Day 1. WFH

5K 582 316
                                    

Udara dingin menggelitik kulit ketika permukaan tebal yang hangat itu menghilang. Eren mengerutkan kening. Tubuh bergerak mencari sumber kehangatan. Ia berbalik, bibir membentuk senyum tipis saat menemukan sesuatu yang dicari. Tubuh menggulung secara otomatis. Tangan segera memeluk sumber kehangatan baru yang di luar dugaan cukup keras. 

Eren menggesek pipi pada permukaan hangat tersebut. Merasa puas ketika tubuhnya didekap erat. Membuat udara dingin tak mampu lagi menggoda tidur.

Sampai suara beep beep beep itu  memekakkan telinga.

Erangan terdengar marah. Eren mendecak. Mengeratkan pelukan hingga benda hangat itu menggeram. Mengeluarkan suara bariton yang sedikit serak. “Matikan alarm-mu.”

Ngh...”

Batin gondok luar biasa. Eren berbalik dengan kasar. Meraih ponsel dan segera mematikan alarm. Perlahan sepasang mata terbuka. Mengintip layar ponsel yang menyala di tengah keremangan. Hari Senin, pukul tujuh.

Gumaman terdengar lirih. Eren meletakkan kembali ponsel tersebut ke atas nakas. Tubuh berbalik lagi, memeluk erat dan hendak menyelami mimpi. Hingga kesadaran memukul kepalanya begitu keras. Mata terbuka lebar, seolah baru menyadari suatu hal yang penting.

“ASTAGA, TELAAAAT!!!”

Ranjang berderit ketika tubuh tinggi turun dengan membabi buta. Mengusik tidur seseorang yang kini mengerutkan kening. Eren berlari menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar. Terdengar teriakan panik saat ia salah membuka keran dan membuat tubuh disiram oleh air dingin.

Tidak sampai lima menit, pemuda berusia dua puluh tiga itu keluar hanya menggunakan handuk yang melilit area pinggang. Menghiraukan air menetes ke permukaan lantai. 

“Levi! Bangun!” Ia memanggil dengan suara lantang. Berusaha membangunkan lelaki lain yang masih meringkuk di atas ranjang. “Nanti kamu telat kerja, lho!”

Butuh waktu kurang dari sepuluh menit untuk memakai pakaian yang layak. Sebuah pencapaian luar biasa karena biasanya ia membutuhkan waktu minimal setengah jam untuk memilih dan memakai baju. Bagi Eren, “Gue harus tampil menarik setiap hari. Malu sama followers.”

Usai mengikat dan menggulung rambut panjangnya dengan hati-hati, Eren segera melangkah menuju ranjang. Ia mendecak sembari mengambil ponsel dan memasukkannya ke dalam saku celana. “Levi. Levi, ayo bangun.”

Tidak ada balasan.

Pria bertubuh indah itu masih terlelap. Sama sekali tidak terganggu oleh tepukan pelan pada lengannya yang berotot. Eren mengerucutkan bibir. Sadar seratus persen bahwa ia akan sangat terlambat jika situasi tetap seperti ini. Pun, ia tidak bisa meninggalkan kekasihnya tidur lebih lama karena ia juga harus berangkat bekerja.

Tak ada cara lain, batin Eren.

Ranjang kembali berderit. Pemuda tinggi yang kini sudah rapi, perlahan merangkak mendekati Levi. Ia memberi cumbuan manis. Mulai dari bibir hingga leher. Mengecupi seluruh wajah tampan sang kekasih yang perlahan mengerutkan kening. 

Eren meniup cuping telinga Levi. Sediki memberikan cumbuan basah yang membuat pria itu menggeram. Bibir tipis membentuk seringai. Siap menjatuhkan satu bom yang sanggup membuat dunia pria itu beputar.

Usai memberikan satu tiupan terakhir, Eren berbisik dengan suara serak. “Ayo, bangun... Daddy.”

Tanpa menunggu lama, tubuh tinggi segera didekap kuat. Eren mengerang ketika diserang oleh cumbuan panas. Lidah hangat membasahi leher. Levi bangun dengan sangat brutal.

“Sudah mulai berani, hm?” Levi mendengkus di sela cumbuan. Mata hitam menatap malas dan ada percikan lain yang membuat Eren mengerang pelan. 

From Home [Rivaere]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang