03. Mulut Ember

3.5K 619 91
                                    

Hyunjin duduk di depan teras rumah Changbin. Menghisap rokok yang terselip di kedua jarinya dengan mata yang terpejam, ini bukan pertama kali baginya. Keadaannya benar-benar kacau dengan mata sembab dan baju sekolah acak-acakan.

Hari ini hari terakhir UN, seharusnya dirinya merasa senang dan merayakannya dengan makan makanan enak.  Tapi tadi mamanya menelponnya dan mengatakan bahwa ia akan segera pindah ke luar negeri.

Hyunjin hanya merasa sedih karena harus berpisah jauh dengan mamanya karena hak asuhnya sudah jatuh ke tangan papanya pada persidangan beberapa hari lalu.

Seminggu ini Hyunjin benar-benar merindukan mamanya. Ia rindu di manja oleh mamanya, rindu berkumpul di ruang keluarga bersama dan saling melempar lelucon. Ia juga rindu dibangunkan mamanya di pagi hari. Ia rindu jalan-jalan dengan kedua orang tuanya. Hyunjin rindu keluarganya yang utuh.

Pintu gerbang terbuka, Changbin masuk seperti biasanya dengan motor matic kesayangannya. Hampir saja terkena serangan jantung begitu melihat ada rokok di tangan Hyunjin. Ia melompat turun dari motornya lalu merampas rokok yang baru habis setengah.

"Maksud lo apaan hah?!" bentaknya pada Hyunjin. Changbin membuang puntung rokok itu lalu menginjaknya hingga padam.

"Sejak kapan lo berani ngerokok?! jawab!"

Melihat Hyunjin hanya diam dan sesekali terisak membuat Changbin merasa frustasi. Apa-apaan sih anak ini? kenapa jago sekali membuat Changbin khawatir.

Satu pukulan keras mendarat di kepala Hyunjin, pelakunya adalah pria dengan wajah preman bernama Changbin.

"Otak lo kemana sampe berani ngerokok?" tanya Changbin dingin.

Ah Changbin tidak bisa melihat Hyunjin yang menangis seperti ini. Benar-benar tidak tahan karena dirinya juga ikut sedih. Ia menarik tangan Hyunjin untuk masuk ke dalam rumah. Mendudukkan pemuda itu di sofa lalu pergi ke dapur untuk mengambil air.

"Bocah kaya lo ga cocok nyebat! apalagi punya bengek, ga usah sok keras!" ucap Changbin ketus seraya menyodorkan segelas air putih pada Hyunjin.

Hyunjin menerimanya dan menegaknya hingga tandas. Kemudian gelas itu diletakkan di meja.

"Jangan coba-coba nyebat lagi ya Hyun.. gue takut lo kenapa-kenapa, yang ada gue bakalan ngerasa bersalah banget," ucap Changbin lembut. Ia duduk di sebelah Hyunjin lalu merangkul pemuda Hwang itu.

"Bang... mama u-udah pergi ke luar negeri hiks.. baru aja pergi.. t-tapi gue udah kangen.." isak Hyunjin.

Changbin mengusap pundak pemuda itu. Tatapannya memang dingin, namun percayalah, dalam hatinya ia benar-benar khawatir dengan Hyunjin.

"Iya.. nanti kan bisa ketemu lagi," ucap Changbin pelan.

"K-kapan? mama pasti bakalan susah punya waktu buat gue.. dia udah punya keluarga baru hiks.. dia b-bakalan lupa sama gue... bang gue mau mama.. g-gue mau ketemu mama.."

Changbin mengusap pundak Hyunjin dengan lembut. Bagaimanapun Hyunjin itu hanyalah bocah 15 tahun yang pikirannya belum terlalu dewasa, anak itu pasti belum menerima perceraian kedua orang tuanya, dan di umur ini dirinya harus berpisah dengan mamanya.

"Kan udah ada mama baru.."

Changbin niatnya ingin menghibur Hyunjin namun respon anak itu justru sebaliknya. Hyunjin semakin terisak dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Mau mama Irene aja hiks! gamau mama Jisoo.."

Changbin meringis begitu menyadari ucapannya kurang tepat. Ia begitu khawatir saat ini, masalahnya Hyunjin sudah menangis cukup lama, belum lagi anak itu sempat merokok. Changbin hanya takut Hyunjin kambuh.

Oh No!  || HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang