13. Harus percaya siapa?

5K 619 392
                                    

Haiiii
.
.

"Dokter, suruh dia keluar!" ucap Hyunjin tanpa menoleh pada Minho.

Aditya- dokter yang sering menangani Hyunjin sudah sejak lama, dan sekarang juga ditugaskan untuk sering mengecek kondisi Hyunjin sejak asmanya tambah parah.

"Kasian dong kakaknya, gimana kalau digangguin hantu di lorong sana? hii serem, di sini aja ya kakaknya?" ucap Aditya.

Minho masih diam di sisi ranjang menatap wajah Hyunjin. Tadi ia benar-benar panik dan langsung membawa Hyunjin ke rumah sakit. Untung saja pak Arif belum pulang, jadi bisa mengantar mereka. Diperjalanan Hyunjin sadar, dan itu pertama kalinya Minho melihat Hyunjin yang menangis dengan isakan yang begitu menyedihkan.

Minho ingat bagaimana anak itu mengatakan sakit berulang kali dan meremat baju yang Minho gunakan. Minho hanya bungkam dan terus memeluk Hyunjin. Biasanya ia seperti ini hanya untuk Felix, dan ternyata hatinya juga sama sakitnya saat Hyunjin yang seperti ini.

"Minho," panggil Aditya.

"Iya, dok?"

"Nanti jangan biarin Hyunjin minum soda lagi ya, lambungnya bereaksi sedikit berlebihan sama minuman bersoda, makannya jadi seperti ini. Minuman bersoda juga ngga baik untuk asmanya. Lebih perhatiin adik kamu ya.."

Adik? Hyunjin sekarang adiknya, Minho seharusnya tidak seperti ini.

Anggukan singkat Minho berikan pada dokter paruh baya itu.

"Jangan lupa minum obatnya ya, Hyunjin. Supaya ulu hatinya ngga nyeri lagi."

"Iya iya dokter bawel deh!"

Dokter Aditya menepuk kepala Hyunjin pelan. "Saya permisi dulu."

Dokter Aditya keluar dari ruang rawat menyisakan sepi di antara kakak beradik itu.

Hyunjin membalikkan tubuhnya ke samping, memunggungi Minho.

"Benerin posisinya, itu selangnya ketarik," ucap Minho datar.

Karena Hyunjin yang tidak menurutinya, Minho akhirnya pergi ke sisi satunya dan menahan bahu Hyunjin yang hendak kembali membalikkan badannya.

"Ngeyel banget dikasih tau, ini juga supaya nafas lo lancar!"

Minho memperbaiki posisi nasal cannula yang Hyunjin gunakan dengan sangat hati-hati seakan Hyunjin bisa merasa sakit dengan mudah.

"Gausah sok peduli!" ucap Hyunjin ketus lalu memejamkan matanya.

"Bukannya peduli, gue cuma ngga mau lo mati di depan gue karena sesek nafas. Males gue kalau dijadiin saksi, ribet."

"Dihh! Biarin aja gue mati di depan lo, supaya lo jadi tersangka terus dipenjara seumur hidup!" ucap Hyunjin mengebu-ngebu.

"Ngga mungkin jadi tersangka sih gue, nanti gue tinggal bilang, lo sendiri nolak pake cannula terus sesek, terus mati. Polisi pasti langsung percaya, karena liat muka lo yang mencerminkan ketololan, jadi dia menyimpulkan lo mati karena kebodohan lo sendiri, terus kasus di tutup. Lo ngga ada, hidup gue balik normal. Beres."

Hyunjin membuka matanya lalu menatap Minho sengit.

"Emangnya hidup lo jadi ngga normal karena ada gue?!"

Minho mengangguk dengan wajah sedih yang dibuat-buat. "Iya.. beban hidup gue rasanya berat banget kalau ada lo,hari-hari gue juga makin suram, makin ribet.. intinya lo nyusahin sih.."

Hyunjin mengerjap pelan, sepertinya mulai memasukkan ucapan Minho ke dalam hati.

"Jadi l-lo beneran ngga mau ada gue?"

Oh No!  || HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang