21

253 49 13
                                    

"Tahapan pertama dalam mencari ilmu adalah mendengarkan, kemudian diam dan menyimak dengan penuh perhatian, lalu menjaganya, lalu mengamalkannya, dan kemudian menyebarkannya."

- Sufyan bin Uyainah -
__________________________

 Untuk Islam, 5 tahun menuntut ilmu terasa begitu cepat. Tak terasa, kelulusannya pun telah tiba. Dengan nilai yang sangat memuaskan, Islam dan Zaid mendapatkan gelar sarjananya. Ia berencana pulang sebulan ke depan.

Dalam waktu sebulan tersebut, Islam memanfaatkannya untuk berpamitan dengan teman-temannya di Cairo dan pergi berkeliling mesir. Ia akan berkunjung ke tempat-tempat bersejarah di sana. Dari piramida, patung bersejarah, makam para Fir'aun, serta mengunjungi museum peninggalan Fir'aun kuno. Dan di dalam museum tersebut, terdapat jasad yang diyakini sebagai jasad Fir'aun yang ditenggelamkan di Laut Merah karena mengejar Nabi Musa AS. Ia adalah Meneptah (Ramses III), anak dari Ramses II.

  

 Dalam kunjungan tersebut, Islam semakin mengerti bahwa di dunia tak boleh ada kesombongan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 Dalam kunjungan tersebut, Islam semakin mengerti bahwa di dunia tak boleh ada kesombongan. Karena kematian nyata adanya, pun dengan Alam Barzah, dan hari akhir. Selain itu, pelajaran yang didapatnya adalah sehebat dan setinggi apa pun kamu di dunia, tak akan mampu menandingi apa yang ada di langit. Hingga, ada hadist Nabi Saw yang berarti, "Allah menggenggam bumi dan menggulung semua langit dengan (Tangan) kanan-Nya, kemudian berfirman: "Aku adalah Raja, kemana semua raja-raja di bumi?" (H.R Bukhari Dan Muslim)

Satu bulan telah habis ia gunakan untuk menambah wawasan di tempat-tempat bersejarah. Kini, saatnya ia pulang ke Indonesia. Hari ini adalah hari Ahad. Islam segera merapikan dan menyiapkan semua barangnya untuk dibawa ke bandara. Beberapa jam kemudian, Islam telah siap dengan semua persiapannya, begitu pun dengan Zaid.

Jarum jam menunjukkan pukul 11.00. Islam segera berangkat menuju bandara. Jalan yang ditempuhnya memerlukan waktu sekitar 1 jam. Setelah melewati keramaian jalan, akhirnya ia dan Zaid sampai di Bandara Internasional.

Sesampainya di bandara, ia menunggu jadwal penerbangannya. Tak lama menunggu, mereka pun naik ke pesawat yang bertujuan ke Indonesia. Terbang membelah awan dan melewati berbagai daratan, serta lautan. Sekitar 15 jam di tempuh untuk sampai di Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Sesampainyan di bandara, mereka melanjutkan perjalanan dengan mobil untuk pergi ke Bandung, tempat mereka pulang.

Saat dalam perjalanan, suara azan subuh berkumandang. Islam dan Zaid mencari masjid terdekat untuk menunaikan kewajibannya. Setelah salat ditunaikan, mereka melanjutkan perjalanan. Kurang lebih, sekitar 3 jam perjalanan yang akan ditempuh.

Tak terasa, perjalan yang begitu jauh pun berakhir, Islam telah sampai di Bandung. Zaid langsung pulang ke rumahnya. Sedangkan, Islam ingin menginap beberapa hari di rumah kakeknya. Ia ingin menceritakan banyak hal untuk kakeknya.

Zahra yang kembali dari membeli kebutuhannya pun melihat kedatangan Islam. Awalnya, ia tak mengenali siapa laki-laki yang berhenti di depan rumah Kakek Sulaiman. Namun, setekah diperhatikan lagi, itu adalah Islam.

Wajahnya begitu berubah. Ketampanannya pun bertambah. Dengan postur tubuh yang lumayan tinggi dan wajah yang nampak dewasa.

Setelah melihatnya, hati Zahra merasakan sesuatu yang telah lama tak ia rasakan. Degup jantungnya kembali tak menentu, seperti saat pertama ia menyadari cintanya. 'Apakah aku kembali mencntainya?'

Islam yang hendak masuk ke rumah menyadari kehadiran Zahra. Kemudian, ia mencoba mendekati perempuan dengan cadar hitam yang menutup sebagian wajahnya tersebut.

"Assalamu'alaikum, Zahra." Begitu sampai di depannya, Islam langsung menyapa Zahra. "Bagaimana kabarmu?"

Sebenarnya, Zahra ingin lari ketika Islam mendekat. Namun, kakinya tak mau menuruti perintahnya untuk segera pergi, bahkan untuk satu langkah pun. Dan sekarang, rasa gugup menyelimuti dirinya karena Islam sudah berdiri tepat di depannya.

"Wa–wa'alaikumussalam." Zahra langsung menundukkan wajahnya. Keringat dingin mulai bercucuran, serta degupan jantung yang tak terkendali. "Alhamdulillah, A–Aku, aku baik. Aku pergi dulu. Assalamu'alaikum."

Kegugupan yang begitu hebat dirasakan Zahra terlihat dari setiap kata yang keluar dari bibirnya. Namun, ketika ia ingin pergi, perkataannya begitu cepat. Dan kakinya pun kembali menuruti perintahnya. Ia pun pergi.

"Baik, Wa'alaikumussalam," jawab Islam. Ia pun sedikit menyunggingkan senyum di bibirnya.

Islam pun segera kembali ke rumah kakeknya. Tampak kakeknya memperhatikan dirinya yang menyapa Zahra dari depan rumah. Kemudian, Islam bersalaman dan mencium tangan kakeknya.

"Ada perlu apa dengan Zahra tadi, Islam?" selidik kakeknya.

"Tidak, Kek. Aku hanya menyapanya saja. Tak ada maksud lain," jawab Islam.

Kakeknya percaya dengan perkataan cucunya. Kemudian, kakeknya menceritakan tentang Zahra sembari memasuki rumah. Kakeknya mengatakan seberapa baik dan rajinnya Zahra itu, serta banyak hal lainnya.

Di tengah cerita kakeknya, Islam teringat sesuatu. Kemudian, ia bertanya kepada kakeknya, "Kek, apakah kakek mengingat apa yang kukatakan tentang hal yang ingin kulakukan setelah kembali dari Cairo?" tanya Islam.

"Apa yang ingin kamu lakukan, ya?" Kakeknya mencoba mengingat-ingat sambil mengelus kumis putihnya. Dari wajahnya, ia berusaha keras untuk ingat. Namun, "Entahlah. Kakek tak ingat."

Islam pun menepuk keningnya sendiri karena jawaban kakeknya. Lalu ia mengatakan, "Aku ingin mengkhitbah seseorang, Kek."

Meskipun 5 tahun yang lalu Islam telah memberitahu keinginannya kepada kakeknya, tapi kakeknya malah terkejut dengan jawaban cucunya. Maklum saja, kakeknya sudah tua dan memiliki penyakit lupa.

Setelah mencerna perkataan cucunya dengan tenang, kakeknya mendekati Islam dan memegang bahunya. Meski tak mengingat tentang 5 tahun yang lalu, tapi perkataan kakeknya sama. Ia percaya dan yakin dengan keputusan cucunya. Lalu, kakeknya bertanya, siapa yang ingin cucunya khitbah.

"Seseorang yang kukagumi, Kek," jawab Islam. "Aku telah kegum padanya sejak sebelum berangkat ke Cairo. Dirinya begitu menjaga kehormatannya. Dan aku yakin, perempuan itu adalah yang terbaik dan pantas untukku."

Kakeknya pun tersenyum bangga kepada Islam. Islam berencana mengkhitbahnya dalam 2 minggu ini. Ia juga belum memberitahukan kepada orang tuanya.

Dengan keyakinan yang sudah Islam pikirkan secara matang, ia ingin benar-benar mengkhitbah perempuan yang ia kagumi.

Setiap hari dalam do'anya, ia selalu menyebut namanya. Dan sekarang, tak lama lagi, perasaan itu akan tersampaikan. Waktu yang ia nantikan akan segera tiba.

****


Mengagumi Karena Iman & Taqwa √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang