Meisya termenung sendiri di salah satu sudut kafe. Dia merasa bingung dengan hidupnya. Semuanya berubah terlalu dini. Kedekatannya dengan Rangga tidak bisa ia anggap biasa. Rangga sudah menaruh hati, bahkan menyatakannya secara langsung. Selain itu, perlakuan Yeska yang berbeda setelah putus dari Rista membuatnya semakin bimbang.
Meisya butuh waktu untuk kembali mencerna perasaannya. Ia tak tahu, apa yang terjadi jika Yeska semakin mendekat dan Rangga semakin jauh.
"Gue harus apa? Gue nggak menjamin, nggak akan baper lagi ke Yeska." Meisya bergumam pelan pada kesendiriannya. "Tapi, gue juga semakin hari semakin baper sama Papih Rangrang."
Meisya meneguk kopi miliknya yang sudah mulai mendingin. Perasaannya kacau akhir-akhir ini. Meisya memejamkan matanya menikmati setiap tegukan yang mengalir di tenggorokannya.
Meisya seketika membuka matanya lebar. Benar, biarkan semua mengalir seperti kopi yang mengalir ke tenggorokannya, kalau salah dia jalur dia bisa tersedak, kalau benar, akan mengalir lancar sampai ke dalam lambung.
Meisya memilih mengemasi barangnya setelah mendapat telepon dari sang kakak. Meisya mengembuskan napasnya kesal. Hari Minggu begini masih direcoki saja. Ia disuruh membawa motor ke rumah sang kakak. Menyebalkan, tapi ya sudahlah. Meisya hanya bisa menuruti saja.
Meisya pulang terlebih dahulu untuk mengambil motornya. Setelah memarkirkan mobil dengan baik dan mengambil kunci motor, Meisya segera menarik gasnya menuju ke rumah Praba. Menuruti ngidam Winda yang ingin naik motor bersama Praba.
Sesampainya di rumah Praba, Meisya segera memarkirkan motor di garasi dan masuk ke dalam rumah yang tidak terkunci tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Meisya langsung melihat sang kakak sedang membaca tabletnya di sofa ruang tamu. Meisya menghampiri dan duduk di samping sang kakak.
"Kenapa kamu? Mukanya kusut gitu?" tanya Praba yang menyadari raut tidak menyenangkan dari sang adik.
"Ya karena Kakak sama si Winda. Ngapain nyuruh-nyuruh nganterin motor ke sini?" kesal Meisya sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.
"Itu maunya Winda. Demi ponakan kamu tuh."
Meisya hanya bergumam. Wanita itu tampak tidak dalam suasana hati yang baik. "Kak, cowok tuh kalau habis putus, biasanya butuh waktu berapa lama buat mau nerima orang lain?"
Praba menatap adiknya sejenak. "Tergantung. Bisa cepat, bisa lama. Tergantung dia bertemu orang yang tepat dan dia suka."
"Kalau misal, baru aja dia cerita habis putus, terus ada cewek yang deketin, bakal gimana ya, Kak?" tanya Meisya lagi.
"Ya, kalau kamu mau deketin, ya deketin aja! Nggak usah nunggu lama. Siapa tahu dia langsung tertarik ke kamu," jawab Praba dengan santainya yang membuat Meisya menegakkan badannya dan melotot ke arahnya.
"Kata siapa aku mau deketin?" teriak Meisya tak terima.
"Lah, 'kan bener, Meis. Kamu mau deketin Mas Yeska yang baru putus, 'kan?" sahut Winda yang baru saja datang dan bergabung dengan mereka.
Meisya memelototkan matanya ke arah Winda yang kini duduk di samping Praba dan memeluk lengan lelaki itu. "Apaan? Kenapa jadi Yeska?"
Winda terkikik geli. "Soalnya aku tahu, Mas Yeska baru aja putus. Aku 'kan masih ikut grup gibah kalian."
Meisya mengumpati Winda dalam hati. Ia melupakan fakta itu dan kenapa pula Winda harus mendengar curahan hatinya pada sang kakak. Wanita itu kembali menyandarkan tubuhnya di sofa.
"Kalian nggak jadi pergi? Udah sore nih. Keburu malam dan Alin keburu pulang," usir Meisya yang tak sadar jika dirinya mengusir tuan rumah.
"Mas, ini rumah kamu, 'kan?" tanya Winda dengan wajah sok polos yang memang dia buat-buat untuk menggoda adik iparnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beleaguered : Stopping on You
Literatura Feminina[COMPLETED] Beleaguered : Terkepung Meisya seorang jomlo menaun yang sedang dilanda kebingungan dengan perubahan hidupnya akhir-akhir ini. Dia mendapat serangan dadakan dari segala arah yang membuatnya stres seketika. -----------------------Beleague...