29. Mengukir Bahagia

29.5K 1.2K 155
                                    

Di luar hujan sedang turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di luar hujan sedang turun. Rinainya yang nyaring terdengar lantang dalam indera pendengaran. Bulan ini hujan seharusnya belum datang. Oktober tahun lalu bumi masih begitu panas, langit masih cerah, udara masih berembus hangat. Berbeda sekali dengan Oktober tahun ini, sebab entah mengapa sejak kemarin sejak satu minggu yang lalu langit tampak sekali gulita, hujan lebih sering datang menimpa semesta, juga angin yang berdesir terasa begitu dingin. Semuanya seolah-olah seperti sendu, seperti hampa, seperti akan kehilangan.

Akala merasa tubuhnya telah mengalami perkembangan. Ia tidak lagi merasakan nyeri dan sakit. Ia tidak lagi muntah sehabis kemoterapi. Dan rasanya tenaganya seperti pulih. Semangatnya kembali menyala, dan harapan tentang masa depan bersama mendadak ada.

Alana... Sedangkan perempuan itu sejak akad nikah mereka siang tadi ia tak sekali pun beranjak meninggalkan Akala, kecuali ke kamar mandi. Kehamilannya yang mulai memasuki trimester kedua tampak baik-baik saja sebab sejak awal Alana tidak pernah mengalami gejala muntah dan lemas seperti perempuan hamil kebanyakan. Entahlah, mungkin bayi mereka tahu tentang keadaan orang tuanya.

"Kenapa?"

Akala menoleh, alisnya berkerut.
"Apanya?"

"Kenapa melihat jendela terus dari tadi? Di luar ada apa sih, Kal?" tanyanya penasaran. Ia ikut menjatuhkan pandangannya ke arah luar. Namun rupanya ia tak menemukan apa-apa selain rintik hujan yang semakin lama semakin deras juga kilatan petir yang sesekali menyambar langit-langit malam.

"Aku sedang melihat masa depan. Masa depan kita," jawabnya.

Alana tak mengerti.

"Di mana? Di langit malam itu?"tunjuknya.

Akala menggeleng. "Bukan. Mereka ada di bayanganku," balasnya sembari tersenyum.

"Alana, aku akan sembuh. Badanku mulai ringan, aku nggak ngerasa nyeri lagi, dan tenagaku seperti pulih. Alana... ucapan dokter tentang kanker limfoma stadium empat yang memiliki taraf kesembuhan kecil itu salah. Buktinya aku sudah nggak ngerasain sakit lagi," katanya lagi.

Akala mengatakannya dengan suara yang riang juga mata yang berbinar. Namun, ketika Alana menyelam dalam tatapan itu ia seperti menemukan sesuatu yang hampa...yang akan hilang.

Entah, mungkin ini hanya perasaannya saja. Sebab siang tadi ketika mengucapkan kalimat akad Akala masih tampak lemah, bahkan seluruh tubuhnya memucat, dan untuk berbicara pun ia tampak kesulitan.

"Ayah ke mana, Al?" tanya Akala.

"Tadi katanya mau nyari kopi ke kantin. Kenapa, Kal?"

Akala menggeleng. "Nggak apa-apa."

"Al..." panggil Akala pelan.

"Hm?"

"Besok ke pantai mau?"

Alana memandang Akala lekat. "Dengan kondisi kamu yang begini, Kal?" Ia menggeleng. "Nggak, kamu harus pulih dulu. Kamu masih sakit, Akala."

"Aku udah baikan, Al. Aku udah sembuh," jawabnya keukeuh. "Mau ya?" Akala mengulangi permintaannya.

Memories Of Love  (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang