Chapter 43

11.4K 832 15
                                    

Pagi ini Meisya keluar dari rumahnya, setelah semalaman suntuk dia berpikir dan meyakinkan diri. Semalam penuh dia tak tidur pasca pertengkaran hebat dengan sang mama. Meisya kali ini pergi pukul enam pagi agar tidak bertemu dengan sang mama dan kembali menyulut emosinya.

Katakan Meisya durhaka, dia terima. Tapi, Meisya merasa punya pilihan, dia yang akan menjalani hidupnya, dia yang merasa tak siap, bukan sang mama. Meisya akan mengakui kesalahannya, tapi ia tak akan menuruti perintah sang mama begitu saja untuk segera menikah.

Meisya memilih mengelilingi ibu kota menggunakan mobilnya. Sebenarnya, ia ingin sedikit menenangkan pikiran dengan berkeliling mall, tapi sepertinya Meisya terlalu pagi keluar dari rumah, maka ia memutuskan mengelilingi ibu kota tanpa tujuan yang jelas.

Setelah menghabiskan hampir tiga jam berkeliling Jakarta tanpa tujuan yang jelas dan menikmati kemacetannya, serta kuliner pinggir jalan, Meisya kini sudah berada di salah satu pusat perbelanjaan. Meisya melihat-lihat baju, pernak-pernik dan banyak hal lainnya. Sampai di depan bioskop, wanita itu memberanikan diri untuk membeli tiket dan menonton film sendirian. Ini pertama kalinya untuk Meisya.

Biasanya, Meisya selalu nonton di bioskop bersama teman. Sebenarnya, Meisya tak nyaman menonton sendiri, tapi kali ini ia akan mencobanya. Sepertinya tak ada salahnya, siapa tahu, dia bisa lebih fokus ke film.

Sepanjang menonton film, Meisya benar-benar fokus pada sajian drama di layar lebar. Dia mengikuti jalannya alur cerita dengan baik, meski terkadang dia menggerutu karena beberapa adegan banyak yang tak masuk akal, tapi masih bisa termaafkan.

Meisya keluar dari gedung bioskop. Ia kemudian berjalan menuju lantai dasar untuk mencari camilan atau makanan di sana. Meisya mengintari pusat perbelanjaan itu, lalu berencana makan di salah satu tempat makan yang ada di sana. Meisya sedang memilih beberapa camilan, lalu merasakan bahunya ditepuk yang membuat Meisya refleks menoleh.

"Meisya?"

"Tante Aruni?" sapa Meisya setelah melihat pelaku yang menepuk bahu Meisya.

"Meisya beneran ternyata, Tante kira salah orang," ucap Aruni sambil tersenyum. Wanita paruh baya itu segera memeluk Meisya dan mencium pipi kanan dan kiri. "Apa kabar, Sayang? Lama nggak main ke tempat Tante."

Meisya tersenyum kikuk. "Baik, Tan. Maaf ya, Tan, akhir-akhir ini saya dan Mas Rangga lagi sama-sama sibuk, jadi jarang main ke rumah Tante."

Aruni mengangguk mengerti. "Kamu belanja sendiri?"

"Iya, Tan. Lagi suntuk di rumah ini," jawab Meisya sambil tertawa.

"Kok nggak ngajak Rangga? Dia lagi molor sama Sean di rumah Tente," ujar Aruni yang membuat Meisya meringis.

"Nggak pa-pa, Tante. Saya lagi kepingin sendiri aja, lagian Mas Rangga juga butuh istirahat," ucap Meisya dengan senyum canggung.

"Maaf kalau Tante ikut campur dan lancang. Kalian sedang ada masalah ya?" tebak Aruni yang membuat Meisya terdiam sejenak. "Dari semalam datang, Rangga kelihatan suntuk juga, Meis."

Meisya menghela napasnya. "Kelihatan ya, Tante? Sebenarnya bukan masalah besar sih, Tante, tapi juga nggak sepele."

Aruni tersenyum, ia usap bahu Meisya. "Setelah ini, kamu ada acara?" Meisya menggeleng. "Kalau nggak sibuk, mau temani Tante makan nggak, Sayang?"

Meisya mengerjapkan matanya. "Boleh, tapi saya temani Tante belanja dulu, boleh?"

Aruni terkekeh. "Ini sudah selesai, Meis. Tante tinggal bayar aja. Kamu sudah selesai belanjanya?"

Meisya terkekeh. "Sudah, Tan. Saya cuma beli camilan aja kok."

Kedua wanita berbeda usia itu berjalan bersama menuju kasir untuk membayar belanjaan masing-masing. Setelah selesai, keduanya menuju ke salah satu tempat makan yang mereka sepakati.

Beleaguered : Stopping on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang