Alana menatap nanar pada sebuah benda pipih yang ada digenggamnya sejak tadi. Dua garis samar yang sangat kentara kini telah meruntuhkan semua harap yang pernah ia langitkan. Tentang masa depan yang telah dirancangnya sudah hancur sejak hari itu.
Akala yang kalut dan Alana yang hancur, mencipta satu malam panjang yang sayangnya berakhir menjadi sebuah boomerang.
Satu malam yang pada akhirnya menghancurkan semuanya. Tanpa sisa.
"Kita sama-sama melakukannya tanpa sadar, Al. Dan gue belum siap untuk itu."Alana menatap pesan terakhir yang dikirimkan oleh Akala satu jam yang lalu. Pandangan matanya tampak kosong. Tidak ada air mata yang mengalir selain tubuh kaku yang berdiri diam pada salah satu sisi pinggiran balkon kamar miliknya. Kemudian angin malam yang berembus dingin menambah kesan sepi yang seolah tengah mengejeknya sendirian di sana.
Kedua tangannya menggenggam erat, hingga sesuatu dalam genggamannya itu mampu menggores telapak tangan miliknya. Cairan merah kental mulai menetes satu-persatu, dan Alana hanya membiarkannya.
"Astaga Alana!!!" teriak seorang gadis dengan wajah yang sama dengan dirinya tengah berdiri menatap Kalana kaget.
Teriakan dari seorang gadis barusan mampu menarik Alana dari lamunannya kembali. Dan sebuah pisau yang ada di tangan kanannya semakin erat genggamannya menyebabkan tetesan darah yang terjatuh lumayan banyak.
"Aluna, kenapa sayang?" Suara seorang perempuan paruh baya yang datang tergopoh-gopoh terdengar panik, lalu diikuti dua orang laki-laki di belakangnya.
Dan di sana ada Akala yang tengah menatapnya kaget.
"Alana!!! Kamu mau ngapain? Kamu mau nyoba buat bunuh adik kembarmu lagi?!!" Sentak papanya membuat hatinya tercubit sakit.
Alana memindai pandangannya lemah. Ia menatap adiknya sendu, lalu beralih kepada kedua orangtuanya. Dan terakhir...kepada Akala.
Mata mereka saling bertaut, kali ini agak lama.
Ada kata yang tak sempat terucap...dan terpendam begitu saja. Entah itu dari Alana atau bahkan Akala sendiri. Lalu terputus... lelaki itu memutuskan pandangannya lebih dulu. Ia membuang pandangannya ke segala arah.
"Alana sudah rusak, " bisiknya terdengar lemah pada indra pendengaran laki-laki remaja itu. Tatapan Alana yang meredup dan tidak ada emosi itu entah mengapa membuat hatinya berdetak kencang.
"Papa pengen lihat Alana mati, kan?" tanyanya berjeda, "tunggu sebentar lagi, ya. Papa akan menyaksikannya sendiri nanti, " lanjut Alana kemudian tersenyum manis.
°°°
"Seorang siswi SMA AIRLANGGA di kabarkan mengakhiri hidup di balkon kamar miliknya, dengan cara menusukkan pisau pada bagian perutnya tadi malam. "
Headline itu memenuhi seantero kelas setelah kabar mengenai Alana menyebar cepat melalu media sekolah. Dan laki-laki yang duduk di ujung ruangan berkali-kali menatap smartphone-nya gelisah.
Jakarta, 27 Januari 2022
🥀🥀🥀
Halo sebenarnya kalau boleh jujur, ini tuh cerita pertama ku yang bergenre teenfiction. Jadi bener-bener pertama banget... Soalnya aku biasa bikin yang bertema marriage life.
Jadi, dari lubuk hatiku terdalam aku bener-bener minta maaf jika tulisannya rada absurd, gaje, kurang feel, dll. Makanya cerita ini tuh lama banget selesainya dari tahun 2021 kalau gak salah. Pembaca lama ku pasti tahu😭 ... Karena keselak mulu sama beberapa ceritaku yang lain. Mian ya guys kalau lamaaa ngumpulin feel dulu soalnya 😭😭😭
🥀🥀🥀
Trigger Warning ⚠️
• Suicide
• Harsh word
• Bullying
• Depression
• etc
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Of Love (SELESAI)
Teen FictionAlana harus menerima kenyataan jika ia dan Aluna tidak akan pernah bisa setara sekalipun mereka saudara kembar. Aluna sang malaikat tidak pantas disandingkan dengan Alana si perempuan berhati iblis. Setidaknya itu lah kata orang-orang. Dan Alana mem...