Hari ini, Meisya makan siang di luar, karena ada janji bersama Devan. Setelah ia menghindari lelaki itu beberapa hari ini dengan alasan sibuk, akhirnya, dia memilih menerima ajakan Devan. Dia berharap, dengan ini, Devan tak lagi mengganggu harinya melalui obrolan di ponsel.
Meisya menunggu di salah satu bangku, lalu mengabari Devan, bahwa dia sudah sampai. Meisya tak mendapatkan balasan dari Devan sampai hampir setengah jam. Ia memilih memesan makanan dan tidak peduli, jika Devan datang atau tidak.
"Agni, ya?" Suara di hadapan Meisya membuatnya mendongak dan mendapati sosok lelaki yang benar-benar tampan hampir menyerupai aktor.
Meisya mengerjap. Foto profil di Whatsapp Devan tak memperlihatkan jelas wajahnya, hanya sebuah foto jarak jauh yang diambil dari samping. Ia tak menyangka sama sekali wajah Devan sangat tampan. Jika dibandingkan, dengan Eksa yang menurut Meisya tampan, Devan ini berada jauh di level berbeda dengan Eksa.
"Mas Devan?" Meisya bertanya dengan wajah yang masih tampak terkagum-kagum dengan Devan.
Devan tersenyum dan mengangguk. Meisya semakin dibuat terpesona dengan senyum serta lesung pipi milik Devan. Meisya bahkan belum sanggup memalingkan matanya dari wajah Devan yang kini sudah duduk di depannya.
"Sudah pesan, Nia?" Devan membuka suaranya yang membuat Meisya semakin terbengong.
Belum pernah ada yang memanggilnya dengan Agnia apalagi Nia. Meisya semakin meleleh sekarang. Sepertinya dia sudah tak berwujud manusia lagi kini.
"Mas Devan nanya saya?" tanya Meisya dengan wajah bodohnya.
Devan terbahak. "Iya, Nia. Kenapa? Saya boleh panggil kamu Nia, 'kan?"
Meisya mengangguk cepat. "Boleh kok, Mas. Oh iya, saya tadi sudah pesan, soalnya takut nanti telat masuk."
"Maaf ya, saya telat. Tadi macet sama ada sedikit urusan di kantor, jadi buat kamu nunggu lama," ucap Devan dengan wajah merasa bersalahnya.
Meisya tersenyum. "Nggak apa-apa, Mas. Nggak lama kok."
Devan memesan makanan. Sambil menunggu, mereka mengobrol untuk mulai mengenal satu sama lain.
"Jadi, kamu kerja di Bank Central? Sudah berapa lama, Ni?" tanya Devan yang tampak tertarik dengan pekerjaan Meisya.
"Sudah lama, Mas. Hampir tiga tahunan di sana dan gini-gini aja," jawab Meisya. "Kalau Mas Devan sendiri, udah lama di kantor pajak ya?"
Devan mengangguk. "Dari lulus kuliah, Ni. Langsung diangkat di sana."
"Lulusan STAN ya, Mas?" tanya Meisya yang penasaran sekaligus tertarik dengan pekerjaan Devan.
Pesanan mereka datang, mereka segera meneguk minumannya. "Iya, lulusan sana."
Meisya tersenyum antusias. "Wah, saya dulu juga sempat ambis ke sana, Mas, tapi memang belum rezeki."
"Padahal semua perguruan tinggi sama kok, pada akhirnya buat cari kerja, berkarir, 'kan?" Devan menyuapkan nasi ke mulutnya. Lelaki itu menatap Meisya. "Kamu ini beneran masih single, Nia?"
Meisya yang sedang mengunyah makanannya mengangguk sambil meraih botol air mineral. "Kenapa, Mas? Nggak percaya kalau cewek secantik saya masih jomlo?"
Devan terbahak. Dia tak menyangka bahwa perempuan yang di hadapannya ini cukup berani dan percaya diri. Selama mereka mengobrol melalui ponsel, ia kira, Agnia atau Meisya ini sosok yang pemalu.
"Mas Devan kalau saya lihat sepertinya nggak sepenuhnya bisa disebut single, ya?" tanya Meisya berbalik bertanya.
Devan menaikkan sebelah alisnya. "Maksudnya bagaimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beleaguered : Stopping on You
ChickLit[COMPLETED] Beleaguered : Terkepung Meisya seorang jomlo menaun yang sedang dilanda kebingungan dengan perubahan hidupnya akhir-akhir ini. Dia mendapat serangan dadakan dari segala arah yang membuatnya stres seketika. -----------------------Beleague...