25 | Ariana

9.2K 677 21
                                    

H A I !👋

- H A P P Y R E A D I N G -

***

Muach.

"See you, Mom! Nial akan sangat merindukan Mommy."

Hari keberangkatan Nial ke Australia sudah tiba, pemuda kecil itu akan belajar hidup mandiri disana tanpa pengasuh yang biasa menemaninya. Sebenarnya Ariana sudah menolak dengan tegas mengenai persyaratan bagi siswa yang terpilih.

Persyaratan itu salah satunya, siswa/i harus bisa hidup mandiri tanpa adanya orang terdekat, yang membuat Nial tidak bisa mengajak pengasuhnya dan Ariana yang khawatir tentang keadaan Putranya saat disana nanti. Tapi Ariana mencoba mengerti dan membiarkan Nial disana yang tetap dalam pengawasan nya.

Mana mungkin Ariana membiarkan Nial jauh darinya tanpa pengawasan dirinya, tentu Ariana akan terus mengawasi Putranya tanpa membuat Putranya risih. Setelah berpelukan cukup lama, Nial pun mulai berjalan menjauh bersama beberapa Guru yang turut ikut ke Australia.

"Tak perlu khawatir, dia akan baik-baik saja."

Mendengar suara berat dari sampingnya, Ariana tersentak kaget lalu menoleh menatap Theodor yang tengah menatap lurus kedepan dimana Nial mulai menjauh dari pandangan. Ariana mencoba acuh dengan kembali menatap kearah Putranya yang kian menjauh.

Suara langkah kaki yang menjauh terdengar, Ariana menoleh-menatap Theodor yang sudah pergi tanpa berkata apapun pada dirinya. Ariana tersenyum tipis dan ikut pergi karena dia masih harus mengurus tiga kurcacil nya di mansion.

Didalam mobil, Ariana mengendarai mobilnya dengan pikiran yang melayang jauh ke masa lalu. "Vel, apa kau mengingatku?"

Pria yang sekarang berusia 34 tahun itu adalah seseorang yang pernah berperan penting didalam hidup seorang Ariana. Theodore Marvellio Baskara, cinta pertama dan kekasih pertama seorang Ariana-si jelmaan kutub yang begitu menutup diri tapi Theodor berhasil menerobos masuk kedalam dinginnya kehidupan seorang Ariana.

Hubungan mereka kandas tepat ditahun kesatu mereka bersama sebagai sepasang kekasih, bukan karena bosan, tapi karena dinding tak kasat mata yang memisahkan mereka. Ariana dan Theodor memiliki keyakinan yang berbeda. Ariana seorang muslim sedangkan Theodor non-muslim.

Benteng itu benar-benar kokoh yang membuat keduanya memilih menyelesaikan hubungan itu. Ariana tidak akan pernah meninggalkan Tuhannya dan Ariana juga tidak akan pernah merebut Theodor dari Tuhannya. Mereka memang satu amin tapi berbeda iman.

Ketika badai menerpa, keduanya harus siap berpisah kapan saja. Begitu lah yang Ariana tanamkan dalam dirinya. Dia tidak akan mencintai Theodor sepenuh hati, karena dia tahu bagaimana akhir dari kisah keduanya. Mereka sama-sama kuat dengan iman masing-masing yang membuat hubungan berbeda agama itu tak bisa dilanjutkan.

"Ini memang pilihan yang tepat," Kekehnya sambil mengusap lembut perutnya yang sedikit membuncit.

Bukan tak move on, Ariana hanya sedikit mengenang tentang kisah keduanya dimasa lalu. Menurut Ariana, Theodor adalah masa lalunya sedangkan masa depan yang lain sedang menantinya. Ariana akan mencoba berdamai dengan takdir ini dan berhenti merutuki takdir Tuhan nya.

Sesampainya di mansion, Ariana langsung naik kelantai atas dimana kamar balita lucu itu berada. Memasuki kamar Elister, Ariana tersenyum gemas sambil mengusap lembut pipi bulat Elister dengan jari telunjuknya. Semenjak bisa merasakan ASI, balita itu semakin sehat dengan tubuh gembulnya.

Tepatnya seminggu lalu, Ariana mulai rutin menyusui Elister bahkan Elister semakin menempel padanya dan Ariana bisa bepergian hanya saat Elister tertidur saja. Tak mau menganggu tidur nyenyak Putra kecilnya, Ariana pun berjalan keluar kamar menuju kamar Ayyana.

Didepan kamar Ayya, Ariana dibuat terdiam saat mendengar ucapan gadis kecil itu. "Mom, Ayya merindukan Mommy. Mommy dimana sekarang? Kenapa Mommy tidak menemui Ayya juga? Ayo masuk mimpi Ayya, Mom."

Suara tangis mulai terdengar dari dalam kamar Ayya, "Mommy pernah bilang kalau Mommy tidak akan meninggalkan Ayya tapi kenapa sekarang Mommy pergi?"

Tanpa diduga, Ariana menyentuh kepalanya yang terasa berdenyut nyeri dengan kilasan memori yang mulai menghantuinya. Refleks, Ariana berpegangan pada dinding agar tak limbung dan terjatuh. Ariana terus memejamkan matanya sambil menahan ringisan dari rasa sakitnya.

"Mamah tidak akan pernah meninggalkan anak cantiknya Mamah ini,"

Bocah perempuan yang sedang berbaring berbantalkan paha sang Ibu itu menyodorkan jari kelingking nya. "Promise?"

"Ya, Mamah janji, sayang."

Ariana kembali membuka matanya, "Mamah ingkar janji. Mamah pergi ninggalin Ari bahkan sebelum Ari memeluk Mamah untuk yang terakhir," lirihnya dengan tatapan kosong.

Tiba-tiba, rasa kebencian Ariana mulai kembali. Wanita itu terkekeh pelan, "Kalian para kaparat harus mendapatkan balasan yang setimpal karena sudah berani menyakiti Ibuku."

Dengan tangan terkepal erat, Ariana pergi meninggalkan mansion yang bahkan Ariana melupakan niatnya yang ingin bertemu Ayya. Didalam mobilnya, Ariana mengendarai kendaraan beroda empat itu dengan kecepatan tinggi.

"Bawa mereka semua ke tempat yang sudah kusiapkan, sekarang!"

Menekan tombol earphone ditelinganya, Ariana pun segera mempercepat laju mobilnya menuju sebuah gedung yang akan menjadi saksi akhir dari keluarga kaparat itu. Mungkin, jika mereka tak menyakiti Ibunya, Ariana akan membiarkan mereka hidup dengan kemiskinan.

Tapi mereka dengan beraninya, menyakiti Ibunya. Wanita yang benar-benar dirinya hormati sehidup semati, maka hukuman terberat bagi mereka akan menanti. Beginilah Ariana, wanita itu akan hilang empati saat seseorang tersayangnya sudah diganggu meski tak sampai menyakiti fisik.

2 jam kemudian, Ariana tiba digedung yang berada jauh dari perkotaan. Gedung bertingkat 10 itu berada ditengah hutan dengan wujudnya yang tampak menyeramkan. Jika dilihat dari luar, gedung itu seperti gedung yang pernah terbakar dan kini dianggap angker oleh orang-orang yang tak sengaja kesini.

Letaknya berada ditengah sebuah hutan yang dikenal sebagai hutan kematian karena banyak kasus pembunuhan yang korban nya dibuang dihutan ini lalu menjadi santapan hewan buas. Gedung itupun dibakar karena dulunya menjadi tempat penjualan organ manusia.

Saat ada anak kecil yang diculik, mereka akan dibawa kegedung itu lalu dieksekusi dengan diambilnya beberapa organ penting yang bisa dijual mahal. Jasad nya akan dibuang begitu saja, membiarkan hewan buas memakannya hingga habis tanpa sisa juga bisa membantu mereka mengurangi jejak yang mungkin akan terlacak pihak kepolisian.

Tapi kini, gedung itu tak lagi beroperasi karena 50 orang yang menjadi pelaku sudah mati terbakar bersama gedung itu. Ya, harusnya gedung itu sudah runtuh tapi karena kuatnya bangunan, gedung itu masih bisa berdiri kokoh dengan sisa gosong karena kebakaran beberapa tahun silam.

Menaiki tangga menuju lantai 3, Ariana segera membuka pintu besi yang sudah berkarat itu lalu menyeringai kejam saat melihat keluarga Shena yang kini tengah pingsan dalam keadaan dibius. Ariana terkekeh pelan sambil membasahi bibir bawahnya.

Sebenarnya, dia ingin menghabisi mereka secara langsung tapi sepertinya akan dia urungkan. Ariana lebih memilih menonton karena dia terlalu jijik untuk turun tangan menyentuh tubuh murahan mereka.

"Hendery! Siksa mereka tapi jangan sampai mati, paham?"

Pria berwajah tampan itu mengangguk cepat, "Paham Nona."

Setelahnya, Ariana memilih pergi karena lama-lama berada diruangan pengap itu, Ariana kesulitan bernapas.

"Satu lagi, jangan lupa videokan saat kalian menyiksa mereka."

"Baik, Nona."

***

Next?

Ariana TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang