Chapter 5

23.6K 1.8K 42
                                    

Meisya merasa hawa di dalam lift sangat mencekam. Keberadaan lelaki di sampingnya membuatnya kikuk, apalagi lelaki itu hanya diam saja sambil melihatnya. Sungguh rasanya, ia ingin keluar dari kotak besi sekarang juga.

"Mau makan di mana?" tanya lelaki itu masih menatap lekat ke arah Meisya.

Meisya tersenyum. Ia memperhatikan telinga lelaki itu untuk memastikan apakah lelaki sedang terhubung sambungan telepon atau tidak.

Setelah yakin, jika memang bertanya padanya, Meisya menjawab, "Di kantin, Pak."

"Sama saya mau?" tawar sang lelaki yang membuat Meisya melotot.

Wanita itu segera menggeleng. "Maaf, Pak. Tidak bisa saya."

"Sendiri?"

Meisya mengembuskan napasnya. "Ya saya itu manusia yang memang masih sendiri alias jomlo, Pak. Jadi, ya saya makan sendiri."

Lelaki yang merupakan atasan Meisya itu menatap Meisya semakin tajam. "Saya tahu dan kebetulan saya juga sendiri, kenapa tidak bersama sekalian saja?"

Meisya tersenyum masam. Ini punya atasan satu kok sukanya maksa. Dia ditawari dan sudah menolak, kok berasa diancam wajib ikut.

"Pak Rangga kok maksa?" sewot Meisya yang sudah tidak bisa bersikap formal lagi.

Meisya sudah menahan emosinya sedari tadi. Akhirnya ia bisa menyembur sang atasan untuk pertama kalinya. Masa bodoh dia dapat peringatan dan dipotong gaji. Rasanya ia sudah menahan dongkol sedari tadi.

Rangga masih berdiri tenang dan tersenyum menatap Meisya. "Saya nggak maksa, cuma sedang berusaha menawarkan dengan kalimat berbeda yang bisa saya gunakan. Kalau kamu tetap tidak mau, ya saya tidak memaksa."

Meisya menghela napas. Terserah Rangga saja. Meisya menyerah. Tidak memaksa tapi terkesan memaksa, apalagi dengan tatapan penuh titah tak terbantahkan itu.

"Lagi pula saya juga tahu kamu lagi kabur dari Fian dan teman cowok kamu yang tadi ada di depan ruangan. Mereka sudah turun tadi. Mungkin sudah menunggu kamu di kantin atau di lantai dasar." Rangga berkata sambil mengalihkan tatapannya dari Meisya untuk melihat arloji di pergelangan tangan.

"Bapak hobi nguping dan ngintip ya? Sudah beberapa kali Bapak nguping pembicaraan saya." Meisya berkata dengan penuh curiga, matanya menyipit sambil menatap Rangga.

Rangga tersenyum miring. "Buat apa? Buang-buang waktu. Itu semua tidak sengaja, dan salah kamu juga selalu berdebat di ruang umum dan terbuka yang kebetulan saya berada di sana."

Pintu lift terbuka. Rangga dengan langkah lebarnya keluar dari dalam kotak besi. Meisya masih bimbang saat melangkah keluar. Matanya mengamati sekeliling dan menemukan Arka tak jauh dari kantin, begitu juga dengan Fian. Meisya menatap atasanya yang berjalan beberapa langkah di depannya. Sepertinya mengikuti langkah Rangga jauh lebih aman.

"Pak, saya berubah pikiran. Saya ikut Bapak aja," kata Meisya dengan senyum yang menampilkan keterpaksaan.

Rangga menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum yang terkesan mengejek. "Tadi aja nolaknya keras banget ya, Meis."

Meisya mendengkus. Atasannya ini memang mulutnya minta dijahit. Kelakuan juga membuat Meisya pening. Belum lagi, lelaki bernama Rangga itu juga pelit, bukan hanya menurut Meisya, tapi menurut seluruh karyawan yang kerja di bawahnya. Maka dari itu, Meisya harus menyiapkan sejumlah uang untuk membayar makan. Jangan harap, Rangga akan membayarnya. Bahkan, selama hampir dua tahun Rangga mulai kerjandi kantor, belum sekalipun lelaki itu mengajak karyawannya makan bersama dan membayar.

"Pak, ini mau makan di mana?" tanya Meisya saat keduanya sampai di basement kantor.

Meisya merasa benar mengikuti Rangga, karena dia aman dari Fian dan Arka. Rangga hanya mengedikkan bahunya sambil membuka kunci SUV putih.

Beleaguered : Stopping on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang