Keesokan harinya, ia bertemu dengan Nesa untuk pergi bersama ke rumah Aisyah. Sebenarnya, Nesa sedang sibuk dengan urusannya, tetapi ia lebih memilih untuk meninggalkan urusannya dan pergi bersama Zahra. Dia ingin mempererat tali silaturahmi mereka.
Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah Aisyah. Saat sampai di depan gerbang perumahan, mereka dijemput oleh Aisyah. Kemudian, Aisyah membawa mereka melalui jalan lain untuk menghindari rumah Islam. Setelah beberapa jam di rumah Aisyah, mereka bertiga memutuskan untuk pergi keluar, mencari udara segar.
Saat mereka sedang menghabiskan waktu di taman yang asri nan indah, mereka mendengar satu suara yang membuat hati merasa tenang.
Seketika, suasana menjadi hening. Mereka bertiga mendengarkan suara tersebut dengan seksama. Begitu mendengarnya, Zahra mengenal suara tersebut. Suara yang membuat dirinya memikirkan seorang laki-laki tertentu karena suara itu berasa darinya.
Sebenarnya, Zahra sudah berjanji kepada dirinya untuk tak mencari laki-laki itu lagi. Namun, karena suara merdu yang ia dengar kali ini, janjinya pun runtuh.
"Aku mengenal suara itu," ucap Zahra lirih.
"Memangnya, suara siapa?" Meski suara Zahra Lirih, tapi sudah cukup terdengar oleh Nesa yang berada di sampingnya.
"Suara itu sama persis seperti suara laki-laki yang membaca ayat suci Al-Qur'an beberapa waktu lalu. Ketika itu, aku tidak sengaja mendengarnya," jawab Zahra sambil menundukkan pandangan.
"Berarti itu suara Islam? Seperti yang kamu ceritakan padaku waktu itu?" tanya Aisyah.
"Iya, itu suaranya. Kenapa aku harus mendengarnya lagi?" ucap Zahra dengan suara yang semakin lirih.
"Sekarang, penasaranku sudah terobati. Memang begitu merdua suara laki-laki itu." Setelah mengatakan itu, Aisyah memejamkan matanya seolah dia ingin lebih mendengarnya dengan jelas.
Suara yang begitu indah dan merdu. Setiap nada yang dilantunkan seperti berayun di udara, lalu masuk ke telinga. Mereka bertiga hanya bisa terdiam karena mendengarkan suara tersebut.
Zahra memang mengenal suara tersebut. Namun, dia masih berharap bahwa suara itu bukan milik laki-laki itu. sayangnya, harapannya harus lenyap. Zahra melihat sosok laki-laki yang bersandar di salah satu pohon yang tak jauh darinya. Laki-laki itu, Islam, juga melihat ke arah Zahra. Kemudian, sebuah senyuman muncul di bibir Islam.
Karena senyuman itulah, Zahra kembali tertunduk. Kini, jantungnya berdebar tak karuan. Dan wajahnya memerah. Perasaan yang tak pernah Zahra rasakan, ia tersipu.
Saat itu pula, rasa kagum untuk Islam mulai muncul.
"Sungguh, aku kagum padamu," bisiknya sangat lirih. Bahkan, kedua temannya tak dapat mendengar apa yang ia ucapkan.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengagumi Karena Iman & Taqwa √
Teen FictionSebelum membaca Alangkah baiknya untuk vote dan follow dulu ya... :) Jangan lupa jejak komentarnya HAPPY READING!! ________________________________ Blurb Kagum. Sebuah kekaguman yang luar biasa, sehingga kagum itu menjadi cinta. Kisah fiksi seo...