Chapter 1

44.3K 2.5K 77
                                    

Meisya merasa mood dirinya merosot tajam di hari Senin menyebalkan ini. Rasanya ia ingin kabur dari rumah jika sang ibu selalu menodongnya untuk menikah. Meisya belum siap untuk menikah dan dia juga tidak memiliki partner yang bisa diajak menikah.

Selain masalah dengan ibunya, masalah dengan sang atasan yang super rese menyebabkan dia malas ke rumah sang kakak. Dia sekarang jadi bingung mau kabur ke mana lagi. Kenapa juga Praba membeli rumah di samping Rangga. Masalah pagar rumah Rangga sudah ia bereskan dengan bantuan sang kakak sebulan lalu merupakan awal masalah sebenarnya di hidup Meisya.

Kelakuan Rangga akhir-akhir ini membuatnya pusing. Hampir setiap akhir pekan saat dia ke rumah Praba untuk bertemu Winda, lelaki bernama Rangga itu sudah nongkrong bersama kakaknya, entah di teras rumah Praba atau di rumah Rangga. Dan hal itu mengganggu pemandangan bagi Meisya.

"Sepet banget mukanya, Meis," tegur seseorang saat Meisya baru menunggu lift terbuka.

Meisya menoleh dan mendapati lelaki yang cukup ia kenal, bahkan ia sering menggoda lelaki itu jika bertemu. Tapi, itu dulu. Akhir-akhir ini mereka jarang berkomunikasi dan bertemu. Ia juga tak memiliki kontak leaki itu. Karena, saat itu dia hanya sama-sama kenal dari temannya tak ada niat ke hal yang lebih serius. Godaan Meisya hanya candaan belaka.

"Eh, Mas Eksa. Hari Senin ini, belum bisa move on dari Minggu," jawab Meisya disertak senyum manis yang ia buat-buat.

Eksa mengangguk sambil terkekeh. Meisya menatap wajah Eksa yang memang menurut Meisya tampan, meski tak terlalu tinggi. Eksa memiliki wajah oriental yang lumayan kental. Matanya sipit dan saat tertawa atau tersenyum, mata itu akan tenggelam seolah lelaki itu sedang memejamkan mata.

"Kenapa lihat gue? Terpesona?" goda Eksa dengan senyumnya.

Meisya tersenyum lebar menanggapi dan mengangguk semangat. "Dari dulu kayaknya gue udah terpesona ke lo deh, Mas. Ganteng banget sih, tapi udah ada yang punya."

Pintu lift terbuka. Mereka segera masuk dengan tujuan lantai yang berbeda. Eksa dengan sigap memencetkan lantai yang akan dituju Meisya setelah bertanya.

"For your information, gue udah free sekarang. Udah jadi duda hot," kata Eksa dengan santai dan seolah statusnya adalah sebuah kebanggaan.

Meisya menggeleng. "Bangga banget kayaknya jadi duda, Mas?"

Eksa mengembuskan napasnya. "Siapa sih sebenernya yang mau jadi duda, Meis? Nggak ada. Tapi, keadaan memaksa buat berpisah, ya begini jadinya. Nggak ada yang bisa dibanggakan dengan status duda, yang ada malah kenyataan kita pernah gagal. Nggak ada yang bisa dibanggain dari sebuah kegagalan 'kan, Meis?"

Meisya mengangguk. Meisya paham betul perasaan lelaki itu. Dia pernah melihat kakaknya yang pernah gagal membina rumah tangga, jelas mereka tak baik-baik saja, meski itu memang keputusan mereka.

"Lunch nanti ada janji nggak, Mas?" tanya Meisya dengan santai.

"Nggak ada. Kenapa? Mau ngajak bareng?" Meisya mengangguk cepat. "Gue mah ayo aja. Di mana?"

Meisya tersenyum lebar. Wanita itu mengeluarkan ponselnya. "Minta nomor lo bisa 'kan, Mas? Buat kelancaran komunikasi. Gue juga belum ada minat ke mana makan nanti."

Eksa mengambil ponsel yang Meisya sodorkan dan mengetik nomornya di sana. Meisya tersenyum puas. Satu jaring sudah dia tebar. Agenda cari pacar sepertinya harus sudah dimulai. Yeska sudah punya pacar, jadi Meisya harus bisa punya juga, biar seimbang dan bisa move on dari lelaki super tidak peka.

Meisya memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku blazer saat Eksa mengembalikannya bebarengan dengan pintu lift yang terbuka. Meisya melangkah keluar.

Beleaguered : Stopping on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang