01

983 130 96
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak Zahra lulus dari madrasah, ia ingin sekali melanjutkan perjalanan untuk menuntut ilmu ke Cairo. Namun, ia merasa hal itu tak mungkin bisa diraih. Sebab, ia berasal dari keluarga yang pas-pasan. Dengan begitu, mampukah ia mewujudkan impiannya untuk ke Cairo?

Zahra juga memiliki sahabat yang selalu mengerti akan dirinya. Dia selalu bersama Zahra dalam suka maupun duka. Zahra sangat bersyukur karena memiliki sahabat sepertinya. Dia adalah Aisyah.

Jarak rumah Zahra dengan Aisyah sekitar 2 kilometer. Sudah menjadi kebiasaan bagi Zahra untuk memberi kabar kepada Aisyah saat ingin pergi ke rumah temannya itu. Ia memesan ojek dari salah satu aplikasi di Smartphone-nya. Tak perlu menunggu waktu lama hingga ojek itu datang ke rumah Zahra, cukup 5 menit. Dengan segara, ia memakai helm dan pergi ke rumah temannya untuk mengobati kerinduannya.

Tak lama melakukan perjalanan, Zahra pun sampai di depan sebuah gerbang kompleks perumahan. Sesaat setelah turun dari motor, ia merasa takjub dengan apa yang ia lihat.

"Masya Allah, bersih sekali di sini," kata Zahra tanpa mengedipkan matanya, takjub.

Zahra menunggu kedatangan Aisyah untuk menjemputnya. Ia menunggu sambil melihat-lihat sekelilingnya yang bersih dan indah itu. Berselang beberapa menit, datanglah Aisyah yang sudah terlihat dari kejauhan.

Zahra pun melambaikan tangannya berteriak, "Aisyah!"

Aisyah yang mendengarkan tariakan tersebut langsung mempercepat langkahnya, ia juga melambai-lambaikan tangannya saat melihat Zahra.

Mereka bersalaman dan berpelukan layaknya sahabat, saling melepas rindu karena lama tak bertemu.

"Assalamu'alaikum, Zahra. Bagaimana kabarmu?" ucap Aisyah sambil melepaskan pelukannya.

"Wa'alaikumussalam, Alhamdulillah sangat baik. Bagaimana dengan mu?" jawab Zahra.

Aisyah pun menjawab, "Alhamdulillah, aku baik juga."

Setelah itu, ia mengajak Zahra ke rumahnya. Aisyah mengatakan bahwa dirinya telah menyiapkan makanan untuk temannya itu. Namun, Zahra mencoba menolaknya. Tentu saja Aisyah tidak menerima penolakan tersebut dengan mengatakan bahwa dirinya senang dapat memberikan hidangan kepada sahabat dunia serta akhiratnya.

Zahra tersenyum dan memengang tangan Aisyah dengan erat, "Terima kasih, ya, Syah"

"Santai, sama-sama, Zahra." Aisyah membalas senyum dari Zahra. Kini, keduanya menunjukkan senyum manis di wajah masing-masing.

Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah Aisyah. Canda dan tawa mereka lakukan di perjalanan yang singkat itu. Tampak sebuah keceriaan yang sangat di wajah keduanya. Dalam perjalanan, Zahra juga melihat kanan kiri untuk menikmati pemandangan komplek perumahan tersebut. Hingga akhirnya, ia mendapati sesosok laki-laki yang sedang membaca buku.

Zahra pun manarik Aisyah sambil menunjukan jarinya ke arah laki-laki tersebut, "Aisyah, siapakah laki-laki itu?"

Aisyah membalikan pandangannya untuk melihat apa yang ditunjuk oleh Zahra. Ia langsung mengangkat kedua bahunya, "Aku tak tahu. Lagian, aku juga tak mengenalnya. Sepertinya dia baru tinggal di sini."

Mendengar penjalasan Aisyah, Zahra dengan muka yang ceria itu pun tak lagi mempedulikan laki-laki itu. Ia kembali menarik Aisyah untuk melanjutkan perjalanan ke rumah Aisyah. Tak tahu kenapa, Zahra merasa senang sekali.

****

Sampailah mereka berdua di tempat yang mereka tuju. Dengan santai, Aisyah masuk ke rumahnya. Berdeda dengan Zahra yang harus bersikap sopan walau telah mengenal umminya Aisyah. Ia melangkahkan kakinya di perbatasan antara teras dengan ruangan dalam rumah, ia merasa segan untuk masuk.

"Assalamu'alaikum," ucap Aisyah saat melangkahkan kakinya melewati pintu.

"Wa'alaikumussalam." Senyum ramah ditunjukkan oleh umminya Aisyah kepada Zahra.

"Mari masuk Zahra," ajak Aisyah.

Ummi menyambut kedatangan Zahra, ia kembali tersenyum melihat Zahra yang begitu sopan. Bagaimana tidak? Saat Zahra masuk, ia langsung bersalaman dengan Ummi yang membuat Ummi takjub kepada dirinya.

Aisyah langsung mempersiapkan makanan untuk dihidangkan, ia sangat senang menjamu sahabatnya, "Ummi, Zahra, ayo sini makan, makanan buatan Ummi enak, loh."

"Maaf, jadi ngerepotin Ummi," ucap Zahra.

"Ummi engga ngerasa direpotin Zahra, ayo makan," jawab Ummi tanpa menghilangkan senyum di wajahnya.

Zahra pun duduk. Di depannya sudah tersajikan beragam lauk-pauk yang enak tentunya.

"Sebelum makan, kita harus berdo'a dulu agar makanan ini menjadi berkah, serta tak ada syaitan yang mengganggu saat kita makan, bukan begitu, Zahra?" ujar Ummi.

Seketika Zahra pun kaget saat Ummi bertanya padanya, "Hmmm, i–iya, betul itu, Ummi."

Kemudian, Aisyah mengajukan diri untuk memimpin do'a sebelum makan. Setelah itu, mereka pun menikmati makanan yang sedap itu.

Di tengah menyantap makanan, Aisyah teringat tentang seorang laki-laki tadi, "Oh, iya, Ummi, tadi saat aku dan Zahra berjalan ke rumah, kami melihat seorang laki-laki sedang membaca buku di rumah yang ada di sana, itu siapa, Ummi?"

"Itu keluarga pak Ali yang baru pindah ke sini juga." Ummi menghentikan sendok makannya.

"Yang laki-laki muda itu, Ummi?" Aisyah kembali bertanya.

"Dia Islam," jawab Ummi singkat.

"Haaa?? Islam, Ummi?" tanya Zahra dan Aisyah serentak kebingungan.

"Iya. Itulah nama beliau, Islam. Dia lulusan terbaik di pesantrennya dan dia berhasil mendapatkan beasiswa untuk bisa kuliah di universitas Al-Azhar, Cairo. Dia juga baru tinggal di sini sekitar 2 pekan," jelas Ummi.

Mendengar kata 'Al-Azhar' dan juga 'Cairo', seketika hati Zahra menjadi sedih. Ia sangat iri dengan lelaki itu, "Hebat sekali dia. Andai aku sepertinya, mungkin saja aku bisa kuliah bersamannya."

Aisyah melihat wajah Zahra yang mulai sedih, ia langsung memengang tangannya, kemudian memberikan semangat untuk Zahra, "Jangan khawatir Zahra, aku selalu mendukungmu. Apapun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu. Jadi, teruslah berjuang!"

"Iya, Zahra, kamu tak boleh putus asa, kamu pasti bisa meraihnya." Ummi pun ikut memberi semangat kepada Zahra yang tertunduk sedih.

Zahra kembali tenang dan kembali merasakan optimisnya. Ia kembali bugar karena mendapatkan dukungan dari sahabatnya, "Terima kasih, Ummi, Aisyah."

****

Mengagumi Karena Iman & Taqwa √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang