Di teras balkon yang cahayanya berpendar remang. Dan angin malam yang berembus tenang, ada seorang gadis yang sejak tadi terrdiam kaku berdiri pada pinggiran pagar. Sepasang matanya yang indah kini tampak menerawang kosong menatap langit malam.
Alana menarik napasnya yang terasa berat. Lalu mengembuskannya secara perlahan untuk yang ke sekian kalinya.
“Langitnya gelap banget malam ini, tahu aja kalau gue lagi sedih,” gumamnya sembari tersenyum patah.
Gadis itu kemudian mengembuskan napasnya lagi untuk yang ke sekian kalinya. Kedua tangannya yang bertumpu pada pinggiran balkon kini terangkat pelan, meraih salah satu sakunya untuk mengeluarkan smartphone miliknya yang barangkali telah ada satu pesan balasan dari seseorang.
Namun ternyata nihil. Tidak ada notifikasi yang tertera di layar biru itu. Tidak, ketika pesan darinya masih belum terbaca oleh seseorang yang ada di kejauhan sana.
Drrtt...drrrt...drrrt
Baru saja ia akan memasukkan kembali gawai itu, sebuah pesan yang ia tunggu telah muncul di atas bar notifikasi.
“Alana... ini enggak mungkin, kan?”
Ia juga berharap seperti itu. Ia berharap bahwa semuanya hanya lah kesalahan alat tes penguji yang ia beli. Namun, ketika lima buah alat tes itu menunjukkan hasil yang serupa tidak ada lagi harapan yang tersisa ketika kenyataan itu menamparnya telak.
Alana menggigit ujung bibirnya sedikit keras. Jemarinya yang lentik kini mulai mengetik sesuatu yang menjadi ujung ketakutannya sejak tadi.
“Lalu bagaimana, Akala? Semuanya sudah hancur sekarang.”
Wajah cantik itu yang biasanya terlihat tenang kini tampak terlihat sedikit gusar. Sekali lagi Alana mengembuskan napasnya yang terasa berat kali ini. Tangannya yang terbebas meraih rambutnya lalu menariknya sedikit keras.
“Kita melakukannya tanpa sadar, kan, Al. Dan gue belum siap untuk itu.”
Menatap deretan kata yang datang dari lelaki itu seketika membuat tulang-tulang persendiannya terasa lemas.
°°°
Akala menatap kalut pesan dari gadis itu sejak beberapa menit yang lalu. Bibirnya yang pucat kini bergetar samar ketika mengeja rangkaian kata itu.
Alana mengandung. Malam itu berbuah sesuatu yang seharusnya tak hadir di antara keduanya.
Bukan, Akala bukan menyalahkan kehadiran makhluk mungil itu. Namun, ada sesuatu yang membuat ia berharap bahwa semuanya tak akan pernah terjadi atas kesalahan yang telah ia perbuat.
“Kita melakukannya tanpa sadar, kan, Al. Dan gue belum siap untuk itu.”
“Mas Akala kok duduk?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Of Love (SELESAI)
Teen FictionAlana harus menerima kenyataan jika ia dan Aluna tidak akan pernah bisa setara sekalipun mereka saudara kembar. Aluna sang malaikat tidak pantas disandingkan dengan Alana si perempuan berhati iblis. Setidaknya itu lah kata orang-orang. Dan Alana mem...