14. Dianggap Tidak Ada

27.7K 1.4K 140
                                    

Tidak ada gunanya juga membela diri di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada gunanya juga membela diri di sana. Tidak ada faedahnya ketika mereka sudah membencinya sejak dulu. Bahkan mamanya juga ikut tidak mempercayainya ketika Alana menaruh harapan kepada perempuan paruh baya itu.

Alana menunduk, menyembunyikan isak tangisnya di depan kamar rawat milik kembarannya.

"Alana..." panggil seorang laki-laki menyambut gadis itu.

"Peluk aku."

Laki-laki itu menurut. Ia bergerak maju, tubuhnya yang kokoh memerangkap Alana masuk ke dalam pelukannya. Gadis itu sedang tidak baik-baik saja sekarang ini.

Alana menangis. Suaranya terdengar pilu dan sesak pada indera pendengaran lelaki itu. Dan kemeja depan yang sudah basah meyakinkannya sekali lagi bahwa Alana benar-benar berada pada titik terendahnya kali ini.

"Keluarkan semuanya. Jangan dipendam."

Tangan lelaki itu kemudian bergerak naik. Jemari-jemarinya yang terbebas meraih punggung Alana dan mengelusnya di sana. Seolah ia tengah mengatakan bahwa semuanya tetap akan baik-baik saja.

"Akala..."

"Ya..."

"I'll have a glass of red wine, please..."

Lelaki itu menajamkan pendengarannya. "Wine?" ulangnya sekali lagi.

Alana mengangguk. "Please...ini yang terakhir. I promise," lirih gadis itu.

Laki-laki itu mengangguk. "Oke. Aku temenin."

°°°

Hampir tiga minggu berlalu begitu saja setelah kejadian itu. Kehidupan Alana benar-benar berubah drastis, baik di rumah maupun di sekolah.

Hal positif yang ia terima adalah pukulan yang selalu diberikan oleh papanya kini tak lagi ia dapatkan. Ucapan kedua orang tuanya kala itu di ruang rawat Aluna benar-benar mereka tepati.

Alana bebas. Gadis itu benar-benar bebas. Namun, entah kenapa ia merasa sesak. Teramat sangat sesak, apalagi ketika ia melihat saudara kembarnya diperlakukan dengan lembut di depan kedua matanya sendiri.

Alana ada namun tiada. Alana hadir namun tak terlihat. Bukankah tak ada yang lebih menyakitkan selain tak dianggap? Apalagi oleh kedua orang tua sendiri.

"Luna, lusa ujian hari pertama dimulai, kan?"

Suara mamanya tiba-tiba bergema di tengah keheningan yang sejak tadi membelenggu pada acara makan malam kali ini.

Aluna yang tengah mengunyah makanannya pun mengangguk pelan menjawab pertanyaan dari mamanya. Gadis itu menelannya kemudian.

"Iya, Ma."

Memories Of Love  (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang