16. Ketenangan yang palsu

3.4K 553 139
                                    

Hyunjin duduk dengan gelisah di pinggir tempat tidurnya. Ia menggigit bibir bawahnya karena merasa khawatir dengan Felix. Semenyebalkan Felix pun, Hyunjin sering melihat sisi polos dan menggemaskan anak itu.

Tadi Minho hampir menampar Felix. Hyunjin bisa melihat dengan jelas bagaimana raut ketakutan Felix, bagaimana anak itu begitu hancur saat Minho membentaknya.

Hyunjin tidak tau kenapa Felix selalu berlebihan jika menyangkut Minho. Memang sih Minho itu kakaknya, tapi apa harus sekesal itu jika melihat dirinya dengan Minho?

"Eh tapi gue ngga pernah ngerasain punya saudara sih, siapa tau emang sekesel itu kalau liat saudara lo ngebelain orang lain.."

"Kak Minho lanjut marahin Felix ga, ya?"

Kedua tangan Hyunjin bertaut cemas. Takut saja jika Minho masih memarahi Felix atau bahkan bermain fisik dengan anak itu.

Bagaimana jika Felix semakin membencinya karena masalah ini?

"Uhuk.. uhuk.."

Hyunjin terbatuk pelan, nafasnya mulai memberat. Dengan tangannya yang gemetar, ia mencoba meraih inhaler yang ada di atas nakas.

Satu kali semprotan ternyata masih belum meredakan sesaknya. Ia meremat dadanya pelan karena rasa panik yang mulai menghampirinya.

"Hyunjin?"

Hyunjin mendongak, melihat Minho yang berjalan tergesa ke arahnya.

"Jangan gini.." Minho menggenggam tangan Hyunjin yang gemetar lalu membenarkan posisi duduknya.

Dengan telaten ia membantu Hyunjin menggunakan inhalernya. Satu semprotan lagi dan Hyunjin mulai bisa mengontrol nafasnya.

Minho duduk di sebelah Hyunjin lalu mengusap pelan punggung anak itu.

"Masih sesek?"

Hyunjin terdiam dengan wajah cengongnya, masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Apakah tadi Minho membantunya? tadi wajah Minho terlihat khawatir sekali, kan?

Minho datang di waktu yang tepat dan membantunya. Itu adalah sebuah keajaiban bagi Hyunjin. Mengingat beberapa hari lalu, saat ia sekarat, bahkan Minho mengatakan dirinya hanya berpura-pura.

"Hyun?"

"Eung?" Hyunjin menatap Minho bingung.

Minho tersenyum tipis. "Masih sesek?"

Hyunjin menggelengkan kepalanya. Jadi begini rasanya dikhawatirkan oleh seorang kakak?

Tiba-tiba dirinya teringat dengan Felix.

"F-felix gimana? lo ngga main tangan sama dia kan?"

"Kenapa lo masih bisa mikirin Felix di saat dia udah bohongin lo dan bikin lo masuk RS. Dia juga bilang ke gue kalau dia ngga tau lo ngga boleh minum minuman bersoda, dia bohongin gue Hyun."

"lo ngga boleh terlalu keras sama Felix, gue ngerti perasaan dia waktu lo marahin." Hyunjin menundukkan kepalanya. Tetap merasa bahwa dirinyalah penyebab  Minho memarahi Felix.

"Gue emang perlu tegas kali ini, selama ini gue salah karena terlalu manjain dia, tapi seharusnya dia ngerti, gue kecewa banget sama dia."

"Gue bahkan ngerasa kaya ngga kenal dia, dia ngelawan, padahal seharusnya dia ngerti kalau dia salah, tapi dia ngga punya rasa bersalah sedikitpun.."

"Maafin gue yang selama ini kasar sama lo, sekarang gue bakal berusaha jadi kakak yang baik buat lo, lo pengen punya kakak kan?"

Hyunjin mendongak saat merasakan sebuah usapan lembut dikepalanya. Hah.. sepertinya dirinya memang harus memanggil pengusir hantu, Minho sepertinya ditempeli hantu, eh tapi hantunya baik sekali.

Oh No!  || HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang