Day 4. Booty Disaster

3.3K 407 140
                                    

Hari ke sepuluh.

Pukul empat sore.

Eren terbangun dengan mata terbuka lebar. Ia terdiam beberapa detik di atas ranjang untuk mengumpulkan nyawa. Kepala menoleh melihat jam digital di atas nakas. Lalu ia mengumpat kasar.

Sedikit pening, kaki jenjang segera berlari menuju kamar mandi. Sekadar mencuci muka agar tidak terlihat seperti orang yang baru bangun tidur. Mendadak merasa kesal karena alarm yang sudah ia atur tidak berbunyi sama sekali.

Usai memastikan wajah bantalnya tidak terlalu menonjol-meski sepasang matanya masih terlihat merah-tanpa membuang waktu lagi, Eren keluar dari kamar mandi. Langkah kaki sedikit terburu-buru ketika keluar kamar sembari membawa laptop dan beberapa buku kuliah.

"Oh? Putri tidur udah bangun?"

Sapaan Levi terdengar dari area kolam. Rambut hitam terlihat basah. Ia mengusap wajah perlahan. Membuat Eren menahan diri untuk tidak ikut bergabung di sana.

Sejenak, sepasang kaki berhenti melangkah. "Kenapa alarm ponselku ngga nyala?"

"Nyala, kok."

Eren mengerutkan kening. "Masa? Aku ngga denger tuh."

Di sana, di pinggir kolam renang dengan setengah badan terendam air yang segar, Levi mengangkat bahu. "Udah aku matiin."

Jeda.

Pemuda tinggi terdiam. Mulut sedikit terbuka. Dan Levi bisa melihat sepasang mata hijau itu melebar penuh ketidakpercayaan.

"Coba ulangin sekali lagi," ucapnya dengan suara serak, efek baru bangun tidur.

"Uhm..." Pria berambut hitam bergumam pelan. Merasa ragu, tapi juga tidak bisa mengelak. Maka ia menelan ludah sebelum mengulangi kalimat yang sama. "Udah... aku matiin?"

"Oh, fuck..."

Levi mengerutkan kening, tidak suka. "Hei, bahasamu."

"Aku ngga peduli, oke?!"

Meski sedikit terkejut dengan suara lantang Eren yang terdengar sangat marah, nyatanya Levi masih terlihat tenang. Ia menghela napas panjang. Merasa biasa melihat kekasih hati seperti itu.

"Kata itu cuma boleh kamu keluarin kalau kita lagi di kamar, ingat?"

"Ngga!"

"Eren."

Pemuda tinggi mendecak kesal. Sepasang mata hijau melirik sengit. "Tsk. Tahu ngga? Aku ada kuliah online jam empat kurang sepuluh! Kalau kamu ngga matiin alarm, aku ngga mungkin telat sepuluh menit!"

Levi berkedip beberapa kali. Takjub melihat luapan emosi kekasihnya. Lalu ia mengangkat bahu. "Well... secara teknis kamu bisa telat lebih dari sepuluh menit."

"... Hah?"

Helaan napas panjang terdengar. Eren masih berdiri di koridor yang menghubungkan kamar utama dengan kolam. Kening mengerut dengan mata galak. Berusaha sebisa mungkin untuk membuat pria yang masih berendam di dalam kolam merasa bersalah.

"Aku saranin kamu buruan buka laptop dan masuk kelas."

"Apa, sih? Ngga usah sok-sok ngasih saran deh," omel Eren masih sewot. "Pokoknya aku telat kuliah gara-gara kamu!"

Levi mendengkus pelan. Menyiram emosi pemuda tinggi yang siap mengentakkan kaki. "Kamu bakal telat tiga puluh menit kalau masih tetep ngomel-ngomel ke aku."

Merasa tersinggung, Eren membuka mulut. Hendak mengomeli Levi kalau saja ia tidak teringat akan suatu hal yang penting. Wajah mendadak pucat. Sudah berapa menit yang terbuang hanya untuk memarahi kekasihnya?

From Home [Rivaere]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang