Entah bagaimana cara semesta berputar. Entah dengan cara apa takdir bekerja untuk mencipta beberapa kejadian yang terjadi di dunia yang luas. Dan entah bagaimana manusia harus memahami bahwa garis takdir itu tidak akan pernah bisa dilawan.
Meskipun melewati lintasan jalan yang curam dan menyeramkan, takdir memaksa anak manusia menerima dengan cara lapang. Menjalani garis kehidupan fana ini dengan kekuatan yang besar. Sedangkan ujian ini terlalu berat untuk kita jalankan.
Bagi sebagian orang keluarga adalah tempat pulang. Bagi sebagian lagi keluarga adalah tempat untuk beristirahat. Mengistirahatkan jiwa dan raga yang lelah dengan sandaran bahu kokoh ayah dan bunda. Namun bagi Alana, definisi demikian tidak pernah ia temukan. Keluarga yang katanya menjadi tempat untuk pulang nyatanya malah menjadi tempat di mana ia merasa kesakitan.
Di sana ia dipaksa untuk selalu kokoh layaknya baja yang penuh tempaan. Sedangkan nyatanya Alana bukanlah demikian. Ia tak sekuat itu untuk bertahan di dalam rumah yang semakin lama semakin menakutkan. Maka dengan kepasrahan diri yang telah ia pertimbangkan, mengakhiri adalah satu-satunya jalan yang dapat ia temukan.
Mengatakan selamat tinggal lalu hidup lebih bahagia dalam keabadian. Kemudian ia benar-benar melakukannya dengan cara yang menurutnya benar.
Malam itu ia benar-benar menyerah kepada Tuhan. Di hadapan semua orang, tangis kesakitan itu ia perlihatkan seolah-olah ia sedang memberikan hukuman.
Alana Khanza Audrina, yang pada akhirnya menginginkan sebuah kematian sebab hidup nyatanya teramat menyakitkan.
Semesta seolah mengerti tentang apa yang sedang terjadi hari ini.
Langit malam yang pada hari-hari lalu selalu menampakkan ribuan sumber cahaya kini seperti redup. Kelam. Hitam. Tiada seberkas pun cahaya yang tampak di kejauhan sana. Semuanya seolah-olah sedang berduka, pada Alana gadis malang yang tak memiliki siapa-siapa kecuali hatinya.
Sedangkan di depan ruang operasi ada dua manusia yang duduk dengan pikiran yang entah ke mana. Ada kegelisahan yang terasa menyesakkan. Ada ketakutan yang tak bisa mereka jelaskan. Juga ada penyesalan sebab dengan lancangnya mulutnya itu pernah melukai Alana dengan sangat dalam beberapa waktu yang lalu.
Kemudian kalima t; “Alana, tolong bertahan...” adalah rapalan yang sama-sama mereka udarakan.
“Orang tuanya Alana ke mana, Kal?” Lama saling terdiam dalam kebisuan pada akhirnya sebuah kalimat tanya Moreno dengungkan sebab sedari tadi ia datang netranya tak juga menemukan keberadaan papa dan mama Alana ataupun Aluna di sini.
Akala menggelengkan kepadanya pelan. “Bahkan saat wajah Alana mulai memucat, papanya tetap diam tanpa ada tindakan apa-apa. Sedangkan Aluna, saudaranya sedang sekarat seperti itu dia malah sibuk sama siaran langsungnya.”
“Awal mulanya gimana sih, Kal?”
Akala sendiri tidak tahu sebab ketika ia datang dengan luka bekas infus dan pakaian rumah sakit ia sudah menemukan suara ramai-ramai yang ada di lantai dua tepatny di balkon kamar gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Of Love (SELESAI)
Teen FictionAlana harus menerima kenyataan jika ia dan Aluna tidak akan pernah bisa setara sekalipun mereka saudara kembar. Aluna sang malaikat tidak pantas disandingkan dengan Alana si perempuan berhati iblis. Setidaknya itu lah kata orang-orang. Dan Alana mem...