Arciel Canopus namanya, sosok manusia yang selalu ingin menjadi yang terbaik diantara yang terbaik lainnya. Singkatnya, ia sosok yang penuh dengan ambisius, jika targetnya gagal maka ia akan dengan senang hati menghukum dirinya sendiri. Padahal ia sudah sangat sempurna di mata Kenzie Dirgantara.
***
"Halo kak Cano, Kakak sudah makan?" ketika sambungan telepon masuk, Cano langsung diberikan pertanyaan yang sama seperti beberapa jam yang lalu.
"Belum Ken, sebentar lagi Kakak makan. Tugas Kakak masih banyak," lagi dan lagi, jawaban yang diberikan oleh Cano, atau lengkapnya bernama Arciel Canopus itu kembali sama.
"Berapa kali aku memberitahukan kepada Kakak untuk jangan lupa makan, dan istirahat yang cukup," helahan napas kasar Kenzie keluarkan, kekasih manisnya itu penuh akan ambisi yang besar, saking besarnya ia sampai melupakan waktu makan.
"Eum berapa ya? Mungkin ada 150 kali? Hehe.." dan Kenzie hanya diam, enggan bersuara karena percuma rasanya.
"Ken? Kamu masih di sana?" suara lelah Cano mengalun, meskipun Kenzie tahu di seberang sana Cano berusaha menormalkan suaranya agar terlihat baik-baik saja.
"Ya aku masih di sini, kenapa?" Kenzie sendiri kini tengah berbaring di atas kasurnya, lelah rasanya karena aktivitas bermain basket yang ia tekuni tadi.
"Kenapa kamu hanya diam? Tak ingin mengomeli Kakak dari A sampai Z, lagi?" rasanya Kenzie ingin mengumpat keras, tapi ia urungkan karena hal itu tentu membuat hati kecil si manisnya sakit.
"Tidak, percuma karena Kakak selalu membantah ucapanku. Lebih baik aku diam," tak ada sahutan di sebarang sana, mungkin saja Cano kini tengah di liputi rasa bersalah.
"Sudah dulu ya, Kak? Ken lelah, ingin menyelami alam mimpi. Ingat, jangan memaksakan diri Kakak dan jangan lupa untuk makan."
"Iya, selamat tidur Ken."
***
Sedangkan di seberang sana, ada Canopus yang kini duduk manis ditempat meja belajarnya. Jika dulunya meja belajar itu akan tertata dengan rapi, maka kini meja itu persis seperti kapal pecah. Tong sampah pun telah penuh dengan gumpalan kertas, dan bekas rautan pensil. Sedangkan sang empu pemilik meja kini terdiam, tapi beberapa detik kemudian ia kembali fokus pada tumpukan bukunya.
Kacamata terpasang apik pada netra hazelnya, sesekali tangannya memijat pelan kepalanya. Perutnya keram, dan lagi tiba-tiba saja setetes darah keluar dari hidung bengirnya.
"Shh.. sebentar lagi, ku mohon bertahan lah! Jangan tumbang, okay? Kau harus kuat Canopus!" monolognya dengan tangan yang mengambil lembaran tisu, tisu yang semulanya berwarna putih kini telah dihiasi oleh bercak merah akibat darah yang enggan berhenti mengalir dari hidung bengirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence ─ Sub!Jay Oneshot
Teen FictionLimerence (n.) keadaan tergila-gila atau terobsesi dengan orang lain, di mana biasanya terjadi tanpa sadar dan ditandai oleh keinginan kuat untuk membalas perasaan seseorang, tetapi bukan untuk hubungan seksual. Begitu pun dengan member ENHYPEN kepa...