Hari keenam.
Aroma menggiurkan berhasil membangunkan Eren. Pemuda itu bergumam dan perlahan membuka mata. Kamar masih remang. Kepala menoleh menuju jendela besar. Tirai sudah terbuka lebar. Tanda jika seseorang sudah bangun terlebih dahulu.
Perut meraung kelaparan. Eren segera bangkit menuju kamar mandi. Sekadar menyikat gigi dan cuci muka. Entahlah, rasanya ia tidak ingin mandi.
Masih menggunakan kemeja piyama milik Levi, akhirnya ia melangkah menuju dapur. Tempat aroma harum itu berasal.
Bibir tak kuasa menahan senyum ketika melihat kekasih hati sedang menyiapkan sarapan. Punggung lebar dan tegap tak berbalut apa pun. Levi hanya menggunakan celana piyama, pasangan dari kemeja yang digunakan oleh Eren.
Otot lengan mengencang ketika mengaduk sesuatu. Rambut hitam sedikit berantakan di bagian belakang. Pemandangan Levi di pagi hari memang begitu menggoda.
“Pagi,” sapa Eren sembari melingkarkan dua lengan pada perut berotot. Dagu beristirahat dengan nyaman di pundak lebar. Aroma tubuh Levi pun sangat menggoda. “Masak apa?”
Tangan berhenti mengaduk, Levi menoleh. Mengecup pipi Eren sebelum kembali fokus memasak. “Pagi. Ada sisa roti tawar. Sarapan roti isi ngga apa-apa, kan?”
“Mhm. Ngga apa-apa.” Eren mengencangkan pelukan. Merasakan kehangatan yang menguar dari punggung tegap. “Aku mau pakek sosis.”
“Ambil di kulkas. Kayaknya masih ada.”
Kepala bersurai cokelat menggeleng. Membuat helai panjang menggesek permukaan punggung telanjang. “Maunya sosis punya Levi.”
Nakal.
Eren di pagi hari memang selalu nakal.
Dan Levi suka itu.
“Sosisku cuma bisa dikonsumsi malam hari.”
“Kasih dispensasi dong!”
“Ngga.”
“Ayolaaah. Hari ini aja.”
Levi mendengkus. “Ngga, Eren. Ambil sosis di kulkas atau ngga ada sosisku nanti malam.”
“Hmp!”
Bibir mengerucut. Eren melepas pelukan dan segera berjalan menuju kulkas. Kaki sedikit mengentak. Membuat helai cokelatnya bergerak natural. Pintu kulkas ditutup cukup kasar. Pemuda tinggi sama sekali tidak mempedulikan mata hitam yang melirik datar.
Levi mengangkat teflon untuk menyisihkan telur orak-arik yang matang. Kompor sudah mati. Ia mengulurkan tangan ketika Eren mendekat.
“Aku aja,” tolak pemuda itu, masih dengan bibir cemberut.
Levi mengalah.
Bagaimana pun juga, melihat Eren merajuk adalah pemandangan yang menggemaskan.
Maka, pria itu hanya diam. Tanpa bergerak dari tempat sembari menatap pergerakan pemuda tinggi yang kini sedang mengambil dua sosisi terakhir. Jemari lentik meraih pisau tajam. Entah sengaja atau tidak, Eren menoleh. Wajah datar, bibir merah muda masih cemberut. Lalu—
TAK!
—Eren memotong sosis dengan kasar. Membuat Levi mengerutkan kening, menahan ngilu.
Tadi Levi bilang apa?
Eren merajuk adalah pemandangan yang menggemaskan?
Coret itu.
Eren merajuk karena tidak diberikan sosis adalah pemandangan yang mengerikan!

KAMU SEDANG MEMBACA
From Home [Rivaere]
Fanfic[BL] [BOY X BOY] Ini adalah kumpulan cerita Levi dan Eren selama masa pandemi dan harus mengikuti masa karantina di rumah. Apa saja yang mereka lakukan? Yuk, kita intip! . . . Rivaere. Rate T+. Daily routine. Romance. Humor. Couple lifestyle. L...