13. Meet Gemintang

1K 107 2
                                    

Hasil main game semalaman, tidur di jam empat subuh membuat Reza bangun kesiangan. Bahkan ia merasa matanya sepat sekali untuk sekedar dibuka.

Masih dengan pandangan belum sempurna melihat, cowok itu bangkir dari kasur dan berjalan tak berdaya bagai zombie butuh asupan makanan.

Dug!

Reza meringis samar sesaat dahinya terpentok pintu yang handle nya ia tarik. Entah bagaimana cowok itu bekerja. Yang pasti nyawanya belum seutuhnya.

Tiba di dapur, Reza mencuci muka di wastafel. Sedikit demi sedikit kesadarannya mulai terkumpul dan ia pun bergerak mengambil minum untuk ditenggak sambil duduk di kursi yang melingkari meja bundar disana.

"Bang Re," suara Izal menginterupsi untuk Reza menoleh kearah bocah laki-laki yang berjalan mendekat itu.

"Kenapa?"

"Izal boleh minta tolong anterin ke mall? Minggu depan ada tugas kreasi, Izal rencananya mau beli bahan-bahannya dulu. Abang bisa?" ujarnya sopan. Reza mengangguk dua kali secara pelan.

"Tapi nanti ya. Abang belum mandi. Mungkin sorean." gantian, Izal yang mangut.

"Oke Bang."

"Eh Zal, ini jam berapa sih?"

"Tiga."

"Oh. Ekhem." lalu anak berusia delapan tahun itu beranjak pergi meninggalkan sang kakak yang kembali menenggak air dingin dari gelas.

Setelah merasa sudah sadar sepenuhnya, Reza pun mandi di kamar mandi yang ada di kamarnya. Hanya butuh sekitar sepuluh menit cowok itu selesai membersihkan diri dan keluar dengan hanya handuk yang melingkari bagian pinggang hingga diatas lutut.

Reza memakai kaos hitam polos dan bawahan jeans dengan warna sama. Berjalan ke cermin kecil yang ada sambil menyisir rambut, Reza mengakhirinya dengan ruas-ruas jari yang menyugar surai legamnya. Perfect.

Sadar akan sesuatu, Reza menoleh ke arah ranjangnya. Harusnya disana ada Rindu. Memperhatikan sekitar lebih teliti, tetap saja ia tak menemukan gadis cantiknya.

Reza keluar dari kamar dan menemukan Sandra yang duduk santai sambil menonton televisi bersama Izaldes, adiknya.

"Rindu mana Mi?" Sandra menoleh.

"Udah pulang. Makanya kamu kalo tidur doa Bang. Dibangunin buat anter Rindu susah banget." Sandra geleng-geleng pelan.

"Emang perginya jam berapa? Diantar siapa jadinya?"

"Jam sembilan. Sama Pak Uci." balasnya menyebutkan nama supir keluarga mereka.

Reza mengeluarkan ponselnya dari kantong celana dan menghubungi nomor Rindu.

"Halo,"

"Assalamualaikum." Reza tersenyum tipis dengan nada teguran salam gadisnya.

"Waalaikumsalam. Lagi ngapain Yang?"

"Main handphone."

"Maaf ya gak nganter kamu pulang. Tapi, di rumah udah aman kan?" Rindu sempat diam sebentar.

"Iya."

"Syukur kalo gitu. Nanti kalo ada apa-apa, langsung bilang ke aku."

"Uhm."

"Abang, ke mall nya jam berapa?" dari sebelah Sandra, Izal melempar tanya pada Reza.

Menilik Rolex hitam yang melingkar dipergelangan kirinya, jam menunjukkan pukul empat.

"Sekarang juga boleh."

"Tunggu ya. Izal siap-siap dulu." Reza mengangguk sambil lalu. Teringat pada gadis yang sedang melakukan panggilan telepon dengannya, Reza punya ide.

Rindu RezaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang