14. Sabar

1K 101 8
                                    

Decitan sepatu sport yang dipakai Reza dan teman-temannya memenuhi GOR bersamaan para lelaki itu yang berlarian kesana-kemari memperebutkan bola yang sesekali kelompok Reza berhasil masukan ke gawang lawan.

Sudah terhitung lama rasanya mereka tidak bermain futsal dengan alasan sibuk. Dan di hari Minggu, kebetulan secara bersamaan mereka semua bisa main sore itu.

Waktu permainan telah habis dengan poin gol imbang. Tidak terlalu berfokus ke sana sih. Karena pada dasarnya mereka bermain karena hobi. Bukan mencari posisi menang.

Secara berbarengan, Reza, Nestor, Unus, Aiden, Wiga, Gugun dan Raksa ke pinggir lapangan untuk melepas dahaga dan mengelap keringat di wajah, leher dan tangan. Bernapas sejenak dari lelah, saat ini para cowok dengan Jersey futsal hitam oranye itu memilih beristirahat sambil diisi obrolan acak.

"Za," seru Wiga memanggil temannya yang satu itu.

"Ape."

"Biasa." ujarnya singkat karena dia yakin Reza pasti akan paham kodenya.

"Ada yang minta nomor gue lagi?" tepat sekali. Wiga mengangguk membenarkan. "Ya udah kasih aja."

"Reza mulu. Ini pasti karena di snap lu gua gak ke sorot nih." sela Nestor.

"Bacot." tukas Wiga akan ketidakjelasan Nestor. Kapan sih manusia satu itu jelas? Sedikiiiit saja.

Yang lainnya hanya menyumbang kekehan kecil menanggapi tingkah Nestor itu.

"Nanti pas ultah Ga, pasang tuh muka nih bocah segede-gedenya. Sebanyak-banyaknya." Gugun memberi ide.

"Gak kek gitu juga tolol. Yang ada cewek-cewek enek lihat muka gue."

"Tuh paham lihat lu bikin enek."

"Bacot." cetus Nestor memecah tawa dikumpulan itu.

Puas tertawa Reza menenggak air mineral dari salah satu brand produk.

"Udah gue kasih ya Bro." Wiga memberi tahu dan Reza mengangguk.

"Hm. Kalo ada yang minta lagi, kasih aja."

"Gak takut ke gap lo sama Rindu?" Aiden penasaran. Bukan apa, selama beberapa bulan ini menjadi saksi hubungan Reza dan Rindu, tentu ia tahu sekali pacar teman mereka itu cewek seperti apa. Jangan jauh-jauh. Kejadian waktu demo adalah salah satu bukti konkret nya. Dan itu, lumayan seram--untuk calon pelakornya--istilah gaul nya.

"Kan gak gue respon." jawab cowok itu santai.

"Lah, terus kenapa Lo bolehin?"

"Yang kaya gitu kalo gak dikasih sekali pasti bakal penasaran terus. Jadi biarin aja. Nanti juga males sendiri kalo pesannya dianggurin."

Bener juga. Pikir teman-temannya yang ikut menyimak.

"Eh eh eh, kok gue..." Nestor menginterupsi. Semua atensi kini mengarah padanya. Dan cowok itu memperlihatkan cengiran karena menyukai wajah-wajah menunggu itu.

"Apa elah." Keluh Unus.

"Lo tau gak Tor azab orang yang kalo ngomong suka gantung? Mau nyoba gak? Mumpung ada gawang noh, talinya bisa keknya buat iket leher mah." Raksa berujar kesal.

Dan kali ini gantian Nestor yang tertawa sendiri. Sedang yang lain menatap ngeri padanya. Ngidam apa emaknya dulu ya?

Kembali mereka dibuat mengeryit dalam ketika Nestor berhenti tertawa secara mendadak.

"Tuh kan, gue jadi lupa mau ngomong apa. Elo sih!" katanya misuh-misuh.

"Si goblok malah nyalahin orang. Lo nya aja yang bego. Makanya kalo ngomong, pastiin dulu otak Lo utuh belom. Ya gini jadinya kalo otak lu reuni di mulut semua. Bisanya ngomong doang isinya mah kaga ada." Raksa kalau sudah dalam mode gemas diujung kekesalannya terhadap makhluk bernama Nestor, maka ucapannya ngena banget ke mental.

Rindu RezaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang