Chapter 17

18.3K 1.4K 15
                                    

Meisya terduduk di hadapan Gilang, setelah semalaman penuh ia meneror Gilang dan memaksa lelaki itu untuk mengantar dan menjemputnya kerja. Meisya semalam tidak pulang, ia menginap di rumah Praba, karena ia tak mau diantar pulang oleh Rangga. Bisa bahaya jika sang mama tahu dia pulang bersama lelaki.

Meisya dan Gilang kini sedang berada di sebuah warung makan tenda. Meisya sedari pulang tadi merengek minta makan kepada Gilang, yang terpaksa Gilang menuruti karena tak mau mendengar suara berisik Meisya.

"Lo kesambet apa ngebet banget gue antar dan jemput gini?" tanya Gilang yang sedang melahap gorengan di hadapannya.

"Gue mau cerita. Tentang Papih Rangrang, atau Pak Rangga," jawab Meisya yang ikut mengambil gorengan dan sambal di hadapannya.

Gilang memasukkan sisa gorengan ke dalam mulutnya dan menelannya. "Kenapa? Lo udah nanya? Gimana dia duda?"

Meisya melempar tisu ke wajah Gilang. "Dia single. Belum pernah menikah."

"Terus udah punya buntut?"

Meisya menggeleng dengan heboh. "Belum. Itu anak adiknya, tapi karena suatu kondisi, dia yang ngerawat."

"Terus lo sekarang pacaran sama dia?" tanya Gilang yang membuat Meisya mendengkus.

"Nggak ada pacaran. Nembak aja kagak." Meisya berkata dengan wajah lesunya.

Gilang terbahak. "Berharap ditembak lo? Padahal dia sudah jelas suka sama lo."

Meisya terdiam. Dia tidak berharap ditembak Rangga juga, lagipula dia juga tidak suka pada Rangga. Kenapa semua orang seolah memojokkan dirinya suka pada Rangga? Padahal, dia yang merasa, dia yang tahu dirinya sendiri. Semua orang hanya sok tahu.

"Lo mau ngelak? Halah, basi," cibir Gilang yang paham dengan ekspresi wajah Meisya.

"Lo tahu, Lang, gue sukanya sama Yeksa," sangkal Meisya tanpa memikirkan dua kali ucapannya.

Gilang menyemburkan tawanya. Sepupunya itu memang aneh. Gilang heran, sampai kapan Meisya akan menyangkal apa yang sudah jelas terlihat.

Pesanan mereka datang, Meisya segera menyedot es tehnya. Dia butuh mendinginkan otaknya. Pikirannya semrawut.

"Yeska cuma pengalihan isu aja pasti. Lo pasti udah lupain dia, 'kan?"

Meisya menggeleng. "Gue masih suka dia. Semingguan lalu, gue habis bilang suka ke dia. Terus dia jauhin gue."

Gilang yang sedang makan, hampir tersedak karena pengakuan sepupu gilanya. Meisya memang berbeda. Wanita itu memang gila. Bagaimana bisa, dia menyatakan perasaannya, saat lelaki lain masih memiliki kekasih.

Gilang segera meneguk es tehnya. "Berani banget lo. Gue kira bakal menjadi cinta diam-diam selamanya."

Meisya memutar bola matanya. Gilang tetaplah Gilang yang menyebalkan. Saling mencibir dan saling meledek satu sama lain adalah hal biasa. Saling membagi cerita juga mereka lakukan

"Gue sekarang pusing banget. Gara-gara sok-sokan nyelidiki Pak Rangga, gue jadi dideketin ponakannya tetangga Kak Praba tahu," ucap Meisya dengan sebal sambil mengorak-arik nasinya.

"Lo pusing kenapa lagi sih, Meis? Sekarang lo tinggal tunjuk aja yang lo mau. Semua jenjang usia ada dan semua latar belakang statusnya juga ada. Mau bapak-bapak berbuntut ada, mau duda muda ada, mau yang lebih tua ada, mau seumuran ada, mau berondong juga ada. Apa yang masih lo cari, Meisya?" sahut Gilang asal. Ia tak habis pikir dengan sepupunya itu

"Itu masalahnya. Semuanya gila dan itu yang membuat gue stres. Mending gue jomlo kayak kemarin aja deh, tenang hidup gue." Meisya menjawab dengan perasaan dongkolnya. Sekarang dia tidak sebebas dulu lagi.

Beleaguered : Stopping on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang