Haooooo H A O, masih pada minat baca Pian? Semoga aja masih ada yang minat baca ya....
🍀🍀🍀🍀
Pian membuka matanya perlahan, berkedip beberapa kali, guna menyesuaikan cahaya yang masuk. Pandangannya ia arahkan ke sekitar, ini bukan gubuknya. Seingatnya, ia pingsan saat Banyu datang. Ya, Abang nya itu mengantarkan makanan. Ah, memalukan sekali dirinya. Pian membawa tubuhnya duduk di atas rotan yang dilapisi kasur tipis. Cukup untuk melindungi tulang dan kulitnya dari kasarnya rotan. Pian mengurut sebentar dadanya yang terasa sesak, mungkin ini akibat dari beberapa hari ini dia lalai menjaga kesehatannya.
"Udah bangun kamu?" tanya Banyu yang datang sembari membawa mangkuk di atas nampan.
Pian menoleh, kemudian mengangguk sebegai jawaban. Banyak meletakan nampan itu di atas meja kecil disampingnya.
"Dimakan, mumpung masih anget. Aku tinggal." kata Banyu yang langsung pergi setelahnya.
Pian memandang sebentar isi yang ada di mangkuk itu, sebuah nasi ditambah sayur sop dengan kuah yang masih mengepul. Pian tidak suka wortel. Rasanya aneh. Dan sayangnya sup itu dipenuhi banyak sekali potongan lobak jingga itu. Hingga Pian enggan menatapnya. Tapi ia tidak boleh seperti itu, ia harus menghargai makanan. Ia takut nanti ayahnya akan kecewa.
Pian mengambil mangkuk berisi sup itu, menyedotnya sedikit, kemudian meniupnya sebentar. Ugh, Pian tidak suka. Saat mulutnya merasakan anehnya dari rasa wortel bersatu dengan nasi dan kuah sup yang terasa gurih. Ingin sekali ia memuntahkan makanan itu. Tapi, lagi-lagi ia harus menahan itu semua. Ia tidak ingin ayahnya benci. Kemudian abangnya yang memilih pergi.
"Ayah.. ayah suapi aku!"
Apalagi ini?
"Boleh dong, jagoan ayah harus makan yang banyak biar bisa jadi ultramen."
"Nah bener tuh, nanti Abang bakal beliin banyak coklat kesukaan kamu."
"Beneran bang? Asikk!"
Tolong hentikan!
"Abang, jangan aneh-aneh."
"Hehehe, maaf bund."
Siapa saja, bawa Pian menjauh dari semua ini.
Pian meremat sendok yang ia pegang. Matanya memejam. Ia sedang berusaha keras menulikan pendengarannya. Tuhan ujian apa lagi yang kau berikan di pagi hari ini.
Trang!
Sial! Tangannya tak sengaja melepaskan mangkuk yang ia pegang. Hingga membuat isinya berhamburan. Suara yang ia buat membuat alunan lagu itu berhenti. Membuat setidaknya hati Pian menghangat. Namun tak ayal, suara itu mengundang para penyair lagu mendatanginya.
"Ya ampun sayang, kamu gak papa kan, gak ada yang luka?" tanya sosok wanita cantik berjilbab itu.
"Ada apa?" Suara Briton pria masuk ke pendengarannya, membuatnya menoleh. Mereka saling bertatapan cukup lama. Bertukar isyarat yang tak tau apa maksudnya.
"M-maaf Bu, saya gak sengaja. Tadi supnya panas, gak sengaja mangkuknya tumpah." jawab Pian setengah gugup.
"Yasudah tidak apa-apa yang penting kamu baik-baik saja. Oh, ya. Ibu belum tau, nama kamu siapa?"
"Saya-"
"Pian."
"Nak, Pian. Kalau ibu boleh tau, maksud kedatangan nak pian kedaerahan ini ada apa? Ini bukan daerah sembarangan orang datang. Apalagi untuk tinggal, ini bukan daerah yang aman untuk ditinggali." tanya Bu Naya dengan nada yang halus dan lembut. Beda sekali dengannya ketika berbicara dengan ibunya.
"Pian cari ayah."
Ah, kenapa harus kata itu yang keluar, dari sekian banyak kalimat yang melintas di otaknya. Bagaimana jika ayah dan abangnya menolak? Pian harus bagaimana.
"Cari ayah? Emang ayah kamu kemana?" tanya Banyu penasaran. Karena memang daerah ini bukan tempat yang cocok dijadikan tempat tinggal, berhubung ini zona perlindungan. Yang ancaman dari luar dan dalam bisa datang kapan saja.
"Ay.. ayah pergi. Ibu juga pergi. Abang pergi. Semua pergi."
Oke, Pian sudah diluar dari dramanya. Dialog yang sudah ia siapkan kabur entah kemana. Kenapa sih, mulutnya tidak bisa sinkron dengan otak dan hatinya.
"Pergi? Pergi bagaimana maksudnya. Tolong bisa lebih jelas? Agar saya bisa bantu kamu menemukan ayah kamu." kata Dimas yang memang dirinya harus segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi anak didepannya ini. Entah perasaannya saja atau bagaimana, ia merasa sangat nyaman berada di dekatnya. Tatapannya seperti tatapan seseorang yang selalu ia rindukan. Senyumannya seolah bisa menghentikan waktu, agar ia bisa terus menikmati senyum anak itu.
"Tidak perlu. Ayah saya sudah pergi. Saya sudah menemukannya."
Semua yang ada di sana merasa bingung dengan jawaban ambigu anak yang ada di depannya.
"Saya permisi, maaf sudah merepotkan dan membuat kekacauan."
Setelah mengucapkan itu, Pian pamit pergi entah kemana meninggalkan sejuta tanya dalam benak mereka.
"Siapa anak itu?"
🍀🍀🍀🍀
Pian membawa langkahnya menjauh, menjauh dari rumah itu dan kenangan manis di dalamnya. Menyeret langkahnya tak tentu arah, hingga tak sadar, langkahnya membawa ia kesebuah markas. Dimana biasanya para militer berjaga, atau sekedar beristirahat.
"Sedang apa kamu disini?" tanya seorang militer. Pian menatap militer itu, hanya diam tanpa menjawab. Membuat militer muda di hadapannya bingung. Ia merangkul Pian, membawanya masuk kedalam markas.
"Oke, kita ulangi, jadi ada apa kamu ke sini? Siapa namamu?"
Pian menggeleng kemudian mengangguk. Membuat militer muda itu lagi-lagi harus dibuat sabar dengan tingkah anak di depannya ini.
"Hah, oke kita ganti pertanyaannya. Kenalin nama kakak Bara. Kalau memang kamu gak mau jawab pertanyaan kakak. Kamu tinggal anggukan kepala atau gelengkan. Setuju."
Pian hanya mengangguk, lagipula ia bingung. Pian terlalu bingung dengan kehidupannya sendiri. Kadang ia seperti orang linglung, kadang ia seperti orang yang tak memiliki semangat hidup, kadang juga ia bisa menjadi orang yang tertawa sepanjang hari.
Lagipula hidupnya memang sudah tak baik dari awal. Jadi apa yang harus diperbaiki dari banyak kesalahan, bahkan kesalahannya untuk menghirup udah dan menikmati segala nikmat dunia juga sepertinya salah. Lantas darimana ia harus membuka lembaran baru, jika setiap apa yang ia lakukan selalu salah. Entahlah Pian tidak tau akan seperti apa kehidupannya. Ia hanya ingin tenang dan tak diganggu, jauh dari kebisingan para penyair lagu. Itu saja.
TBC....
Gimana ceritanya? Maaf kalo masih banyak typo dan kesalahan lainnya. Mau minta pendapat juga, gimana cerita Pian sejauh ini.
Jangan lupa dukungannya
Pay pay pay
KAMU SEDANG MEMBACA
PIAN [END]
Teen FictionPian, bocah polos yang kadang ngeselin itu harus memilih, hidup sendiri atau pergi menghampiri ayahnya yang telah lama meninggalkannya dengan sang ibu. Ditambah lagi kemampuan ketajaman Indra yang dimilikinya. Bisa mendengar suara kipas berputar 240...