"Bukankah kesempatan kedua itu nyata adanya? Tapi, kenapa aku tidak diizinkan untuk mendapatkannya?"
• • •
Heeseung x Jay
Dead chara• • •
Jay's pov
Sudah satu minggu ini aku berangkat dan pulang kuliah sendirian. Biasanya aku berangkat bersama sahabatku, Heeseung. Namun sayangnya, dia sedang di rawat karena penyakitnya kambuh.
Lusa lalu aku menjenguknya, dia terlihat cukup baik. Katanya, dia mengalami maag. Wajar saja jika dia memiliki maag, karena memang pada dasarnya Heeseung sangat susah untuk menjaga pola makannya.
Bahkan jika aku ingat-ingat, sepertinya Heeseung hanya akan makan jika seseorang mengajak atau menyuruhnya. Dia tinggal sendiri di perumahan yang sama denganku. Jadi, aku sering mengunjunginya untuk mengantar makanan. Padahal aku selalu berpesan, agar dia rajin makan. Tapi dia tidak mendengarkan. Akibatnya dia jatuh sakit.
Hah ...
Aku pikir hari ini dia sudah boleh pulang. Ternyata saat pagi tadi aku datang ke rumahnya dan masih kosong. Ayah dan ibunya juga tidak ada di sana. Semenjak Heeseung sakit satu minggu lalu, ayah dan ibunya langsung menyusulnya. Setidaknya Heeseung tidak sendirian di rumah sakit, karena aku tidak bisa terus menemaninya.
Tapi, kenapa malah diriku yang merasa kesepian? Jujur saja Heeseung adalah satu-satunya sahabatku. Kami sudah cukup lama bersama, sekitar dua tahun. Itu adalah rekor terlama dalam pertemanan yang pernah aku jalani.
Biasanya saat pulang kuliah, kami duduk bersebelahan di dalam bis dan bertukar cerita. Sekarang, aku hanya bisa menatap jalanan dalam diam.
Tidak ada yang istimewa di hari ini. Malahan bisa dibilang kalau hari ini adalah hari yang paling membosankan. Aku hanya berharap semoga Heeseung lekas sembuh dan dapat beraktivitas kembali, karena aku sudah sangat merindukan hari-hari kita seperti biasanya.
Aku masih ingat, dia akan selalu membelikan es krim untukku. Juga, kami akan menyantap ramen di kedai langganan kami. Aku sudah sangat merindukan hal tersebut.
Hari ini aku ingin kembali menjenguknya. Sebelum sampai di rumah sakit, aku menyempatkan diri untuk mampir membeli buah sebagai buah tangan. Aku juga membeli beberapa makanan untuk ayah dan ibu Heeseung.
Dari pagi, aku ingin cepat-cepat datang ke rumah sakit. Tidak tahu kenapa, tapi seperti akan terjadi sesuatu di sana. Aku harap itu bukan hal buruk.
Kamar rawat Heeseung ada di lantai tiga. Sembari berjalan ke sana, aku terus merapalkan doa. Karena tiba-tiba saja aku merasa tidak enak pada firasatku. Dan biasanya, firasat buruk itu lebih besar kemungkinan untuk benar-benar terjadi.
Saat sampai di koridor lantai tiga, dapat kulihat jika ayah dan ibu Heeseung berada di luar dengan wajah yang menyiratkan kecemasan. Dengan segera aku menghampiri mereka.
"Selamat sore Paman, Bibi," sapaku.
"Oh, Jay. Selamat sore," jawab mereka tanpa mengubah raut wajahnya.
"Em ... maaf Paman, Bibi, apa terjadi sesuatu pada Heeseung?" tanyaku perlahan.
"Tiba-tiba saja Heeseung mengeluh sakit pada perutnya, sakitnya tidak seperti biasa. Kami langsung memanggil dokter dan sekarang sedang ditangani. Sudah 15 menit berlalu, tapi dokter belum juga keluar," jawab ibu Heeseung tidak tenang.
"Semoga Heeseung baik-baik saja, Bi. Kita percaya saja pada Heeseung," kataku, meyakinkan diri sendiri.
Ini akan baik-baik saja.
Normal pov
Hujan mengguyur lapangan penuh dengan gundukan tanah merah. Membasahi payung-payung hitam dan ikut serta dalam tangisan orang-orang yang berpakaian serba hitam.
Akhirnya ... Heeseung menyerah.
Keluarga dan kerabatnya, serta teman-temannya termasuk Jay, mengantarkan dirinya menuju tempat peristirahatan terakhirnya.
Tidak pernah terbayangkan dibenak Jay, jika Heeseung akan meninggalkan dirinya sendirian, selamanya. Tiga hari yang lalu, dia masih melihat senyuman hangat milik Heeseung, mendengar candaan yang tidak lucu miliknya, dan merasakan suhu hangat tubuhnya. Tapi sekarang tidak lagi, tidak akan pernah bisa lagi. Semuanya sudah berakhir.
Jay masih ingat, kalimat terakhir yang Heeseung ucapkan untuknya.
Flashback
Dokter keluar dengan kabar yang tidak bagus.
"Tuan, Nyonya, maaf sebelumnya. Jauh-jauh hari kami sudah memberitahu jika pasien mengalami maag kronis. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk kesembuhan pasien. Tapi, rasa sakit yang pasien rasakan beberapa saat lalu adalah puncak di mana pasien merasakan sakit yang luar biasa, sehingga pasien memilih untuk menyerah pada penyakitnya."
"Maag kronis?" gumam Jay pelan.
Ayah dan ibu Heeseung menangis akan keadaan anak mereka.
"Maaf, pasien tidak bisa hidup lebih lama lagi. Pasien berpesan ingin melihat keluarganya sebelum waktunya habis."
"Biarkan aku ikut Paman, Bibi," kata Jay.
Mereka pun bertemu dengan Heeseung untuk yang terakhir kalinya. Jay berdiri di ujung ranjang Heeseung, melihat Heeseung yang kesulitan berbicara kepada orangtuanya. Jay hanya menatap lurus dengan air mata yang perlahan turun.
Lalu, dia melihat Heeseung meminta dirinya untuk mendekat. Jay duduk bersimpuh di lantai dengan tangannya yang memegang tangan Heeseung. Dirinya merapatkan telinganya ke mulut Heeseung ya sedang berbisik padanya.
"Jika saja aku punya kesempatan kedua. Maaf, Jay."
...
Jay pamit undur diri pada keluarga Heeseung. Di sepanjang perjalanan pulang, Jay terus memikirkan maksud ucapan terakhir Heeseung. Tapi, sekeras apapun ia berpikir, ia tidak menemukan jawabannya.
kalimat terakhir Heeseung yang tidak sempat tersampaikan kepada Jay.
"Andaikan saja aku memiliki kesempatan untuk hidup lebih lama lagi. Aku akan mengatakan yang sejujurnya tentang perasaanku. Bahwa aku tidak menganggap dirimu sebagai sahabat, melainkan seseorang yang lebih penting dari nyawaku sendiri. I love you, but I never said it. Should I regret or be happy?"
• end •
Memaksa, tapi ya udah lah ya •́ ‿ ,•̀
Jaga kesehatan. Tetap semangat. Terus berjuang
Salam damai
Z🐊
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence ─ Sub!Jay Oneshot
Teen FictionLimerence (n.) keadaan tergila-gila atau terobsesi dengan orang lain, di mana biasanya terjadi tanpa sadar dan ditandai oleh keinginan kuat untuk membalas perasaan seseorang, tetapi bukan untuk hubungan seksual. Begitu pun dengan member ENHYPEN kepa...