14

251 57 7
                                    

Apakah Sanggup Diri Ini Mencintai Seseorang Yang Di Kagumi Banyak Orang?
Yang Diri Ini Hanya Bisa Mencintai Tetapi Tak Pernah Memiliki.
_________________________

 Mencintai dalam diam bisa memberikan 2 hal, yaitu kenyamanan dan rasa sakit. Terlebih lagi, orang yang dikagumi adalah orang yang sangat dihormati dan disegani oleh banyak orang.

Hari demi hari terus berlalu, hingga hari keberangkatan Islam pun tiba. Ia berangkat besok pagi. Oleh karena itu, ia datang ke rumah kakeknya.

Setelah begitu lama mencari, akhirnya Islam berhasil mengetahui pemilik tasbih tersebut. Ia bertanya ke beberapa jama'ah yang mengikuti tausiyahnya, kemudian ada saksi mata yang mengatakan siapa perempuan yang terjatuh waktu itu. Dan ia berencana mengembalikannya hari ini.

Saat ini, Islam sedang mencari udara segar. Ia berencana pergi ke danau yang tak jauh, bahkan terlihat dari rumah kakeknya. Saat ia menuju ke sana, ia melihat perempuan dengan gamis dan hijab, serta cadar yang menutup wajahnya. Perempuan tersebut sedang duduk menyendiri di tepi danau. Islam pun menghampirinya.

"Assalamu'alaikum, Akhwat. Atau boleh kupanggil, Zahra?" ucap Islam. Ia berdiri di samping Zahra sambil memperhatikan danau.

"Wa–wa'alaikumussalam." Zahra terkejut dengan orang yang tiba-tiba berdiri di sampingnya. Detak jantungnya begitu kencang. Ia tak menyangka, kalau Islam akan mengenali dirinya.

"Ini tasbihmu, kan?" Islam menunjukkan tasbih dengan manik-manik biru laut. Tasbih tersebut terlihat berkilaun saat tersentuh sinar matahari.

"Benar," jawab singkat Zahra. Jantung Zahra berdetak semakin kencang, tapi dirinya tetap berusaha untuk setenang mungkin.

"Aku mendapatkan ini saat kamu jatuh waktu itu. Lalu, mengapa kamu berbohong saat kita bertemu waktu itu?" tanya Islam.

"A–aku, aku malu," jawab Zahra sambil menundukkan wajahnya.

"Kamu tahu kalau berbohong itu tidak boleh, kan? Apalagi, waktu itu aku mencarimu untuk mengembalikan tasbihmu ini." Mata Islam tak lepas dari danau.

"Iya. Aku tahu, maaf," jawab Zahra

"Tasbih ini begitu indah." Kali ini, Islam memperhatikan tasbih yang ada di genggamannya, "Kamu tahu, aku menggunakannya di sepertiga malam. Aku merasa begitu nyaman menggunakan tasbih ini. Tapi, ini bukanlah milikku. Aku akan mengembalikannya padamu."

Zahra hanya bisa terdiam. Ia sudah tak mampu lagi menahan perasaannya. Degup jantung dan keringat dingin sudah mulai tak terkendali.

"Tasbihmu aku letakkan di sini," ucap Islam seraya berjalan mendekati kursi panjang di mana Zahra duduk. Kemudian, Islam meletakkan tasbihnya di pinggiran kursi.

"Terima kasih" jawab Zahra dengan susah payahnya untuk tenang.

"Apa kamu lihat air di danau itu?" Islam membuka percakapan sambil menunjukkan jarinya tepat ke danau. "Itulah air yang sangat penting hingga ikan pun sangat membutuhkannya."

Zahra pun melihat ke danau di depannya. Air yang bergoyang karena angin dan kicau burung yang merdu, menambah keindahan di hari ini.

Setelahnya, Islam menurunkan tangannya. Kemudian, ia mendongakkan wajahnya ke atas. "Lalu, apa kamu lihat langit itu?"

Tanpa mengatakan apa pun, Zahra mengikuti apa yang dikatakan Islam. Ia juga mendongakkan wajahnya dan melihat ke langit. Langit biru tanpa awan dan beberapa burung beterbangan mengikuti rombongan, terlihat di sana.

"Di sanalah tempat para penduduk langit meng-aminkan do'amu. Kamu bersujud ke tanah, tapi langit yang mendengar dan meng-aminkan do'amu" lanjut Islam. Senyumnya terukir di bibirnya.

Setelah mendengar kalimat itu, Zahra melihat Islam. Saat itulah, ia melihat senyuman Islam untuk kedua kalinya. 'Ya Allah, Seyumannya.'

Karena itu, Zahra benar-benar tak bisa menahan perasaannya. Apa yang ada di dalam hatinya meronta. Ia kembali menundukkan wajahnya.

"Islam," panggil Zahra lirih, tapi sudah cukup untuk didengarkan oleh Islam. "Se–sebenarnya, aku mengagumimu. Ak–aku, aku kagum karena perilaku, iman, dan taqwamu."

Setelah mengatakannya, wajah Zahra begitu memerah. Degup jantungnya begitu kencang. Dan ia pun ingin berlari meninggalkan Islam.

"Kagumi aku karena Allah," ucap Islam. Karena perkataan itu, perasaan Zahra sedikit lebih tenang. Dan Zahra mengurungkan niatnya untuk lari. "Bukan karena kehebatan atau kepintaran yang kumiliki. Karena, semuanya milik Allah dan Aku hanya ciptaannya."

"Ap–apakah aku salah karena mengagumimu?" tanya Zahra dengan suara yang begitu lirih.

"Kamu tidak salah karena kekagumanmu pada seseorang. Rasa kagum adalah hal yang lumrah dan biasa. Sebenarnya, aku juga mengagumimu," ucap Islam dengan begitu santai dan tenangnya.

Mendengar pengakuan dari Islam, perasaan Zahra benar-benar berbunga-bunga. Namun, keringat dingin malah bercucuran. Ia tak mengerti bagaimana seorang Islam bisa kagum pada perempuan biasa seperti Zahra. Zahra merasa tak pantas dikagumi oleh Islam.

Kemudian, Islam menjelaskan kalau ia kagum karena Zahra benar-benar menjaga kehormatannya sebagai seorang perempuan.

"Islam!" panggil Zaid dari rumah kakeknya Islam.

Karena panggilan tersebut, Islam berpamitan dengan Zahra. Sebelum meninggalkannya, Islam mengatakan kalau dirinya besok akan pergi ke Cairo untuk melanjutkan pendidikannya.

Zahra tak lagi bisa berkata-kata. Bahagia di hatinya kini nampak di wajahnya. Senyum manis yang tertutup cadar pun muncul di bibirnya. Seseorang yang ia kagumi, kemudian cintai, kini juga mengagumi Zahra. Sungguh, ini adalah hari terindah dalam hidup Zahra.

Di sisi lain, Zaid yang melihat Islam berduaan menanyakan alasannya kepada Islam. Zaid tak ingin hal tersebut menimbulkan fitnah untuk sahabatnya. Islam pun mengatakan, bahwa dirinya hanya mengembalikan tasbih yang perempuan itu jatuhkan di depan masjid. Zaid pun percaya dan dirinya juga mengingat kejadian tersebut. Setelahnya, Zaid tak mempermasalahkan hal itu lagi.

Di tengah pembicaraan mereka, kakeknya Islam keluar rumah dan menghampiri mereka. Kakeknya menanyakan tentang persiapan Islam dan Zaid yang akan berangkat ke Cairo besok pagi. Kedua sahabat tersebut sedikit mengingat-ingat soal persiapannya, dan dengan yakin menjawab kalau mereka telah siap.

"Kalian harus pulang dengan banyak ilmu yang bermanfaat, ya." Kakek Islam memegang bahu Islam dan Zaid. Sebuah senyum di wajah berkumisnya muncul. Kakeknya yakin dan percaya dengan cucu dan sahabatnya tersebut.

"Insya Allah," jawab Islam dan Zaid bersamaan.

"Lalu, apa yang akan kalian lakukan sepulang dari sana?" tanya kakek Islam.

Islam berpikir sejenak tentang apa yang akan dia lakukan. Tiba-tiba, dalam pikirannya terbesit sesuatu yang mungkin akan dia lakukan. "Mungkin, aku akan mengkhitbah seseorang, Kek."

"Wah, benarkah itu, Islam?" Zaid tak tahu tentang hal tersebut. Ia terkejut dengan jawaban Islam. Bahkan, sahabat dekatnya pun tak pernah Islam beritahu tentang masalah itu. Islam hanya tersenyum untuk menjawab pertanyaan dari Zaid.

Kakek Islam juga tersenyum dengan keputusan cucunya. Dalam lubuk hatinya, ia begitu bangga memiliki cucu sehebat dirinya. "Lalu, bagaimana denganmu, Zaid?"

"Aku ingin membangun sebuah tempat belajar agama untuk anak-anak dan remaja, Kek. Insya Allah. Tapi, kalau untuk mengkhitbah seseorang, mungkin juga tidak apa-apa," jawab Zaid sambil tersenyum masam. Ia juga menggaruk kepala belakangnya yang tak gatal.

Kakek Islam bangga dengan keputusan mereka berdua. Apa pun yang ingin mereka lakukan, kakeknya Islam sangat yakin dan menaruh harapan kepada mereka. Ia juga memberikan beberapa nasihat kepada cucu dan sahabatnya.

Sebenarnya, Islam dan Zaid datang ke rumah kakek hanya ingin memberi tahu tentang kapan keberangkatannya. Selain itu, ia juga meminta do'a dari kakeknya untuk kelancaran dari saat Islam berangkat, menuntut ilmu di sana, sampai pulang ke rumah. Sedangkan, Zaid menawarkan dirinya untuk menemani Islam ke rumah kakeknya. Setelah urusan di rumah kakeknya selesai, Islam pun pamit untuk pulang karena masih ada keperluan yang harus ia persiapkan.

****



Mengagumi Karena Iman & Taqwa √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang