Chapter 27

15.5K 1.2K 34
                                    

Pulang kerja, bukannya langsung mengendarai mobil menuju ke rumah, Meisya malah memilih menuju ke rumah sang kakak. Setelah izin pada orang tuanya akan menginap si rumah sang kakak, Meisya langsung menyiapkan barang-barang yang ia perlukan selama menginap, sebelum ia berangkat ke kantor tadi. Jadi, setelah pulang kerja, Meisya bisa segera ke rumah sang kakak.

Sampai di rumah sang kakak, Meisya segera memarkirkan mobilnya dengan rapi di garasi. Setelahnya, wanita itu keluar dan membuka bagasi untuk mengambil barang. Meisya mengeluarkan sebuah koper dan satu ransel di dalam bagasi. Terlihat berlebihan memang, tapi Meisya memang berencana menginap cukup lama, sampai misinya berjalan dengan lancar dan Rangga jatuh ke pelukannya.

Dengan tampak kesusahan, Meisya menggeret koper, menggendong ransel serta menenteng tas yang memang ia pakai untuk bekerja tadi. Di depan pintu, Meisya melepaskan pegangannya pada koper, lalu mengetuk pintu.

Pintu terbuka dan menampilkan sosok seorang lelaki yang berusia pertengahan tiga puluhan. Lelaki itu tampak terkejut sambil mengamati Meisya yang merupakan adiknya.

"Kamu diusir dari rumah?" tanya Praba heran dengan sang adik.

Meisya terkekeh. "Aku yang kabur, Kak. Mau numpang ngungsi di sini."

Praba menyipitkan matanya. "Nggak usah aneh-aneh, Meisya!"

Meisya menggeleng. "Aku mau numpang tinggal di sini sampai waktu yang tidak ditentukan."

Meisya mengambil kopernya dan melenggang masuk ke dalam rumah Praba. Sang tuan rumah hanya bisa pasrah dan mengembuskan napasnya. Ada apa lagi dengan sang adik? Pasti ada hal luar biasa yang sedang adiknya susun di kepalanya. Dia sangat mengenal Meisya.

Praba menutup pintu dan mengikuti sang adik yang sedang menaiki tangga. Meisya merasa dirinya diikuti hanya melirik sekilas sebelum masuk ke dalam kamar kosong yang akan ia tempati tanpa menutup pintunya dan membiarkan kakaknya masuk.

"Kenapa tiba-tiba mau tinggal di sini?" tanya Praba pada Meisya yang sedang menaruh koper miliknya.

Meisya menoleh, lalu ikut duduk di samping sang kakak. Meisya memeluk lengan Praba dan menyandarkan dirinya. Meisya memang senang bermanja dan curhat pada sang kakak.

"Buat jalanin misi. Aku nggak mau kehilangan Pak Rangga, Kak. Aku benar-benar sudah jatuh cinta kepada Pak Rangga," jawab Meisya yang mendapatkan usapan di kepalanya dari Praba.

"Kamu serius sama dia?"

Meisya mengangguk mantap. "Mungkin kalau diajak ke jenjang pernikahan aku belum siap, tapi aku serius menjalani hubungan dengan Pak Rangga. Aku bukan tipe yang bisa menikah tanpa pacaran dulu."

Praba paham. Adiknya ingin mengenal lebih jauh pasangannya. Meisya memang ingin menjalani hubungan serius, tapi tak ingin menikah dalam waktu dekat.

"Kakak dukung kamu. Kakak sudah kenal Pak Rangga, dia lelaki baik dan bertanggung jawab." Praba mengemukakan pendapatnya. "Tapi, masalahnya, sekarang Pak Rangga mau nggak sama kamu?"

Meisya mencebik. "Makanya ini aku lagi usaha, Kak." Meisya menegakkan badannya. "Kakak jangan panggil Pak Rangga pakai pak juga dong. Geli dengarnya. Apalagi, dia calon adik ipar, Kakak."

Praba menoyor kepala sang adik gemas. "PD banget kamu, Meisya. Pak Rangga kayaknya udah nggak mau sama kamu."

"Issh ... dibilang jangan panggil Pak Rangga juga, Kak."

"Kakak udah biasa manggilnya Pak Rangga, masa tiba-tiba berubah. Malah aneh," tolak Praba yang memang lebih nyaman memanggil seperti biasanya. "Lagi pula, dia belum jadi adik ipar, Kakak."

Meisya memukul lengan sang kakak. "Kak, hal apa yang Winda lakuin dan bikin Kakak tersentuh?"

Praba mengerutkan keningnya dan tampak berpikir. "Semuanya. Dia mengerjakan semuanya dengan tulus, tanpa berniat untuk mencari muka atau cari perhatian. Bukan juga, untuk mendapat pujian. Dia tulus."

Beleaguered : Stopping on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang