengerut dan bibir membentuk garis lurus. Tangan membawa gelas kosong. Mungkin ia ingin mengambil minuman di dapur dan berniat untuk mendatangi Eren terlebih dahulu sebelum mendengarkan perkataan Connie.

From Home [Rivaere]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang