***
14 tahun kemudian
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Tak!
Bunyi pukulan pada samsak terdengar begitu jelas di dalam ruangan, hembusan nafas yang beradu dengan tetesan air keringat yang sedari tadi terus saja menetes. Terlihat seorang pemuda gagah nan tampan berdiri memukuli samsak itu selama hampir satu jam tanpa henti.
Bugh!
Bugh!
"Tuan..." tiba-tiba seseorang memanggilnya.
Dengan refleks tangannya berhenti memukul, lalu mengatur nafasnya dalam-dalam. Dada bidangnya naik turun tidak beraturan menandakan oksigen dalam paru-parunya sedang tidak stabil. Kemudian matanya menoleh kearah belakang, dengan tangan yang masih bertumpu pada samsak itu.
"A-anu tuan... Nyonya sedari tadi terus saja menghubungi anda tuan". Ia dengan susah payah meneguk salivanya.
Pemuda itu membalikkan tubuhnya menghadap pada asisten pribadinya itu. "Kau bilang saja padanya, aku sedang sibuk" jawab pemuda itu dingin.
"Tapi tuan, nyonya terus saja bersikeras ingin berbicara dengan anda tuan".
"Berani membantahku?!" Matanya menatap tajam pada asistennya itu.
"A-ampun tuan, saya tidak berani" badannya gemetaran, tak sanggup dengan tatapan mematikan dari tuannya.
Entahlah, semenjak beberapa tahun silam. Tuannya ini terlihat berbeda, ia benar-benar berubah drastis dimulai dari gaya pakaiannya, cara dia berbicara dan auranya pun terlihat menyeramkan. Setiap harinya hanya ada tatapan tajam dan dinginnya, ia tak pernah lagi melihat senyum polos milik tuannya sejak ia mengalami penculikan kala itu. Hal itulah membuat nyonya Elina merasa sedih akibat perubahan sikap sang anak saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIANNA [Proses Revisi]
FantasyMatanya mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang menembus masuk dalam indera penglihatannya. Perlahan-lahan terbuka dengan sempurna, netra matanya melihat ruangan yang terlihat besar dan megah dihiasi dengan aksesoris klasik . Namun, anehnya ada beb...