25. Boleh, Tapi...

1K 96 3
                                    

Sebuah panggilan masuk dari Mami Sandra mengambil atensi Rindu setelah beberapa menit tadi Reza menelponnya.

"Assalamualaikum Mi."

"Waalaikumsalam. Kamu lagi di rumah atau di kampus?"

"Di kampus Mi."

"Oh di kampus. Itu, tadi Reza nelpon mami. Katanya dia lagi nyari bubble wrap. Kamu tau nak?"

"Reza udah hubungin Rindu juga kok Mi. Dan soal bubble wrap, bubble wrap-nya Rindu buang."

"Apa? Kamu buang?" nada terkejut ibu mertuanya membuat Rindu mengeryit bingung.

"Uhm, bukannya itu sampah bekas paketan ya Mi?"

"Bukan Sayang. Bubble wrap itu emang punya Reza yang sengaja dia stok."

"Distok?" Rindu mengulangnya dengan keterkejutan yang tidak dibuat-buat.

"Iya. Dari kecil, Reza itu kalo mau BAB harus sambil pencet-pencet bubble wrap Nak. Mami juga dulu bingung kenapa dia bisa kecanduan gitu. Udah pernah coba dibikin lupa, tapi dianya gak mau. Jadi sampai sekarang Reza kalo gak ada bubble wrap BAB nya susah." jelas Mami Sandra membuat Rindu jadi merasa bersalah sekarang.

"Rindu... Rindu gak tau Mi. Rindu pikir itu sampah." ujarnya sendu.

"Ya udah gak papa. Reza pasti ngerti kok. Udah dulu ya Rin. Mami harus ketemu rekan bisnis Papi."

"Iya Mi. Hati-hati ya Mi. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." panggilan diakhiri.

Setelahnya Rindu termenung dengan rasa bersalah yang hinggap. Pantas saja Reza sampai menelponnya tadi. Ternyata benda yang ia anggap sampah itu berarti untuk suaminya tersebut. Rindu meringis dalam diam. Dari suaranya tadi sepertinya Reza sedang sangat membutuhkannya.

"Siapa Rin? Reza lagi?" tanya Nadine menyadarkan Rindu dari renungannya.

"Bukan. Mami Sandra." Nadine yang tahu yang dimaksud temannya itu merupakan ibu dari Reza yang tak lain adalah ibu mertua Rindu, hanya membulatkan mulutnya paham.

Lalu Nadine tidak ikut campur lagi. Gadis itu kini ikut sibuk mencatat di buku bindernya yang ia bawa.

•••

Di sebuah rumah yang tak asing lagi, yang mana sudah Reza dkk nobatkan sebagai basecamp acap kali mereka ada kesempatan untuk kumpul. Kini sudah terlihat Gugun yang memiliki postur tubuh bagai biaragawan tengah merebut remot dari tangan Raksa yang tentu saja tidak terima. Alhasil terjadi baku rebut antara bocah yang tak sadar umur sudah kepala dua tersebut.

Tapi ngomong-ngomong, memang selama umur mereka, didominasi pengangguran. Jadi tidak ada kepentingan lain. Alhasil waktu kumpul selalu ada setiap hari. Itupun kalau mereka sedang tidak bosan melihat muka satu sama lain. Kan eneg juga ya, kalau yang dilihat sahabat-sahabat gak jelas ini terus setiap hari.

Kalau kata Aiden sih, ogah!

Suara pintu terbuka disusul langkah kaki yang mendekat menambah formasi mereka menjadi lengkap.

"Sepet amat muka pengantin baru. Gak dapet jatah apa gimana?" Unus berkomentar.

"Bukan masalah jatah sih. Kayaknya muka-muka Reza gini mah emang maruk. Udah di kasih tapi belum puas aja nih bocah."

"Apa jangan-jangan, Lo kebelet pengen nikah lagi?" Nestor menyambung ucapan Gugun barusan. Wajahnya seolah sangat tidak percaya bahwa Reza akan berpikir demikian. Hal yang membuat Reza melirik teman-temannya itu malas. Dasar alay.

Rindu RezaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang