Chapter 29

14.4K 1.2K 23
                                    

Minggu pagi, Meisya sudah menggunakan pakaian untuk olahraga. Sang mama yang melihat anak gadisnya yang biasanya sangat malas itu sudah bangun dan berpakaian olahraga mengerutkan keningnya. Ada yang tidak beres dengan anaknya.

"Mau ke mana, Meis?" tanya sang mama yang sibuk berkutat di depan kulkas.

Kelakuan Meisya setelah pulang dari rumah Praba beberapa hari lalu, tepatnya setelah menginap sehari dan membawa pakaian satu koper, menjadi aneh. Hampir setiap pagi, anak gadisnya masak sebelum berangkat kerja. Belum lagi, malamnya sering eksplorasi dapur untuk membuat camilan atau kue-kue yang berakhir bantet atau gosong.

Meisya memang selalu membawa makanan ke kantor entah bekal buat makan siang atau sekadar camilan untuk Rangga. Meski sebagian dia beli terlebih dahulu, karena dia sadar kemampuan membuat camilan atau kuenya yang sangat buruk, tapi Meisya tak berhenti belajar. Meski, sang mama selalu memarahinya karena dianggap merusak dapur.

"Mau jogging, Ma." Meisya menjawab sambil mengambil air putih.

"Tumben."

Meisya tersenyum. "Mau jogging di area perumahan Kak Praba sih, Ma."

Sang mama mengembuskan napasnya. Sesuai dugaan. Ada yang tidak beres. Pasti Meisya sedang menjalankan modusnya pada Rangga. Tak apa, dia senang melihat anaknya ada kemauan menjalin hubungan dengan Rangga. Calon mantu semakin dekat dan di depan mata.

"Oh iya, kamu ngapain dulu bawa baju banyak di rumah kakak kamu?" tanya sang mama heran, karena anaknya nyatanya hanya menginap sehari saja.

"Awalnya, mau menetap di sana, tapi nggak enak juga. Jadi, ya udah taruh sana aja, buat jaga-jaga kalau mau nginep," jawab Meisya dengan tenang.

"Ternyata akal sehat kamu masih dipakai ya, Meis." Sang mama mengangguk. "Terus sekarang gimana perkembangan hubungan kamu dan calon mantu Mama?"

Meisya mendekat ke sang mama dan mengambil tangan kanannya untuk bersalaman. "Doain ya, Ma. Masih malu-malu Pak Rangga."

Dengan tangan kirinya, sang mama menepuk kepala sang anak. "Mama selalu doain kamu. Pokoknya pepet terus, Meis! Tapi, jangan sampai dia jadi ilfeel juga ya."

"Tenang, Ma. Meisya tahu batasan kok, mana yg buat ilfeel sama enggak," ucap Meisya sembari tersenyum lebar. "Ya udah, aku berangkat dulu, Ma."

Meisya segera berlalu meninggalkan rumah menuju rumah Praba dengan mengendarai mobilnya. Meisya memarkirkan mobilnya di halaman rumah Praba, lalu segera berlari keluar menuju rumah sebelah. Meisya tahu, Rangga ada di rumah sendiri, karena, kemarin lelaki itu sudah ke Bandung mengantar Sean ke rumah sang nenek.

Meisya menekan bel pintu gerbang rumah Rangga berkali-kali, sampai sang pemilik rumah keluar dan membuka pintu. Wajah Rangga masih terlihat mengantuk, rambutnya acak-acakan, membuat Meisya gemas ingin ikut mengacak-acaknya agar semakin terpancar ketampanan lelaki di hadapannya itu.

"Kamu ngapain di sini pagi-pagi?" tanya Rangga menatap Meisya yang masih terpaku pada Rangga.

Meisya meneguk ludahnya. "Sebenarnya saya mau ajak Bapak jogging. Tapi, kalau Bapak capek, nggak jadi deh."

Rangga menaikkan sebelah alisnya. "Masuk dulu! Saya mau ganti baju sama cuci muka. Sudah lama juga saya nggak olahraga."

Dengan semangat, Meisya mengikuti Rangga masuk ke dalam rumah lelaki itu. Sampai di dalam rumah, Meisya duduk di sofa sesuai perintah Rangga untuk menunggu lelaki itu.

Tak butuh waktu lama, Rangga selesai dengan urusannya. Lelaki itu sudah berganti pakaian, rambutnya sudah tersisir rapi, wajahnya juga sudah tampak segar. Meisya mengamati penampilan Rangga. Bagi Meisya, versi tadi saat membuka gerbang adalah yang tertampan dan Meisya tak akan membagi ketampanan Rangga pada siapapun.

Beleaguered : Stopping on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang