Suasana Kota Jakarta tampak redup hari ini. Mendung tampak menggulung mengepung sudut-sudut kota. Mencipta gradasi kelabu kala netra menatap lautan atas. Angin yang berdesir juga terasa lebih kencang, meninggalkan hawa dingin yang begitu terasa menusuk tulang-tulang persendian.
Seorang gadis yang tengah berdiri gelisah itu hanya mampu merapatkan kembali jaket miliknya kala rintik-rintik hujan semakin deras menyiram semesta.
Sudah empat puluh lima menit ia berdiri di sini sembari menunggu reda. Namun, harapannya tak kunjung terwujud ketika hujan malah semakin deras menghantam seluruh penjuru bumi.
Dengan gaun terusan di atas lutut, ia merasakan tubuhnya bergetar merasakannya hawa-hawa dingin."Alana lo bodoh banget, sih. Kenapa nggak bawa jaket coba. Sudah tahu musim penghujan," gumamnya kesal.
Lalu, ia berniat untuk mengambil smartphone hendak menghubungi Ailee, sahabat satu-satunya yang ia miliki... barangkali ia bisa menjemput dirinya sekarang.
Namun, sebuah layar yang menampilkan warna hitam itu tak mau menyala kala ia membuka melalui sidik jari.
"Yah... baterainya habis." Ia mengembuskan napas lesu. Gelisah kini melandanya. Ia menggigit bibirnya kala ketakutan datang menyergap.
"Kalau gue nungguin di sini yang ada malah makin larut," bisiknya lirih.
Sedangkan Akala yang masih berada di rumah Alana berkali-kali menatap resah ke arah pintu utama. Pemuda itu diam-diam menyimpan harap semoga kekasihnya segera pulang sebelum hari semakin malam. Apalagi ia tahu, jika Alana sangat takut dengan hujan angin yang disertai petir.
"Luna...gue pulang sekarang, ya." Ia berbisik pelan.
Perempuan bernama Aluna itu memandang bingung ke arah Akala.
"Lo gugup banget mau ke mana, sih? Hujannya masih deres, Ak. Di sini dulu, ya."
"Benar kata Luna, nunggu reda dulu, ya." Mama Aluna datang sembari membawa dua cangkir cokelat hangat dan sepiring kue yang diletakkan pada meja kecil di hadapannya.
"Diminum sayang." Karina berucap lembut ke arah Akala.
Sedangkan fokus Akala yang terbagi dengan keberadaan Alana hanya menyunggingkan senyuman tipis menanggapi omongan Karina, mama kandung Alana dan Aluna.
"Ak, ajarin gue yang nomor sebelas dong." Suara lembut Aluna menyadarkan Akala dari rasa gelisahnya.
"Gue harus cabut sekarang. Lo minta ajarin sama Alana aja nanti kalau dia sudah pulang."
Akla segera berdiri, lelaki itu bergerak cepat untuk mengenakan jaket kulitnya yang berwarna hitam. Mengabaikan tatapan bingung Aluna, pemuda itu segera berpamitan tanpa berbasa-basi.
Aluna mengembuskan napas kasar. "Ya sudah hati-hati di jalan, ya, Akala. Jalanan licin hujannya juga deras banget."
Akala mengangguk. Ia tak memiliki waktu sekarang. Ketakutan tentang Alana seketika membayangi kepalanya kala
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Of Love (SELESAI)
Teen FictionAlana harus menerima kenyataan jika ia dan Aluna tidak akan pernah bisa setara sekalipun mereka saudara kembar. Aluna sang malaikat tidak pantas disandingkan dengan Alana si perempuan berhati iblis. Setidaknya itu lah kata orang-orang. Dan Alana mem...