***
Ceklek
"Sayang..." ucapannya terhenti saat ia melihat seorang gadis tengah duduk dengan tenang menatap sebuah kanvas didepannya dan tangannya yang kurus memegang kuas kecil. Dibawah sinar matahari yang menembus kedalam jendela, sosoknya begitu bersinar kontras dengan kulitnya yang begitu putih layaknya batu giok.
Liana terdiam sejenak, bahkan sedikit menahan nafas. Ia tau jika putrinya itu terlahir sangat cantik, namun beberapa kali melihatnya tetap saja Liana merasa terpesona. Ada rasa bangga juga cemas, bangga karena dirinya berhasil melahirkan seorang putri yang begitu cantik, cemas karena akan ada banyak pria yang berlomba-lomba untuk memenangkan hati putrinya itu.
Tersenyum lembut, Liana berjalan secara perlahan menuju anak gadisnya itu. "Sayang, sudah selesai melukisnya?"
Brianna yang tadinya sibuk sendiri kini menoleh "Mommy..." suaranya begitu halus dan lembut.
Liana berdiri dibelakangnya, memegang bahu putrinya dan melihat hasil karyanya "Cantik sekali!" pujinya. Entah itu memuji lukisannya ataupun orangnya.
Brianna tersenyum "Thank you Mom."
Liana mengusap rambutnya dengan sayang "Apa Mommy mengganggumu?"
Brianna dengan cepat menggeleng "Kebetulan lukisanku sudah selesai" balasnya dengan tersenyum.
Liana ikut tersenyum "Baiklah sekarang waktunya Mommy menghabiskan waktu denganmu kali ini." Liana membawa Brianna menuju kasur "Kemarilah!" Liana menepuk-nepuk pahanya menginstruksi untuk berbaring di pangkuannya, Brianna menurut dirinya merebahkan tubuhnya dengan kepala di atas pangkuan Mommy-nya.
"Bagaimana dengan sekolahmu?" tanya Liana sambil mengelus rambut anak gadisnya dengan sayang.
Brianna memejamkan matanya menikmati elusan lembut tersebut "Baik-baik saja Mom" jawabnya.
"Syukurlah. Lalu bagaimana dengan teman-teman barumu?"
Brianna mengangguk "Mereka juga cukup baik."
Liana tersenyum lega "Mereka berasal dari keluarga baik-baik kan?" tanya Liana memastikan. Bukan berarti ia melarang putrinya untuk berteman dengan siapapun hanya saja ia sedikit khawatir jika Brianna memilih teman dengan sembarangan dan bisa merugikan dirinya sendiri.
Brianna menggelengkan kepalanya pertanda tidak tahu. "Memangnya kenapa Mom?" ungkapnya heran.
Liana tersenyum lembut "Tidak apa-apa, Mommy hanya khawatir saja."
"Terlepas dari mereka berasal dari keluarga terhormat atau bukan, selama mereka memperlakukanmu dengan baik. Mommy tidak masalah kamu berteman dengan siapapun" lanjutnya sembari tangannya terus mengelus puncak kepala anak gadisnya itu.
Brianna mendusel mencari kenyamanan "Iya Mom, aku mengerti" sahutnya dengan suara terpendam.
"Anak baik!" jawab Liana dengan senyum teduh.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIANNA [Proses Revisi]
FantasyMatanya mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang menembus masuk dalam indera penglihatannya. Perlahan-lahan terbuka dengan sempurna, netra matanya melihat ruangan yang terlihat besar dan megah dihiasi dengan aksesoris klasik . Namun, anehnya ada beb...