12. Sesi Curhat

1.1K 109 2
                                    

Maaf banget bestie, aku lupa up kemaren🙈

•••

"Udah siap cerita?" setelah membiarkan lima belas menit diam dengan ruangan hanya diisi tangisan Rindu yang sesekali lepas, Reza akhirnya menanyakan kesiapan gadisnya.

Ternyata benar ya. Sekuat apapun seseorang terlihat, pada dasarnya mereka memiliki juga yang namanya kelemahan. Keseharian adalah tameng tak bertuan yang ada bukan karena diinginkan. Tapi karena keadaan dan waktu yang membuatnya diperlihatkan.

Bukti nyatanya Reza dapati sendiri pada Rindu saat ini. Gadis yang dikenalnya judes bin jutek tapi cantik itu, kini nampak berbeda dengan sorot mata hampa terselip luka disana. Tarikan napas sisa-sisa tangisnya masih samar terdengar membuat Reza memaklumi kebisuan Rindu.

Menarik napas dalam, Rindu mengumpulkan kesiapan dirinya untuk menceritakan semuanya. Dan ketika melirik ke arah Reza, cowok yang sedari tadi setia menggenggam tangannya itu seakan memberinya kekuatan untuk memulai.

Akhirnya, keluar lah semua uneg-uneg yang membuat dadanya sesak. Masih dengan mata berkaca-kaca, Rindu berusaha suaranya tetap teratur ketika bertutur.

"Ada peribahasa gak akan ada asap, kalo gak ada api. Apa kamu tau, penyebab Bang Ikhsan sampai segitunya?" Rindu diam sejenak. Lalu nampak gadis dengan pashmina hitam itu mengangguk samar

"Abang dulu punya tunangan, tapi ditengah-tengah persiapan mereka mau nikah, ceweknya ketahuan jalan sama cowok lain. Dari situ Abang mulai tempramental. Dia jadi suka nge-dikte aku ini itu. Bahkan dalam hal berpakaian aja, aku harus nurutin dia. Makanya aku kurang deket sama Bang Ikhsan. Terlebih dia milih tinggal di Aceh."

Reza menyimak dengan sangat serius. Diusapnya puncak kepala Rindu dan turun untuk mengelus pipinya yang sempat terkena air mata si empunya.

"Gak papa ya Sayang ya. Sekarang kamu punya aku. Nanti kalo kita udah nikah, kamu udah jadi tanggung jawab aku. Sakit ya lehernya, uhm?" Reza menyentuh samar-samar goresan jarum pentul yang memberikan bekas garis kulit terkelupas. Kasian sayangnya Reza.

Canggung, Rindu mencekal tangan Reza agar berhenti menyentuh dirinya. Kalau dipikir-pikir, cowok itu dari tadi sudah berbuat semaunya pada Rindu.

"Udah." Reza yang dihentikan menatap Rindu Cukup lama sebelum kemudian helaan nafasnya terdengar.

"Raksa juga punya andil bikin kamu gini. Lihat aja tuh bocah besok." Rindu tak banyak bicara. Tidak mencegah apalagi sekedar nasihat bahwa itu tidak baik dan lain-lain. Biar saja cowok itu berlaku sesuai apa yang ia mau. Bukannya abai atau tidak peduli. Masalahnya ia sudah terlalu lelah menangis dari tadi. "Yang, aku toilet dulu ya. Kebelet banget." setelahnya cowok itu ngacir ke toilet yang ada didalam kamar.

Sesaat bunyi kucuran air terdengar, dentingan ponsel tanda pesan masuk di benda pipih milik Reza bersuara. Rindu melihat ke arah layar yang menyala memperlihatkan bahwa ada pesan baru pada aplikasi ber icon hijau.

Awalnya Rindu tidak mau peduli. Namun si handphone tidak berhenti berdenting hingga ketika ia melirik lagi, tahu-tahu pesan baru sudah mencapai 99+.

Terlanjur dibuat penasaran, akhirnya Rindu mengambil ponsel keluaran terbaru itu. Berpikir sebentar, ia sedikit berat dengan norma kesopanan akan privasi orang lain. Tapi... Reza kan tunangannya. Jadi, bukan orang lain amat kan ya?

Ah, bodohlah.

Rindu terlalu penasaran.

Membuka lock screen yang sudah Rindu tebak tanggal lahir cowok itu, ternyata benar. Langsung saja ia meluncur ke aplikasi bersangkutan. Membuka WhatsApp. Ternyata asal dari pesan beruntun itu dari grup bernama 'Nestor Sang Idaman'. Rindu amat sangat yakin, bahwa pemilik nama sendirilah yang memberikan sebutan seperti itu. Mana narsis banget lagi.

Eyuu..

Menyentuh nama grup, disitu terpampanglah room chat yang sedang mereka obrolkan.

Awal jarinya men-scroll masih aman. Meski beberapa kali Rindu nampak mengeryitkan dahi karena tidak mengerti dengan apa yang kumpulan pria itu bahas. Hingga di satu space, ia spontan melempar smartphone itu ketika secara cepat di room chat itu bermunculan boom stiker jorok.

Rindu ber-istighfar.

Astagfirullahaladzim..

Bertepatan dengan itu Reza yang baru keluar tentu saja terkejut mendapati ponsel boba miliknya dibanting begitu saja.

Cowok itu mendekat dan langsung melihat kondisi si pipih puluhan jutanya.

"Ya ampun, Ay. Ini kenapa hape aku kamu lempar-lempar? Apa salah dia Yang?" Reza berujar dramatis. Ini yang dimakan sakit tak berdarah.

"Salah dia karena mau jadi hape kamu." Rindu kembali dengan bicara khasnya. Judes. "Hape kok isinya banyak dosa." gumamnya yang masih tertangkap di telinga Reza.

Penasaran, cowok itu segera menyalakan ponselnya. Dan matanya membulat ketika mengerti maksud ucapan kekasihnya.

Berdeham menelan Saliva menutupi kegugupannya, Reza begitu saja keluar dari grup itu. Dengan kecepatan yang ia punya, Reza menghapus semua stiker berbahaya yang tersimpan di ponselnya. Setelah merasa aman, ia berjejak menghampiri Rindu yang sedari tadi memperhatikannya.

"Aku gak kaya mereka kok Yang. Kalo gak percaya, kamu cek aja hape aku. Nih! Periksa deh. Gak ada yang macem-macem. Aku mah gak suka nyimpen stiker-stiker haram gitu." Rindu masih tak bersuara. Tidak juga menerima uluran ponsel darinya. Tapi tatapan matanya yang datar justru membuat Reza ketar-ketir dalam hati. "Aku sering banget tuh bilangin di grup, kalo jangan lagi kirim-kirim yang aneh-aneh. Cuma, ya kamu tau sendiri kan mereka? Otaknya gak pernah mau kebuka kalo dikasih tau yang bener." Rindu masih diam. "Kamu gak mau periksa hape aku? Yang?" Rindu semakin jengah ditempatnya.

Dipikir dia bego apa. Jelas-jelas Rindu melihat dengan matanya sendiri kalau sebelum diberikan padanya, cowok itu mengutak-atik benda pipih itu. Jelas sekali dia sedang menghapus bukti. Jadi untuk apa ia memeriksa lagi?

Rindu melengos dan memilih berbaring di ranjang. Lama kelamaan matanya mengantuk juga. Efek dari lelah menangis ya begini.

"Aku mau tidur."

"Asik!" seru Reza mendekat hendak ikut berbaring disebelah Rindu. Baru hendak memeluk gadis itu dari belakang, tubuhnya sudah terlebih dulu terdorong secara mengenaskan.

"Siapa yang nyuruh kamu disini? Keluar sana! Aku bilang aku mau tidur."

"I-ini kan kamar aku Yang."

"Ck. Lo perhitungan banget sih sama gue! Terus Lo mau nyuruh gue tidur di ruang tamu gitu?" Rindu semakin galak.

"Y-ya bukan gitu Sayang. Ya udah iya. Kamu bobo ya, yang nyenyak. Good night cantiknya Reza." Reza memberikan kiss bye sebelum berbalik pergi.

Rindu segera mencari posisi ternyaman untuk ia tidur. Ah.. kamar cowok mesum itu nyaman juga.

•••

"Gimana Za? Rindu udah tenang?" sodor Sandra yang sejak kedatangan anak beserta calon menantunya memilih diam.

Reza menempelkan ujung telunjuk dan ibu jari menyatakan bahwa semua sudah baik-baik saja.

"Sekarang, Rindunya ngapain?"

"Tidur Mi. Katanya mau simulasi jadi istri Reza." kedua alisnya terangkat pongah sebelum kesombongannya terperanjat akibat pukulan pada kepala bagian belakangnya.

"Mas.." tegur Sandra pada pelaku yang menoyor kasar anaknya.

"Maaf Beb. Gemes soalnya."

"Gemes endas-mu." Reza menggerutu.

"Yaudah. Abang malam ini tidurnya di kamar tamu aja ya? Atau mau sama adek?" Reza bergeleng manja membuat Gildan berdecih.

"Gak mau dua-duanya. Maunya ngelonin Rindu."

"Serah kamu Bang. Mami ngantuk."

"Beneran boleh Mi?"

"Iya. Boleh. Nanti mami tinggal undang orang aja buat syukuran."

"Syukuran apa Mi?"

"Khitanan kamu yang kedua!" gemas Sandra berlalu pergi meninggalkan tawa Gildan yang menggema. Sedang Reza refleks menutup area pribadinya dengan kedua tangannya ngeri.

Rindu RezaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang