Kalian menemukan cerita ini pada tanggal berapa?
Langkah kaki yang terdengar tegas berdengung nyaring pagi ini. Hentakan yang dihasilkan terlalu keras hingga membuat beberapa orang yang berada di meja makan menolehkan kepalanya.
Alana berhenti sejenak. Menyambut bermacam-macam tatapan yang mereka berikan kepada dirinya. Tidak ada kalimat yang terucap selain segaris senyum muak yang ia tampilkan sebelum melanjutkan kembali langkah kakinya untuk menuruni tangga rumah.
"Al, lo kalau jalan nggak bisa pelan-pelan, ya?" tegur Aluna begitu ia melihat saudara kembarnya sudah berdiri di sebelahnya.
Mendengar kalimat barusan, Alana kemudian menatap tajam pada seorang gadis yang memiliki wajah yang sama dengan dirinya.
"Bacot lo!" Ia membanting tasnya di kursi kosong sebelah gadis itu.
"Alana!" panggil laki-laki paruh baya menatap Alana tajam.
"Kenapa? Masalah?" Ia memutar matanya malas. Lalu tangannya bergerak mengambil sepiring nasi kemudian menyiapkannya perlahan-lahan. Sedangkan ia tidak sadar bahwa dirinya tengah menjadi pusat perhatian pagi ini.
"Alana, sopan santun kamu di mana?"
Suara papanya kali ini terdengar murka.Alana memutar matanya jengah. "Salahku apalagi sekarang?"
"Kamu nggak sadar?" ujar Ravin masih menahan amarahnya.
Alana menghentikan gerakan tangannya. Meletakkannya perlahan-lahan, ia kemudian menggerakkan bola matanya pelan dan membalas tatapan Ravindra.
"Aku berangkat duluan," ujarnya.
Enggan membantah, gadis itu beranjak pergi. Membawa tas ranselnya dan berjalan begitu saja meninggalkan semua orang yang ada di meja makan. Sedangkan Ravindra menatap marah ke arah putri sulungnya.
"Anak itu... benar-benar nggak punya sopan santun sama sekali."
"Pa, nggak sekali ini kan Alana aneh kayak gitu?" Aluna bertanya heran. Tatapannya masih setia mengikuti langkah Alana yang semakin menjauh dari jangkauan matanya.
"Iya... terkadang Mama seperti nggak mengenal sosok Alana," bisiknya.
"Biasanya Alana nggak berani kan bantah kamu, Pa?" lanjut Karina menatap bingung ke arah suaminya.
Sedangkan Ravindra berdecih. "Dia udah aneh dari dulu."
Riuh ramai koridor terdengar menggema ketika para siswa mulai berdatangan. Jam sudah menunjukkan angka enam lewat empat puluh ketika Alana menginjakkan kakinya di sini.
Sedangkan tatapan Alana hanya bergerak lurus ke depan mengikuti langkah kaki yang ia hasilkan. Tatapannya terlihat dingin, mengabaikan beberapa suara yang terdengar menyapa indera pendengarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Of Love (SELESAI)
Teen FictionAlana harus menerima kenyataan jika ia dan Aluna tidak akan pernah bisa setara sekalipun mereka saudara kembar. Aluna sang malaikat tidak pantas disandingkan dengan Alana si perempuan berhati iblis. Setidaknya itu lah kata orang-orang. Dan Alana mem...