03 - Lupa Ingatan?

17.1K 1.2K 20
                                    

[Hasil Revisi]

Ketiga perempuan itu kini tengah duduk disebuah cafe dengan Ariana yang sudah mengganti pakaiannya. Diam-diam, Ariana berdecak karena pakaian yang dia pakai saat ini sungguh mewah dan juga aneh.

Ariana adalah tipe gadis yang tidak menyukai dress atau apapun itu yang menurutnya sungguh ribet. Tapi sekarang, Ariana terpaksa harus memakai dress milik perempuan yang ia tidak ketahui namanya. Dress yang menurut Ariana sangat ketat juga kurang bahan tapi menurut dua perempuan itu, pakaian yang Ariana pakai biasa saja.


"Na, nama gue itu Zidny. Serius deh, lo beneran lupa sama kita berdua? Perasaan semalem, lo itu cuma izin masuk kamar─"

"Tunggu! Izin masuk kamar? Maksud kalian apa?" Tanya Ariana dengan nada dinginnya.

Zidny meneguk saliva nya kasar saat melihat tatapan tajam dari Ariana, "Lo beneran lupa? Padahal lo yang paling sering maksa kita buat ke Club, nemenin lo pergi sebagai alasan buat bonyok lo. Terus lo masuk kamar dan main lah sama para cowok lo itu."

Tangan Ariana terkepal erat di bawah meja, dia merasa murah bahkan sangat murahan untuk seorang perempuan. Hei! Ariana itu tipe gadis yang menjunjung tinggi kehormatannya, lalu kenapa dia bisa tiba-tiba jadi murahan seperti ini?!

"Kalian jangan bohong!" Tekan Ariana dengan tatapannya yang menghunus tajam.

Perempuan yang duduk di samping Zidny menghela nafasnya pelan, "Kita enggak bohong, She. Lo emang yang sering maksa kita buat ke kelab. Masa lo lupa? Enggak mungkin kan kalau lo amnesia?"

Amnesia. Entah pemikiran darimana, Ariana tiba-tiba saja menebak kalau dia mengalami hilang ingatan setelah kejadian dimana Arindra menusuknya. Tapi, masa iya sekarang dia mengingatnya? Ini aneh dan tak masuk akal.

"Semalem juga, Kakak lo nelponin gue mulu anjir!" Zidny berceletuk seraya menenggak jus mangga nya.

Kakak? Ini lebih tidak mungkin. Karena seingat Ariana, malam itu Kakaknya sendiri lah yang membunuh dirinya. Mana mungkin Arindra mencarinya dengan menelpon 2 perempuan yang sangat asing itu.

Dhea─perempuan di samping Zidny menganguk, "Kakak lo juga nyamperin kerumah gue cuma buat nanyain ada lo atau enggak." Sambung Dhea yang semakin membuat Ariana kebingungan.

"Anterin gue pulang!"

Pulang. Ya, itu adalah satu-satunya cara agar dia bisa mengetahui tentang siapa sosok Kakak yang dimaksud oleh Zidny juga Dhea. Dia harus memastikan semuanya yang terasa aneh dan asing ini. Dia tak pernah lupa ingatan, dia juga tak pernah bermain dengan pria manapun.

Kedua perempuan itu menganguk dan segera pergi untuk mengantar Ariana pulang. Selama di perjalanan, Ariana hanya diam dengan pandangan yang menatap lurus keluar kaca jendela mobil. Ia benar-benar merasa di permainkan.

Selang 30 menit, mereka pun akhirnya tiba didepan sebuah bangunan bertingkat yang berhasil membuat tubuh Ariana terdiam mematung. Rumah itu, rumah itu adalah rumah Papanya. Rumah dimana dia melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Papanya menikahi wanita lain.

"Turun, itu rumah lo."

Ariana terkesiap, lalu menganguk dan berucap terima kasih yang lagi-lagi berhasil membuat 2 perempuan itu terkejut. Shena yang mereka kenal tidak pernah berucap 'terima kasih' dan 'tolong' tapi kenapa sekarang malah berucap terima kasih?

Tanpa memperdulikan keterdiaman kedua perempuan itu, Ariana pun segera turun dan berjalan memasuki area rumah yang mulai detik ini sangat dia benci. Bahkan Ariana enggan menginjakan kakinya kembali ke rumah itu kalau dia tidak ingin memastikan sesuatu.

Langkahnya terhenti di ambang pintu saat tiba-tiba ada sosok wanita paruh baya yang memeluknya dengan sangat erat. Ariana tentu terkejut, hingga tanpa sadar, dia mendorong tubuh wanita paruh baya itu agar melepas pelukannya.

Melihat wajah terkejut perempuan itu, Ariana malah di buat lebih terkejut. Wajah itu, wajah yang sangat dia benci karena wajah itu, Papanya mengkhianati pernikahan mereka─Papanya dan Mamanya- karena wanita itu. Ingin rasanya Ariana mencakar habis wajah yang menatapnya sendu itu, tapi ia tak bisa bergerak gegabah.

Mama-tunggu, Mama? Apa kabar sama Mamanya? Terakhir, ia hanya melihat sang Papa yang menikah lagi dan juga Kakaknya yang dengan tega membunuh dirinya. Lalu bagaimana nasib Mamanya? Apakah wanita hebat itu baik-baik saja? Semoga. Semoga beliau baik-baik saja.

"Shena, kamu kenapa, Nak?" Wanita itu─Dela hendak meraih tangannya tapi sudah lebih dahulu di tolak oleh Ariana. Lagian, mana sudi dia di sentuh oleh wanita itu?

Menatap jijik Dela, Ariana berdecih sinis. "Minggir! Lo ngalangin jalan gue!" Ucap Ariana dengan nada dingin nya yang berhasil membuat sosok pria paruh baya yang baru tiba itu terkejut.

"Shena? Kamu kenapa bersikap tidak sopan pada Ibumu?" Irhand─ Papa Ariana berucap dengan lembut yang malah membuat Ariana menatapnya semakin dingin.

Melipat kedua tangannya di depan dada, Ariana terkekeh pelan seraya menaikkan satu alisnya. Ia melangkah maju, "Perduli apa kalian sama gue? Mau sok jadi penyayang, huh?"

Wajah kedua paruh baya itu tampak sangat terkejut saat melihat perubahan pada anak mereka. Anak mereka yang memiliki sifat manja dan juga keras kepala, kenapa tiba-tiba berubah menjadi sinis dan dingin?

Senyum sinis berubah menjadi seringai saat dia melihat tatapan terkejut dari dua manusia itu. Rasanya, Ariana ingin tertawa tapi dia harus tahan sebentar lagi karena permainannya belum selesai. Hingga seringai di wajahnya semakin tertarik keatas saat sosok wanita berperut buncit tiba di hadapannya.

"Shena? Akhirnya kamu pulang. Kamu kemana aja dari semalam? Kakak pusing tau cariin kamu!" Ucap wanita itu seraya berjalan mendekat dan hendak memeluk Ariana namun terurung saat Ariana menghindar kesamping.

Iyuh, jijik gue di peluk sama lonte! Batin Ariana seraya bergidik ngeri membayangkan kalau dia benar-benar di peluk oleh wanita itu.

Ketiga orang itu semakin menampilkan raut terkejut dengan tatapan bingung saat mereka melihat kalau Shena benar-benar berbeda. Biasanya, Shena akan bersikap manja pada mereka dan selalu merengek meminta sesuatu yang sulit untuk mereka wujudkan.

"Mau gue kemana pun, itu bukan urusan lo! Ah, ya. Gue lelah, jadi jangan ganggu gue!" Setelah berucap dengan nada dinginnya, Ariana segera berlalu pergi kelantai atas dimana kamarnya yang dahulu berada.

Di lantai dasar, ketiga orang itu saling tatap dengan pandangan rumit. Shena, perempuan itu hanya tidak pulang selama semalam, masa iya bisa berubah sedrastis itu? Ini aneh.

"Ada apa sama Shena sebenarnya, Mas?" Dela bertanya seraya memeluk tubuh sang suami yang dibalas tak kalah erat oleh Irhand.

"Aku juga tidak tau, Dela. Mungkin dia hanya lelah, jadi bersikap seperti itu." Ucap Irhand yang berusaha menenangkan istrinya.

Melihat itu, Khansa. Ya, wanita itu Khansa yang hanya bisa menghela nafasnya kasar. "Pah, Mah, aku pergi kesekolahnya Nial dulu."

"Anak itu kembali memukul temannya?" Tanya Irhand dengan tatapan lelahnya.

Khansa tersenyum canggung lalu menganguk, "Biasalah, Pah. Nial kan masih anak-anak," Ucapnya.

"Khansa! Bukan masalah masih anak-anak atau gimana, tapi ini masalahnya ada di kamu! Kamu terlalu memanjakan anak itu hingga dia jadi anak yang keras dan suka memukul kalau keinginannya tidak dituruti." Dela terus mengusap lengan suaminya yang saat ini tengah emosi.

"Kalau cuma sekali dua kali ya gak pa-pa, tapi ini sudah berkali-kali! Bagaimana caramu mendidiknya? Memanjakan? Ka─"

"Pah, ini udah siang. Khansa pergi dulu," Khansa berlalu pergi tanpa berpamitan yang benar.

"Anak itu!"

***

Ariana TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang