Chapter 2

359 44 82
                                    

Setelah mendengar perjodohan tiba-tiba dari Leo, Harry langsung bungkam tak berkata apapun dan hanya menampilkan wajah datar tak menikmati acara makan malam tersebut. Dia hanya tersenyum tipis untuk menanggapi obrolan kedua orangtua bersama calon mertuanya.

Merasa lelah dan butuh penyegaran dia pamit pergi dengan alasan ingin pergi ke kamar kecil. Victor tentu langsung mengizinkan lantas membiarkan Harry di antar pergi oleh salah satu pelayan muda yang kali itu tak membuat pria itu menunjukkan sifat nakalnya.

"Kau bisa pergi." ucapnya datar setelah berdiri di depan pintu kamar mandi dan pelayan tersebut melangkah pergi setelah mendengar perkataan dingin Harry.

"Baik Tuan, saya permisi."

Pria itu menghembuskan napas kasar sebelum melangkah masuk dan mengunci pintu kamar mandi. Dia terduduk di atas kloset lalu memutar pandangan memperhatikan desain kamar mandi khusus tersebut yang terlihat sangat mewah. Tentu saja, mereka kalangan atas seperti dirinya sendiri.

"Sial, jika aku menikah bagaimana dengan jalang-jalangku? Cih, yang benar saja aku menikah dengan gadis kecil itu." gumamnya berdecak kesal lalu bangkit untuk membasuh wajahnya dengan air dari keran wastafel.

Dia mendongak menatap pantulan wajahnya yang basah lalu meletakkan kedua tangan pada sisi wastafel. Salah satu tangannya bergerak mengambil selembar tisu lantas Harry segera mengeringkan wajah basahnya.

Merasa cukup meluapkan kekesalannya dia melempar asal tisu tersebut ke dalam tempat sampah dan melangkah keluar seraya memperbaiki tataan rambutnya yang memang masih rapi.

"Aku ingin bicara serius padamu."

Suara tak asing itu membuat Harry yang hendak berbelok terbelalak kaget lalu melangkah mundur untuk bersembunyi di balik sebuah pintu ruangan yang terbuka. Dia memandang sekitar dan tersenyum miring melihat tak ada siapapun di ruangan berisi rak-rak buku tersebut.

"Ayah serius akan menikahkan Retta dengan pria bajingan itu? Mulutnya bahkan lebih cerewet dari seorang wanita."

Mendengar penghinaan kurang ajar itu Harry mengintip menemukan Feliks bersama Victor tengah mengobrol di dekat lorong belokan dan dia menoleh pada pria paruh baya itu yang menghela napas pelan.

"Kau bahkan tak mengenalnya Feliks, bagaimana bisa---"

"Dia duduk di dekatku dan pria itu terus berbisik pada adiknya sambil membicarakan kita seperti seorang wanita." potong Feliks emosi yang mana membuat Harry terbelalak kaget mendengar dirinya dihina.

"Kurang ajar, dasar pendek! Jika bukan orang kaya sedari tadi aku akan langsung memukulnya." bisik Harry emosi mendengar hinaan Feliks yang terus merendahkannya.

"Aku tahu, tapi Harry tidak seperti yang kau ucapkan. Dia sebenarnya pria yang baik dan penurut kepada orang tuanya---"

"Dan apa hubungannya? Kau pikir aku tak cukup menurut padamu? Aku tahu dia anak orang kaya, tapi untuk sikapnya aku tak rela harus membiarkan adikku menikah dengan pria bajingan sepertinya. Lagipula orang tua mana yang akan menjelekkan putranya?"

"Feliks---"

"Bagaimana dengan aset itu? Kau akan tetap memberikannya? Dia sudah kaya ayah, pria bajingan itu tak pantas mendapatkannya." bentak Feliks membentak Victor yang kembali menghela napas pelan untuk mengatur emosinya.

"Aset? Aset apa?" gumam Harry penasaran seraya menajamkan pendengaran untuk terus menguping pembicaraan ayah dan anak tersebut.

"Ayah sudah berjanji dan membuat kesepakatan bersama mendiang orang tuaku juga ibumu. Kami setuju untuk memberikan hadiah aset perusahaan cabang utama di New York untuk suami Retta." ucap Victor mulai emosi yang mana membuat Harry terperangah kaget mendengarnya.

ALDERTS [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang