Chapter 23

3K 447 18
                                    

Yahoo ketemu lagi sama author yang up nya lama pake banget. Sebelum kalian baca, harap maafkan author yang kelamaan up sampe kalian lumutan. Dan makasih sudah setia menunggu cerita ini, author tiap hari buka WP kok, dan bacain or liatin kalian yang komen, vote dan masukin cerita ini ke reading list kalian, makasih banget.

Dan anyway author ada buat cerita baru. Ini kelanjutan dari Pian beda versi. Kalau yang ini lebih ke petualangan yang benar-benar dunia luar, kalau yang sebelah dunia dalam, petualangan di dunia yang lebih modern maksudnya. Tetep ada teka-teki, dan petualangannya juga kok. Dan disana Pian berubah nama menjadi Tian masih dengan tokoh dari cerita Pian ini, hanya saja ditambahkan dengan tokoh baru. Kalau disini Pian versi mungil dengan tingah yang kadang lebih dewasa, kalau di sebelah kebalikannya.

Cerita ini sepertinya akan di up berbarengan. Tapi tentunya cerita Pian ini akan tamat setelah selesai menjelajahi makam. Untuk kelanjutan cerita bisa di baca di cerita baru author 'Tian'. Jadi kemungkinan beberapa chapter lagi cerita ini akan berpisah dengan Pian dan beralih ke Tian.

🍀🍀🍀🍀

Bara dan kelompoknya masih berusaha mencari tempat berlindung. Gelapnya malam dan penerangan yang minim membuat mereka kesulitan, belum lagi lumpur di wajah mereka yang mulai mengering sedangkan kumpulan belalang itu masih asik berterbangan di atas kepala mereka.

"Kita harus secepatnya mencari tempat berlindung."

"Tapi dimana? Kalian lihat, semua ini pohon. Tidak ada gua atau apapun yang bisa dipakai tempat berlindung."

Memang, sekeliling mereka hanya ada pohon-pohon dengan batang yang sangat tinggi dan dahan yang sedikit, juga tidak lebar. Namun justru rumput-rumput dan tanaman liar yang tumbuh besar.

"Setidaknya kita harus bergerak, tetap bersama jangan sampai ada yang keluar jalur." Pimpin Bara.

Yang lain mengikuti Bara untuk terus melangkah, untungnya gerombolan belalang itu tidak mengikutinya. Mereka berhenti sejenak sekedar mengambil napas. Brian langsung duduk bersandar di tanah, gerakannya yang tiba-tiba itu membuat tanah dibawahnya amblas. Brian refleks menarik seseorang di sampingnya membuat orang YiZhan itu ikut jatuh terduduk di tanah.

Mereka saling pandang, seolah mengerti Brian, Bara dan orang-orang YiZhan segera menggali tanah itu. Ada lubang disana seolah lubang itu memang sudah ada dari awal hanya tertimbun oleh tanah. Mereka turun satu persatu ke dalam lubang itu.

Hanya kegelapan yang menyambut mereka, entah bahaya apalagi yang akan datang menghampiri. Mereka menyalakan senter yang ada di kepala meskipun cahayanya sudah redup karena terlalu lama dipakai, tapi dengan kegelapan ini, lampu di kepala mereka sudah cukup untuk menerangi.

"Kemana kita harus pergi?"

Bara mengancungkan jari telunjuknya dan mengarahkan ke segala arah, berusaha merasakan udara. Telunjuknya berhenti, arah Utara. Bara tanpa menjawab melangkah lebih dulu.

"Kau yakin itu jalan yang benar?" pertanyaan dari Brian membuat Bara menghentikan langkahnya.

"Aku tidak tahu, aku hanya mengikuti angin."

"Aku sudah lelah! Lihat, semua sudah kelelahan. Aku ingin kembali, aku ingin pulang." keluh Brian wajahnya sudah menunjukkan kepasrahan. Ia juga sama, lelah dan ingin segera pulang.

"Jika kau tahu jalan pulang, maka pulanglah, aku tak akan menahanmu disini. Kau sudah lihat bahaya apa yang akan kau hadapi diatas sana. Setidaknya disini kita tidak kehujanan."

PIAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang