20

245 50 3
                                    

"Menunggu kepastian ialah seseuatu yang salah.
Namun berharaplah dengan Allah karena dialah yang bisa memberi harapan."

__________________________

 Lima tahun adalah masa penantian yang panjang dari Zahra. Di setiap do'anya, ia selalu menyelipkan nama orang yang ia cinta. Namun, dirinya tak kunjung mendapatkan kabar. Kini, cintanya mulai memudar. Ia sudah lelah menunggu laki-laki yang ia cinta. Zahra sudah mulai putus asa dengan cintanya.

Karena cinta yang begitu dalam, ia merubah dirinya menjadi jauh lebih baik. Namun, mencintai seseorang yang tak membalas cintanya hanya menimbulkan rasa sakit di hati. Ia benar-benar memasrahkan hatinya kepada Allah.

Di atas sajadahnya, ditemani keheningan, dan diselimuti gelapnya malam, ia berdo'a, "Ya Allah, berilah kesehatan kepada ibu dan keluargaku, lindungilah mereka, dan tuntunlah mereka di jalan-Mu. Ya Allah, hanya Engkaulah tempatku berharap dan berpasrah. Dan kepada-Mu aku bersabar."

Ditengah do'anya, Zahra menangis, pipinya sudah basah dengan air mata. Ia mencoba menahan tangisnya agar tak terdengar oleh siapa pun. Saat dirinya masih menangis, seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Assalamu'alaikum, Zahra." Itu adalah suara ibunya.

Zahra segera menghapus air matanya dan mencoba menenangkan hati dan dirinya. Setelah merasa cukup, ia mendekati pintu dan membukanya.

"Wa'alaikumussalam, ada apa, Bu?" Upaya Zahra untuk menenangkan dirinya pun berhasil. Ia berhasil menyembunyikan tangisnya dan menenangkan dirinya.

"Kamu kenapa, Sayang?" Mata seorang ibu tak bisa dibohongi. Meski sepintar apa pun seorang anak menyembunyikan tangisnya, sang ibu akan bisa merasakannya. Ibunya pun menuntun Zahra untuk duduk di tempat tidur.

Karena satu pertanyaan tersebut, air mata yang susah payah Zahra hilangkan dan hati yang begitu sulit ia tenangkan, kini runtuh. Tangisnya pecah. Lantas, ia pun memeluk ibunya.

Ibunya hanya membiarkan anaknya menangis sambil mengelus kepada Zahra dengan kelembutan. Air mata Zahra berkali-kali jatuh dan membasahi pundak ibunya.

"Aku cengeng sekali, ya, Bu," ucap Zahra sesenggukan. "Setiap salat malam, aku selalu menangis. Tak ada yang mengetahuinya."

Sudah 5 tahun berlalu Zahra terus menyebut namanya dalam do'a. Namun, dirinya tak kunjung mendapat kabar apa pun. Kini, usianya telah menginjak 24 tahun. Dia menunggu laki-laki yang ia cinta melamar dirinya. Akan tetapi, dirinya merasa bahwa dirinya bodoh. Dirinya bukanlah siapa-siapa dan tak pula istimewa, tapi tetap saja dirinya menunggu seorang yang begitu sempurna.

Ibunya tak menjawab perkataan Zahra. Ia mempererat pelukannya, lalu mencium Zahra, putri tercintanya. Ibunya tak bisa memberi saran untuk masalah ini. Ia tak tahu jalan takdir seperti apa yang akan ditempuh putrinya. Ia hanya yakin, kalau putrinya bisa melewatinya.

"Tidak apa-apa. Nak. Percayalah bahwa Allah akan menyatukan kalian." Hanya itu yang bisa ibunya katakan untuk menenangkan Zahra. Seperti apa pun akhirnya nanti, ibunya hanya berharap untuk Zahra agar mendapat kebahagiaan.

"Tidak, Bu. Cintaku untuknya, perlahan mulai memudar," jawab Zahra yang berusaha menenangkan tangisannya. Ibunya pun sedikit terkejut dengan apa yang diucapkan Zahra. "Aku tak berharap untuk memilikinya lagi. Ketika ia pulang nanti, aku akan mengatakan tentang perasaanku, tentang rasa cintaku kepadanya yang pernah ada. Aku melakukannya agar tak ada lagi cinta untuknya yang kupendam dalam hati."

Waktu yang berjalan pun terasa begitu cepat. Azan subuh sudah berkumandang. Zahra dengan segera menghapus air matanya dan mengambil wudu, ditemani ibunya. Mereka ingin melaksanakan salat subuh bersama.

****

Aku rela menunggumu

Namun tak ada kabar dari mu

Kini aku sudah mengikhlaskan diri mu

Jika kita pun berjodoh itu adalah ketentuan Tuhan ku dan Tuhan mu

Terus lah belajar dan raihlah mimpimu

Aku selalu mendukung mu bahwa itu yang terbaik untuk mu

-Seorang Wanita-
Zahra



Mengagumi Karena Iman & Taqwa √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang