Alana mengedarkan pandangannya memutari seluruh isi rumah. Keadaan rumah sangat sepi. Terlalu sepi untuk sekedar Alana sebut sebagai tempat pulang. Lampu-lampu yang tergantung terlihat redup tanpa adanya penerangan.
Tadi ketika dirinya melewati gerbang depan, seorang satpam berusia paruh baya menyapanya. Terheran-heran menatap anak majikannya yang pulang seorang diri. Karena yang beliau tahu seluruh penghuni rumah sedang pergi beberapa hari untuk menenangkan diri menjelang ujian kelulusan dari Aluna.
"Loh... Non Alana kok ada di sini? Non nggak ikut nyusul Bapak sama Ibu?" tanyanya untuk pertama kalinya.
Alana yang sedikit bingung mengerutkan alisnya samar. "Nyusul ke mana, Pak? Memangnya Papa sama Mama sedang pergi?"
Pak Hari mengangguk cepat. "Iya. Bahkan rumah sangat sepi karena semua ART di bawa ke luar kota subuh tadi."
Lalu lelaki itu melanjutkan. "Bapak bilang Non Alana bakal nyusul pas saya tanya tadi."
Alana menggelengkan kepalanya pelan. "Bahkan aku baru tahu dari Pak Hari."
Gadis itu mengembuskan napasnya lemah. Ia berjalan pelan menuju saklar lampu kemudian menekannya. Dan ruangan kembali terang benderang.
Pada ruangan yang terlihat sunyi, Alana melanjutkan langkahnya naik ke lantai dua. Ia membuka pintu kamarnya kemudian merebahkan tubuhnya di sana.
Alana lelah. Alana capek. Dan ia ingin tertidur sejenak. Sebentar saja. Dan ia berharap ketika dirinya terbangun kembali, semuanya akan menghilang. Semuanya akan pergi termasuk mimpi buruk yang tengah membelenggunya kini.
"Tuhan... bangunkan aku ketika semuanya masih baik-baik saja."
Lalu lelap. Alana telah tertidur pulas. Gadis malang yang tak pernah merasakan kebahagiaan sejak kecil.
°°°
Hagian melempar kulit kacang ke segala arah. Pemuda itu terlihat lesu menatap sekumpulan buku paket tebal yang menumpuk rapi di depan sana. Dan hembusan napas berat beberapa kali lolos dari lelaki itu.
"Gue nggak sanggup," lirihnya lemas.
Shaka yang mendengar keluh kesah Hagian pun menghentikan kegiatan coret-mencoretnya, lelaki itu kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur milik Akala. Dan benar pagi ini mereka sedang ada jadwal belajar kelompok untuk mempersiapkan ujian kelulusan di rumah lelaki menyebalkan itu. Libur satu minggu jelang ujian yang akan berlangsung tiga minggu lagi benar-benar membuat para siswa kelas dua belas merasa sedikit gelisah.
"Matematika, bisakah kau menghilang saja dari jadwal ujian nanti? Gue lelah nyari-nyari angka lo yang rumit itu," ujarnya ngawur.
Ucapan Shaka mendapat lirikan sinis dari Abraham. "Matematika gampang. Yang susah itu memahami doi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Of Love (SELESAI)
Teen FictionAlana harus menerima kenyataan jika ia dan Aluna tidak akan pernah bisa setara sekalipun mereka saudara kembar. Aluna sang malaikat tidak pantas disandingkan dengan Alana si perempuan berhati iblis. Setidaknya itu lah kata orang-orang. Dan Alana mem...