22. Perihal Sepuluh Tahun yang Lalu

33.2K 1.5K 109
                                    

Hal yang tidak pernah Alana mengerti hingga detik ini adalah ; kenapa mama selalu diam ketika papa memukulinya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hal yang tidak pernah Alana mengerti hingga detik ini adalah ; kenapa mama selalu diam ketika papa memukulinya?

Mendadak pertanyaan itu terlintas begitu saja. Berputar-putar di kepala tanpa berniat untuk bertanya. Hari pertama tinggal di rumah setelah kejadian malam itu semuanya baik-baik saja. Papa tidak marah-marah kepadanya, Aluna jarang keluar kamar dan hanya sesekali berpapasan di dapur. Rumah seperti damai dan Alana merindukan suasana seperti ini. Seperti dulu sebelum semua yang ia lakukan akan terlihat salah di mata papa.

Tok... tok... tok

"Alana, ini Mama."

"Masuk, Ma. Pintunya nggak Alana kunci."

Selang beberapa saat suara handle pintu terdengar diputar. Lalu, mama muncul dengan segelas susu dan buah-buahan kesukaan Alana. "Ini susu hamil Mama buatkan untuk kamu."

Alana melirik sekilas. Memang beberapa hari ini mama rutin mengunjungi dirinya, membuatkan makanan sehat untuk ibu hamil, juga membawakan segelas susu setiap pagi dan malam.

"Terima kasih, Ma."

Mama mengangguk. "Ujian susulan kamu besok 'kan?"

Alana mengangguk. Ujian hari terakhir merupakan ujian mata pelajaran yang dipilih dari sebuah jurusan.

"Setelah anak kamu lahir, kamu kuliah ya, Al?"

"Anak aku?"

"Biar Papa dan Mama yang rawat. Alana kuliah saja bareng Aluna, mau?"

Sejujurnya mimpinya masih tetap sama. Berkuliah di kampus impian dengan mengambil jurusan psikologi. Namun, ia kembali tersadar bahwa selamanya mimpi itu tidak akan pernah bisa terwujud.

"Papa aja nggak suka sama aku apalagi anak aku, Ma."

Alana mengatakannya dengan suara yang kelewat tenang. Namun ada getir yang tak bisa ia samarkan. Entahlah setelah ujian selesai, semuanya akan bagaimana?

"Mama akan membujuk."

Kemudian gadis itu menggeleng. Jemarinya yang terbebas meraih jemari lembut milik mamanya. "Jangan ya, Ma," ujarnya lembut. Matanya meminta penuh harap. "Aku takut dipukul Papa lagi. Cukup seperti ini, biarkan aku tenang tanpa merasa was-was tiap waktu," lanjutnya.

Karina merasakan ada titik-titik embun di kedua kelopak matanya. Juga sesuatu yang meremas kuat ulu hatinya. Alana...putrinya yang lain yang terus menerima ketidakadilan. Namun dari semua ini dia lah yang merasa hina di sini, sebab nyatanya ia tak mampu melakukan apa-apa untuk meraih jemari Alana dari jurang kesakitan.

"Alana, maafkan Mama...."

Kalimat itu terus-terusan merapal di setiap hening malam tiba. Di antara kesunyian semesta ia memohon ampun kepada Alana. Kepada putrinya yang telah mereka lukai sedemikian rupa.

Memories Of Love  (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang