Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun pun berlalu. Akhirnya, 2 tahun pun terlewati setelah keberangkatan Islam ke Cairo untuk menuntut ilmu. Dipisahkan oleh negara, tapi disatukan dengan do'a. Itulah cinta antara Islam dan Zahra.
Dalam 2 tahun ini, sudah banyak hal yang terjadi. Begitu pun dengan apa yang telah menanti. Sesuatu yang tak diduga oleh Zahra. Beberapa waktu lalu, kakak Zahra, Akbar, mengatakan kalau ingin melamar seseorang. Dan ia pun sungguh melamarnya. Zahra dan ibunya turut menemani sang kakak.
Tak disangka, rumah yang dituju oleh kakaknya adalah rumah yang Zahra kenal. Tak jauh dari rumahnya sendiri. Dan perempuan cantik yang dilamar pun begitu dikenali oleh Zahra, yaitu Nesa. Betapa senangnya Zahra. Seorang sahabat yang sering menemani, kini bisa serumah dan lebih sering bersama.
Sebenarnya, Akbar menabung uang untuk membiayai Zahra agar bisa menyusul Islam ke Cairo. Namun, Zahra menolak dan mengatakan, lebih baik uang itu digunakan untuk kepentingan kakaknya. Beberapa hari berpikir, Akbar pun memutuskan untuk melamar perempuan pujaannya. Ia tak pernah menceritakan perempuan tersebut. Begitu pun dengan Nesa, ia tak pernah mengatakan kalau dirinya mengenal Akbar.
Proses lamaran pun berjalan lancar. Keluarga calon mempelai perempuan setuju, pun dengan Nesa yang menjawab dengan mengangguk.
Beberapa saat setelah lamaran disetujui, Nesa langsung kembali ke kamarnya dan diikuti oleh Zahra. Dirinya malu apabila berdekatan dengan Akbar.
Di dalam kamar, mereka kegirangan. Mereka membahas tentang kakak ipar, tinggal serumah, melakukan hal bersama, dan masih banyak lagi. Saking girangnya Zahra, ia langsung menghubungi Aisyah melalui telepon miliknya.
Aisyah yang mendengar kabar itu pun ikut kegirangan. Dirinya juga merasa iri dengan Nesa karena akan sering bersama dengan Zahra. Begitulah hari lamaran itu berakhir.
Beberapa bulan pun berlalu. Dan Persiapan pun telah dilakukan sebaik mungkin, hingga hari pernikahan telah tiba.
Khutbah nikah telah dilaksanakan sampai ijab-qabul dilakukan. Perasaan Zahra sekarang begitu bahagia. Karena, kakak dan sahabatnya akan menjadi sepasang suami-istri. Selain itu, Zahra juga membayangkan seperti apa pernikahannya suatu saat nanti. Ia tersenyum karenanya. 'Semoga, suatu saat nanti aku bisa seperti ini dengan dirinya.'
Saat-saat yang ditunggu pun akan segera dimulai. Masing-masing mempelai dan walinya sudah di tempat masing-masing. Ijab-qabul akan segera dilaksanakan. Sebuah ikrar yang akan mengikat kedua insan dengan keridhaan Allah.
"Aku Nikahkan, engkau dengan putriku, Nesa Putri binti Adam dengan maskawin 20 gram emas, serta seperangkat alat salat dibayar tunai!" ujar bapak Nesa sembari menjabat tangan Akbar.
"Aku terima nikah dan kawinnya Nesa Putri Binti Adam dengan maskawin 20 gram dan seperangkat alat salat tersebut dibayar tunai!" jawab Akbar dengan penekanan suaranya pada saat mengucapkan kata 'Tunai'.
"Sah!" Suara para saksi dengan keras menggema ke seluruh tempat acara.
Bapak Nesa pun memberikan nasehat-nasehat, serta do'a untuk kelangsungan rumah tangga Akbar dan anaknya. Terdapat kebahagiaan dan kepercayaan dari sorot mata yang bapaknya Nesa tunjukkan kepada Akbar. Dan Akbar pun menjawab dengan yakin, bahwa dirinya akan membimbing dan mendidik Nesa dengan baik. Ia akan bertanggung jawab penuh atas Nesa.
Nesa pun keluar dari ruangannya bersama Zahra untuk pemasangan cincin kawin bersama Akbar. Nesa duduk di sebelah Akbar dan mereka saling memasangkan cincin kawin tersebut. Nesa pun meraih tangan kanan Akbar dan menciumnya.
"Aku sudah sah menjadi suamimu dan kamu sekarang sudah sah menjadi istriku. Kamu akan tetap melanjutkan kuliahmu dan aku akan memenuhi segala kebutuhanmu, hingga kamu mencapai gelar sarjana." Akbar pun mencium kening istrinya tersebut.
"Terima kasih." Nesa menundukkan wajahnya karena malu. Dengan senyum di wajahnya, ia berkata, "Mulai sekarang, aku akan menjadi istrimu. Tolong bimbing dan ajari aku."
Beberapa jam telah berlalu, acara pernikahan pun usai. Sekarang, kedua keluarga saling bercengkrama di rumah mempelai perempuan, ditambah dengan Aisyah yang ingin melihat kebahagiaan salah satu sahabatnya.
Sepasang pengantin baru tersebut duduk berdua dan saling berbicara. Akbar yang terlihat antusias bertanya, sedangkan Nesa malu-malu dalam menjawab. Nesa yang biasanya periang pun tak banyak tingkah di situasi seperti ini.
"Coba lihat si Nesa. Aku ingin tahu, kemana perginya Nesa yang berteriak saat melihat Islam untuk pertama kalinya waktu itu," celetuk Aisyah sambil tertawa. "Dan sekarang, dia malah menciut di depan suaminya, Akbar."
"Hus, jangan begitu, Syah." Zahra menyikut Aisyah karena ucapannya. Namun, dirinya ikut tertawa karena hal tersebut.
****
Satu tahun setelah pernikahan pun berlalu. Kini, Nesa mendapatkan gelarnya sebagai sarjana dengan lulusan terbaik. Ia memberi tahu suaminya, tapi ada hal yang lebih membahagiakan bagi suaminya, yakni kehamilannya.
Beberapa hari setelah wisudanya, Nesa diam-diam pergi ke dokter kandungan. Dan hasilnya, dia positif hamil yang berusia 3 minggu. Setelah dari dokter, ia memberitahu suaminya baru saja pulang kerja. Akbar pun berteriak histeris dan mengejutkan ibunya.
"Ada apa, Akbar?" tanya ibunya.
"Aku akan menjadi seorang ayah dan ibu akan menjadi seorang nenek." Akbar langsung memeluk ibunya, seraya berkata, "Nesa hamil, bu."
Keluarga itu pun begitu bahagia. Mereka bersyukur dan berkali-kali menyebut Asma Allah. Zahra yang mendengar kabar bahagia ini pun merasakan kebahagian. Namun, ada pertanyaan yang tiba-tiba muncul dalam benaknya. 'Kapan aku akan merasakan kebahagiaan ini dalam hidupku? Apakah aku akan merasakannya bersama orang yang kuharapkan?'
****
Sembilan bulan lewat sepuluh hari pun telah dilewati Nesa. Inilah saatnya Nesa mempertaruhkan hidupnya demi kehidupan anak pertamanya. Dirinya sudah berada dalam ruang rawat bersama bidan yang menangani. Di sampingnya, Akbar terus menyebut nama Allah dan memberi semangat kepada istri tercintanya. Sedangkan, Zahra dan ibuya, serta keluarga Nesa menunggu di luar ruangan.
Tiga jam mempertaruhkan nyawa, akhirnya tangisan pertama terdengar. Seorang bayi mungil pun terlahir ke dunia dalam keadaan sehat. Nesa terlihat begitu lemas. Namun, Akbar tetap tak melepas tangan istrinya.
"Terima kasih, Sayang," ucap Akbar seraya mencium kening Nesa.
Setelah dimandikan, bayi tersebut diberikan kepada Akbar. Keluarga lain pun masuk ke ruangan. Seorang bayi perempuan, yang menjadi anak pertama Nesa, telah lahir.
Akbar segera azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri anaknya. Setelahnya, ia pun mengumumkan nama putrinya, yang sebelumnya telah disetujui oleh Nesa. Namanya adalah Fatimah Putri Akbar.
Kebahagiaan tak bisa diungkapkan oleh kata. Kelahiran sebuah kehidupan baru yang akan memikul harapan keluarga. Seorang anak yang akan menjadi pembawa kebahagiaan di keluarga kecil Akbar dan Nesa.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengagumi Karena Iman & Taqwa √
Teen FictionSebelum membaca Alangkah baiknya untuk vote dan follow dulu ya... :) Jangan lupa jejak komentarnya HAPPY READING!! ________________________________ Blurb Kagum. Sebuah kekaguman yang luar biasa, sehingga kagum itu menjadi cinta. Kisah fiksi seo...