11

263 59 11
                                    

"Dia yang mampu menguasai orang lain memang kuat. Tapi dia yang mampu menguasai dirinya sendiri, itulah yang lebih dahsyat."

- Author -

_____________________________

 Setelah berdo'a dan meminta petunjuk kepada Allah berkali-kali dan berhari-hari, Zahra berpikir untuk mencintai Islam dengan cara yang sama seperti Zulaikha yang mencintai Yusuf. Cintai dulu Tuhannya, lalu mencintai ciptaan-Nya.

Kini, ia perlahan menutupi semua auratnya, Mulai dari tangan hingga ia memutuskan untuk memaka cadar. Ia memakai cadar hanya semata-mata karena Allah. Ia ingin lebih memperdalam agama dan ingin istiqamah dalam hal tersebut.

Saat ia ingin menutupi wajah dengan cadar, ada sedikit kendala dari persetujuan kakaknya. Namun, kendala itu selesai setelah ia memberi pengertian kepada kakaknya. Di awal memang sulit, tapi dia meneguhkan hatinya untuk terus istiqamah. Ditambah dengan dukungan dari ibunya, hatinya bisa lebih yakin dengan keputusan yang diambilnya.

Rasa kagum Zahra kepada Islam, kemudian berubah menjadi cinta, dan sekarang menjadi motivasi untuk lebih dekat kepada Allah, serta lebih mengikuti perintah-perintah-Nya. 'Aku sudah bercadar, semoga dengan ini aku bisa menjadi yang lebih baik lagi."

"Ibu! Bagaimana penampilanku sekarang?" Zahra memutar badan untuk memperlihatkan penampilan kepada ibunya.

"Masya Allah, kamu terlihat anggun sekali saat memakainya, Sayang," puji Ibunya.

"Terima Kasih, Bu" ucap Zahra.

Tak hentinya sang Ibu mengagumi kecantikan dan keanggunan putrinya yang dibalut dengan gamis berwarna navy, serta hijab yang senada. Dan nampak lebih sempurna dengan cadar putih tulang, menutupi sebagian wajah cantik Zahra.

"Semoga Kamu selalu Istiqomah, Sayang," ucap ibunya seraya memeluk Zahra. Lalu, mencium keningnya. Dari lubuk hati terdalam, ia terharu dengan keputusan yang diambil oleh putrinya. "Ibu bangga mempunyai Anak seperti mu."

Waktu demi waktu pun berlalu. Ia mulai keluar rumah dengan penampilan barunya saat memiliki keperluan. Saat pertama kali keluar, banyak tetangga yang heran. Ada orang yang kagum dan memuji. Ada pula yang mencibirnya. Namun, Zahra tak mempedulikan hal-hal buruk yang ditujukan padanya. Ia memulai hal tersebut karena Allah, maka ia tak boleh berhenti karena manusia.

Hingga suatu ketika, saat ia keluar untuk membeli keperluannya, ia berpapasan dengan Islam yang kebetulan sedang menginap di rumah kakeknya. Zahra mencoba tetap tenang, meski ia sangat gugup. Ingin rasanya ia berlari menjauh, tapi itu tidak ia lakukan. Islam pun tak merasakan kegugupan Zahra, Mungkin karena pakaian dan cadar yang berhasil menutupi dirinya.

Islam menyapa Zahra dengan salamnya dan Zahra memberanikan diri untuk menjawab. Kemudian, ia menanyakan tentang seorang perempuan yang terjatuh di masjid beberapa waktu lalu.

Tentu saja Zahra tahu siapa yang dimaksud oleh Islam. Namun, karena rasa malunya, Zahra tak mengakuinya. Ia berbohong dan mengatakan bahwa dirinya tak tahu tentang itu.

"Apakah ada pertanyan lagi? Jika tidak, aku akan pergi. Tak baik laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom berduaan," ucap Zahra dengan berusaha setenang mungkin.

"Tak ada lagi, maaf." Islam pun melangkahkan kakinya dengan pandangan yang masih tertunduk. Tak sedetik pun ia melihat penampilan Zahra. Bahkan, ia tak tahu kalau perempuan yang diajak bicara olehnya adalah Zahra, yang pernah naik mobilnya. "Asslaamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawab singkat Zahra. Ia juga melangkahkan kakinya untuk menjauh dari Islam. 'Aku grogi berdekatan dengannya. Baru Kali ini aku berbicara dengannya. Tapi, aku harus bisa bertahan dengan keteguhan hatiku. Tak boleh goyah karena cinta.'

****


Mengagumi Karena Iman & Taqwa √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang