"Cinta itu layaknya angin. Tak bisa dilihat, tapi bisa dirasakan."
~ Islam ~
Rasa kagum itu benar-benar berubah menjadi cinta. Benar, Zahra mulai mencintai Islam, seseorang yang terpandang dan sangat paham agama. Namun, dia tak begitu yakin dan percaya diri dengan apa yang ia rasakan. Ia merasa, bahwa dirinya bukan siapa-siapa. Akan tetapi, hati tak bisa dibohongi. Cinta tetaplah cinta.
Saat Zahra mengikuti kajian yang diisi langsung oleh Islam, degup jantungnya begitu tak karuan. Setiap ucapannya masuk ke hati Zahra. Hingga akhirnya, Zahra menyadari bahwa rasa kagum yang ia pendam selama ini telah berubah menjadi cinta.
Setelah kajian usai, Zahra bergegas pulang dengan hati yang berkecamuk. Saat ia keluar dari masjid, ia tak sengaja melihat Islam yang sedang bersama temannya. Hanya dengan begitu, perasaan dalam hatinya semakin bertambah. lantas, ia menundukkan pandangannya.
Zahra pun mempercepat jalannya, dengan harapan segera melewati Islam yang berdiri di arah yang ia tuju. Namun, keadaan berkata lain. Alih-alih melewati Islam, ia malah jatuh karena rok yang dipakainya tak sengaja terinjak.
"Astaghfirullah!" ucap Islam yang terkejut melihat kejadian itu.
Zahra begitu malu karena hal tersebut. Ia bergegas berdiri dan lari dari tempat tersebut. Karena rasa malu tersebut, Zahra tak menyadari bahwa tasbih yang ia pegang dan pakai untuk berdzikir terjatuh.
Di lain sisi, Islam ingin membantu Zahra yang terjatuh. Namun, hal itu tak terjadi karena Zahra sudah lari terlebih dahulu. Saat itu pula, ia melihat tasbih Zahra yang terjatuh dan mengambilnya.
"Akhwat, tasbihmu terjatuh," teriak Islam.
Saking malunya, Zahra tak mendengar teriakan dari Islam. Tak peduli apa yang akan dikatakan orang-orang ketika melihat dirinya berlari. Dia hanya ingin segera menghilang dari pandangan Islam. 'Ya Allah, malunya aku.'
Karena Zahra sudah menghilang dari pandangan Islam, ia pun memutuskan untuk membawa dan menyimpan tasbih tersebut.
"Tasbih yang indah," gumam Islam
"Ada apa, Islam?" Tanya Zaid, teman yang sedang bersama Islam.
"Engga. Aku hanya mengambil ini. Perempuan tadi menjatuhkannya," jelas Islam sambil menunjukkan tasbihnya.
"Tasbih?" tanya Zaid memastikan.
"Iya, tasbih. Nanti akan aku kembalikan jika aku bertemu dengannya lagi. Tapi, aku tak tahu siapa dia." Islam menatap lekat pada tasbih tersebut. Ia mencoba menebak-nebak wajah si pemilik. Namun, ia tetap tak bisa.
"Kalau begitu, simpan saja dulu. Mungkin, kamu akan bertemu dengannya lagi nanti. Siapa tahu, kalian jodoh," goda Zaid setelah memberi saran.
"Apa yang kamu bicarakan?" Islam hanya tersenyum mendengarkan godaan dari temannya tersebut.
****
Sesampainya di rumah, Zahra langsung mengunci dirinya di kamar. Ia berusaha menenangkan dirinya dan mencoba untuk tak mengingat kejadian di depan masjid tadi. Tak terasa, waktu salat Magrib pun tiba. Dan ia pun bergegas mengambil wudu. Mungkin dengan salat, pikirannya bisa lebih tenang. Itulah yang ia inginkan.
Setelah selesai salat, di atas sajadah halusnya, ia kembali tertunduk. Ia masih terus memikirkan perasaannya. Kagum, cinta, dan malu karena dirinya tak istimewa, tercampur menjadi satu.
Zahra menengadahkan kedua tangannya. Ia berharap, hatinya bisa lebih tenang.
'Ya Allah, kenapa aku bisa mencintainya? Aku merasa tak pantas mencintainya. Dia seseorang yang dulu hanya kukagumi, sekarang rasa kagum itu berubah menjadi cinta. Aku tidak pantas, Ya Allah. Dia adalah laki-laki yang kuat akan iman dan taqwanya, Ya Allah. Sedangkan aku, tak ada yang istimewa dengan diriku,' pintanya di dalam hati.
Perasaan yang bercampur aduk di hatinya perlahan hilang. Akan tetapi, air matanya mulai mengalir dan melewati pipinya. 'Apakah aku pantas, Ya Allah?'
Setelah selesai berdo'a, ia ingin berdzikir untuk lebih menenangkan hatinya. Ia pun berdiri untuk mengambil tasbih yang biasanya diletakan di meja. Namun, tasbih tersebut tak bisa ditemukan.
Tasbih yang biasa ia bawa kemana-mana, tasbih yang berharga baginya, tasbih pemberian dari sosok ayah yang meninggalkan dirinya, kini hilang.
Ia terus mencari tasbihnya. Di meja, rak buku, bahkan tempat tidur. Namun, tetap tak bisa ditemukan. Hingga ia menyimpulkan, bahwa tasbihnya terjatuh saat kejadian di depan masjid tadi sore.
"Bagaiman ini?" keluh Zahra. Wajahnya kembali murung karena kehilangan tasbih tersebut.
Dengan berat hati, Zahra pun mencoba mengikhlaskan tasbihnya tersebut. Mungkin, tasbih tersebut bukan lagi miliknya. Ia tahu kalau sesuatu yang ditakdirkan menjadi miliknya, akan kembali padanya. Begitu pun sebaliknya, apabila sesuatu itu tak ditakdirkan untuk menjadi miliknya, maka selamanya tak akan bisa ia miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengagumi Karena Iman & Taqwa √
JugendliteraturSebelum membaca Alangkah baiknya untuk vote dan follow dulu ya... :) Jangan lupa jejak komentarnya HAPPY READING!! ________________________________ Blurb Kagum. Sebuah kekaguman yang luar biasa, sehingga kagum itu menjadi cinta. Kisah fiksi seo...