My G. Vampire | 6

84 21 96
                                    

.
.
.
.
H A P P Y   R E A D I N G

Wajah yang beberapa detik lalu ceria itu kemudian memadamkan keceriannya. Ia mematung, otaknya berkutat mencerna kata-kata yang baru saja di ucapkan Biru.
Ia menggaris bawahi kata-kata stupid people, hanya itu yang ia mengerti.

Barra kemudian mengejar Biru. Ia tak terima dengan kata-kata kasar laki-laki itu.
Barra mengikutinya sampai di sebuah lorong kelas yang sepi.

Biru yang tahu sedang ikuti, menoleh ke belakang, mereka berhadapan dengan jarak sekitar 2 meter.

Untuk pertama kalinya, Barra memasang wajah dengan aura dingin, mengimbangi Biru yang selalu melakukanya.

"Lu siapa, berani sekali mengatakan hal itu di depan vanca?"
Barra terlihat marah.

Sorot mata tajam itu seolah meremehkan laki-laki di hadapannya. Ia menyeringai.

"Not your business" (bukan urusanmu).
Sahut Biru singkat.

"Apapun yang berhubungan dengan gadis itu adalah urusan gue. Menjauhlah darinya".
Titah Barra dengan penuh penekanan.
Setelah mengatakan itu, Barra berbalik arah dan kembali ke ruangan kelas.
Biru masih menatap tajam punggung kekar laki-laki itu.

Barra melihat Vanca di tempat duduknya, gadis itu sedang menekuk wajahnya.
Bibirnya komat kamit memaki Biru yang tidak ada di hadapannya.

Ia kesal.
Sedangkan Hera, teman yang ada di sampingnya sedang menepuk lembut bahu Vanca.

Laki-laki yang sedang menggenggam banana milk dingin di tangannya menghampiri tempat duduk Vanca. Selepas mengejar Biru, Barra melipir ke kantin kampus untuk membeli minuman itu.

"Nih. Biar hati lo adem" sahut Barra sembari menyodorkan banana milk di meja vanca.

Bukan tanpa alasan Barra membeli minuman itu, ia tahu betul minuman kesukaan vanca. Hampir setiap hari, Vanca membeli banana milk kesukaannya.

Dua mata vanca langsung menatap botol kecil minuman yang di sodorkan Barra.
Gadis itu kembali tersenyum lagi.
Mood nya memang gampang berubah.

"Thanks Barr.. lu emang tau banget cara balikin mood gue"
Vanca tersenyum, kemudian meminum banana milk dari Barra.

Barra hanya tersenyum.

"Ciee.. kalian tuh cocok, kenapa ga pacaran aja sih. Nyaman banget di zona teman".
Celetuk Hera yang sedari tadi melihat sedikit ke uwuan mereka.

Vanca langsung melotot ke arah Hera.

"Gimana Van, mau ga lu jadi pacar gue?" Tiba-tiba saja Barra melayangkan pertanyaan itu di depan Vanca, kedua alisnya ia naikkan ke atas secara bersamaan.
Tetapi sayang, Barra menanyakan itu dengan gaya bercandanya yang tengil.

Padahal di hatinya, ia sangat serius.

"Apaan sih Barr, geli telinga gue dengernya"

Vanca yang sudah tahu jika sahabatnya itu bercanda, memilih menanggapi dengan bercandaan pula.
Mereka berdua tertawa.

Berbeda dengan Barra, tawa itu hanya sebatas topeng yang ia pasang untuk menyembunyikan perasaannya.

Ia selalu seperti itu. Membentengi hatinya agar tidak terluluh lantahkan di depan sahabat yang di cintainya.

Berbicara tentang perasaan Barra, laki-laki dengan tatapan hangat itu sudah menyimpan perasaannya sejak kecil. Dimana mereka pertama kali bertemu pada usia 10 tahun.

Barra kecil pindah dengan keluarganya dan bertetangga dengan Vanca.
Mereka sering bermain bersama dan bercanda bersama.

Terlebih saat ayah Vanca meninggal, Barra yang selalu menjaganya dan menguatkannya. Ia juga yang berusaha mengembalikan senyum ceria Vanca dari kesedihannya.

My Genius Vampire || Cha Eun WooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang