22. Bukan Benci

1.2K 87 2
                                    

Mengambil libur selama 2 hari untuk pernikahannya, hari ini Rindu dan Reza kembali masuk kuliah seperti biasa. Sebagai mahasiswa, mereka masih punya tanggungjawab untuk tetap produktif dalam mengikuti pembelajaran dan segala macam tugas yang diberikan oleh para dosen.

Saat Ducati Panigale merah yang dikendarai Reza berbelok dan terparkir dengan benar, Rindu turun dengan menjadikan pundak lelaki itu sebagai tumpuannya.

Reza membuka helm full face nya lalu menggantungkannya ke spion. Kemudian cowok itu turun pula.

Rindu mengulurkan tangannya ke arah Reza membuat cowok itu tersenyum dan melakukan hal yang sama. Rindu menyalimi lelaki itu sebagai bentuk bakti kepada Reza sebagai suaminya.

Ketika Rindu hendak melangkah pergi, Reza mengikuti jejaknya. Rindu jadi berhenti dan menoleh pada laki-laki itu.

"Mau ngapain?"

"Mau nganterin kamu ke kelas." jawab Reza polos.

"Gak perlu. Kamu langsung ke kelas kamu aja."

"Gak papa aku anterin Ay."

"Gak usah. Dua hari gak bikin aku lupa kelas aku dimana."

"Atuh Sayang bukan gitu juga maksudnya. Emang salah kalo seorang suami mau menjaga istrinya? Jadi, biar aku antar ya?" Reza masih berusaha meminta izin Rindu. Rindu yang malas berlama-lama berdebat hanya karena persoalan seperti ini mengesah pasrah.

Tanpa kata gadis itu berbalik dan melenggang membuat langkah. Yang mana Reza simpulkan sebagai kata setuju akan dirinya yang ingin mengantarkan Rindu ke kelasnya. Reza menyusul Rindu dan melingkarkan tangannya ke pinggang ramping sang istri mesra.

Sampai di kelas Reza menahan tangan Rindu yang hendak masuk melewati pintu. Rindu menoleh dengan sirat bertanya akan apa lagi yang diinginkan suaminya itu.

"Cium dulu Ay." Rindu berdecak samar sebagai reaksi dari dalam dirinya yang mencoba bersabar akan tingkah Reza.

"Ini di kampus Za."

"Ya gak papa. Pipi aja kok." Reza membujuk. Karena Rindu tidak mau lama-lama, iapun menuruti saja mau cowok itu.

Cup.

Kedua sudut bibir Reza seketika melengkung dengan cerahnya. Mendapat kecupan dari sang pujaan hati di pagi hari sebelum memulai aktivitas bekerja bagai vitamin yang menambah energi. Reza balas menarik tengkuk Rindu dan mencium bibirnya sekilas. Hal itu pelak saja membuat Rindu memukul tangan cowok itu.

"Reza!" tegurnya panik menoleh ke sekeliling. Tentu ia takut ada orang lain yang melihat mereka. Dan Rindu lagi-lagi dibuat dongkol karena nyatanya memang ada beberapa orang yang saat tertangkap basah sedang melihat ke arah mereka langsung mengalihkan perhatian pura-pura tidak tahu. Ia menatap Reza kesal. Berbalik, ia masuk ke dalam kelas begitu saja.

Sudah biasa mendapat raut jutek Rindu bukan lagi menjadi perkara besar bagi Reza. Malahan ia melihat itu sebagai ciri khas Rindu. Ceweknya Reza kan memang eksklusif. Hanya Reza yang tahu waktu-waktu dimana bisa melihat ekspresi Rindu yang mampu melumpuhkan kesadarannya. Yang tentunya, hanya bisa dilihat disaat mereka hanya berduaan.

Reza senyam-senyum sendiri sebelum kemudian bertolak pergi ke kelasnya sendiri.

•••

Jam mata kuliah pun mulai berjalan. Para mahasiswa tampak tengah memperhatikan dosen yang tengah menerangkan materi di depan. Gadis dengan hijab berwarna Frappuccino yang duduk dibagian paling depan itu terlihat mencatat bagian-bagian yang dirasa penting pada buku catatannya. Dan sekitar 2 jam lebih, akhirnya dosen pun mengakhiri kelas dan undur diri.

Mahasiswa mahasiswi segera bergerak membereskan barang-barang mereka dan satu persatu mulai keluar dari ruangan. Rindu dan Nadine berjalan berdua menuju kantin. Mereka mengantri disalah satu stand untuk memesan menu makan siang mereka di waktu istirahat ini.

"Suami Lo tuh Rin." Nadine memberitahukan sambil menunjuk ke arah dimana Reza sedang duduk bersama teman-temannya seperti rutinitas biasa.

Rindu hanya menoleh sekilas lalu sudah, gadis itu melengos lagi memilih melihat-lihat tulisan yang ada didepannya sambil menunggu orang didepannya dilayani. Saat sudah selesai, giliran dirinya yang maju dan menyebutkan pesanannya. Nadine pun turut serta. Lalu setelahnya mereka berdua mencari tempat kosong untuk duduk.

"Setelah nikah, rasanya gimana Rin?" Nadine bertanya penasaran. Terlebih ia tahu betul bagaimana Rindu yang diam saja aura juteknya sudah menguar kemana-mana.

"Gak gimana-gimana." jawab Rindu apa adanya dan mengucapkan terimakasih pada pelayan yang datang mengantarkan pesanan mereka.

Rindu berdoa, lalu menyantap gado-gado yang ia pesan dengan request 10 cabai. Rindu itu merupakan penggemar makanan pedas.

"Tapi sebelum nikah sama sesudah nikah pasti beda dong. Kaya kebiasaan Lo mungkin." Rindu tidak mengucapkan apa-apa untuk menjawab Nadine. Cewek itu tetap pada fokusnya menyantap gado-gado. Nadine sih sudah biasa. Sabarnya pun tidak perlu diragukan lagi. "Rin," Nadine memanggil pelan. "Lo sama Kak Reza udah gituan belum?" kali ini, pertanyaan Nadine berhasil menghentikan gerakan tangan Rindu yang sedang memilin mie bihun di piringnya.

Rindu menatap temannya itu dengan wajah tanpa ekspresi.

Nadine yang sadar pertanyaannya sedikit rancu, menjadi kikuk dan tidak enak pada Rindu.

"Lo jangan marah dulu Rin. G-gue gak maksud lancang kok. Gue cuma penasaran aja sih. Apalagi kan dulu Lo kelihatan benci banget sama Kak Reza. Tapi kalian tunangan, terus sekarang bahkan kalian udah nikah. Memang jodoh itu gak terduga ya Rin." ujar Nadine panjang lebar mencoba menetralisir keadaan yang sempat canggung. Senyumnya terusung garing karena Rindu tak kunjung memberikan respon apa-apa.

"Siapa bilang gue benci Reza?" dan pertama kalinya, Rindu akhirnya mengeluarkan suara.

"Sikap Lo kemarin-kemarin emangnya kalo gak benci apa dong?" Nadine melempar tanya.

"Gue males ngeladenin dia bukan berarti gue benci. Bedain benci sama kesel. Lagipula, gak ada alasan buat gue benci sama dia." setelah mengucapkan itu Rindu kembali memasukkan potongan lontong ke mulutnya.

Saat tak sengaja matanya bersitemu dengan manik hazel milik Reza, Rindu harus menerima kedipan khas dari Reza yang tidak ia hiraukan.

Suaminya memang senarsis itu.

•••

Usai perkuliahan telah selesai, Rindu dan Nadine yang sudah merencanakan sebelumnya untuk pergi berdua ke mall dengan keperluan membeli make up Nadine yang katanya sudah hampir habis. Rindu hanya mengikuti kemana Nadine pergi. Ia hanya melihat-lihat produk kecantikan di etalase-etalase. Apa bila ada yang membuatnya tertarik dan iapun butuh, Rindu akan mengambilnya juga. Selesai berbelanja, mereka langsung keluar menuju basement. Saat menarik bagian belakang motor Nadine untuk membantu gadis itu yang tengah mengeluarkan motor, Rindu tidak sengaja menubruk seseorang yang hendak lewat.

"Maaf." ujar Rindu serta merta. Dan saat matanya bertemu dengan orang itu, cowok yang menjulang tinggi yang dianugerahi kulit putih itu nampak diam dengan pancaran mata terpaku pada sosok Rindu.

"Oh, iya gak papa." lalu cowok itu membantu menarik motor Nadine keluar dari celah-celah sempitnya antara motor di kanan kiri.

"Thanks." Rindu mengucapkan terimakasih. Cowok itu tidak sedikitpun melepaskan tatapan intensnya pada Rindu.

"Ya. Sama-sama. Uhm, Erigo." ia mengulurkan tangannya ke depan Rindu. Meski ragu, Rindu akhirnya membalas uluran tangan itu.

"Rindu." lalu Rindu segera menarik tangannya. Naik ke boncengan Nadine, Nadine pun mengangguk sambil tersenyum ramah pada Erigo karena cowok itu sudah membantu mereka. Lalu Nadine menarik gas melaju pergi meninggalkan Erigo di parkiran basement. Cowok itu nampak menyungging senyum memandang ke arah dimana Rindu menghilang termakan jarak.

Rindu RezaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang