Chapter 25

14.7K 1.2K 16
                                    

Meisya segera turun dari taksi saat mobil itu berhenti tepat di depan pagar rumah kakaknya. Bukanya masuk ke rumah kakaknya, Meisya memilih melipir ke rumah di samping rumah sang kakak.

Meisya memencet bel di depan gerbang. Berkali-kali, tapi tak ada sahutan atau tanda-tanda kehidupan dari penghuni rumah. Meisya menyerah, ia memilih berjalan ke rumah kakaknya, gerbang sudah dibukakan oleh penjaga di rumah itu. Meisya segera masuk ke dalam rumah tanpa perlu repot-repot mengetuk pintu terlebih dahulu.

Setelah berhasil masuk, Meisya segera duduk di sofa ruang tamu untuk menenangkan dirinya sejenak. Dia lelah. Butuh istirahat dan memejamkan matanya serta berpikir. Otaknya keruh sedari tadi.

Hubungannya dengan Yeska sudah berakhir, dia merasa lega, tapi masih ada satu yang mengganjal. Rangga, nama itu terus terngiang di kepalanya. Dia sudah yakin dengan perasaannya pada Rangga.

"Kamu kenapa di sini?" Suara seorang lelaki membuat Meisya yang tadinya berbaring di sofa, perlahan mendudukkan dirinya.

Wanita itu menatap sumber suara. "Capek, Kak."

Praba mengembuskan napasnya, lalu ia duduk si samping sang adik dan meletakkan tas kerjanya di salah satu sofa kosong. "Kamu kenapa terlihat suntuk banget? Ada yang kamu pikirin?"

Meisya menggeser tubuhnya untuk mendekati Praba dan bersandar di bahu sang kakak. "Aku baru putus sama Yeska."

"Kapan jadiannya? Kok tiba-tiba udah putus aja." Praba tampak terkejut. Ia memilih menepuk puncak kepala adiknya. "Masih banyak cowok lain yang ngantri buat jadi pacar kamu, Meis."

Meisya menggeleng. Kakaknya salah paham. "Aku baru jadian sama Yeska Sabtu lalu, tadi putus juga aku yang mutusin, karena aku merasa, aku udah nggak suka sama Yeska, daripada aku malah nyakitin dia semakin lama dan aku sakitin diri aku sendiri, mending aku putusin tadi."

"Terus apa yang kamu pikirin lagi?"

"Aku suka sama Papih Rangrang, maksud aku, Pak Rangga, tetangga Kakak," jawab Meisya tanpa keraguan.

Praba terbahak. "Terus kenapa emangnya?"

"Dia tahu, aku pacaran sama Yeska. Terus, aku tadi ke sana, nggak ada orang kayaknya. Udah mencet bel berkali-kali nggak dijawab." Meisya mengungkapkan segala keluh kesahnya pada sang kakak.

Praba menyentil dahi Meisya. "Makanya otak itu dipakai! Kasihan Pak Rangga dan Yeska. Kamu selesaiin masalah kamu secepatnya, jangan nyakitin hati sendiri dan orang lain lagi!" Praba bangkit berdiri dan mengambil tasnya. Ia kembali menoleh ke arah sang adik. "Pak Rangga dari kemarin pergi. Belum pulang nggak tahu ke mana, nggak bilang ke sini soalnya."

Meisya melemaskan bahunya. Jadi, Rangga memang tak ada di rumah? Ke mana lelaki itu? Meisya sudah sangat ingin bertemu dan menjelaskan semuanya. Meisya belum benar-benar tenang sekarang.

Meisya memilih berjalan ke dapur dan membuat kopi. Wanita itu melihat Bi Tami sedang di dapur, ia hampiri. Ia berniat bertanya ke Bi Tami sekarang.

"Bi Tami," panggil Meisya yang mrmbuat wanita paruh baya itu menoleh. "Bibi tahu Pak Rangga ke mana nggak?"

Bi Tami tampak berpikir. "Ikut orang tuanya kayaknya, Mbak. Soalnya kemarin perginya sama orang tuanya bawa koper banyak."

Meisya mengembuskan napasnya. "Kira-kira pulang kapan ya, Bi?"

"Kurang tahu kalau itu, Mbak."

Meisya mengacak rambutnya. Semoga dia tidak terlambat. Dia takut karena kobodohannya, dia kehilangan Rangga yang memang dari awal menawarkannya hubungan. Dia menyia-nyiakan itu semua. Meisya sekarang merasa menjadi orang paling bodoh di muka bumi.

Beleaguered : Stopping on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang