Chapter 12

5K 674 31
                                    

Btw, maapin ya, ngaret sehari. Kan janjinya kemarin. Wkwkwk :3

🍀🍀🍀🍀

Pemandangan yang Pian lihat begitu membuka mata adalah warna putih yang begitu mendominasi ruangan ini. Anak kecil saja tau, ini salah satu tempat yang harus dihindari. Jika tidak mendapatkan permen gratis maka balon sebagai gantinya. Pian melihat ke sekitar, hanya ada beberapa ranjang. Dengan lemari kaca berisi obat-obatan. Bau antiseptik begitu menyeruak di indra penciumannya. Pian bangun dari acara berbaringnya. Bertepatan dengan itu, Bara masuk dengan membawa segelas air.

"Sudah bangun?" tanya Bara sembari memberikan air yang ia bawa. Pian menerimanya dan meneguknya hingga tandas.

"Kenapa ayah ada disini?" tanya Pian.

"Lalu menurutmu ayah harus ada dimana? Anak ayah sakit. Masa ayah enak-enakan latihan sih. Mana tenang ayah." jawab Bara diiringi kekehan ringan.

"Siapa tau ayah malah pacaran sama tante Manda." canda Pian.

"Anak kecil belum boleh bahas pacaran. Ayah gak mau ya, anak ayah pacar-pacaran." peringat Bara serius.

"Iya, iya. Ayah yang paling berkuasa. Yaudah gih, ayah lanjut latihan. Lagian aku juga udah gak papa." Kata Pian. Yang secara tak langsung mengusir Bara.

Pian harus segera menyelediki apa yang tadi dia dengar. Ia tak mau merepotkan Bara. Ia harus mencari tahu kebenarannya sebelum berbicara dengan Bara.

"Udah berani ngusir ayah ya. Anak bandel. Yaudah Ayah lanjut mimpin latihan. Kamu istirahat disini aja, jangan kemana-mana. Kalau butuh sesuatu panggil cari aja Tante Manda. Atau langsung ke ayah. Ayah pergi ya, awas kalo ngilang-ngilang." Kata Bara menasehati. Pian hanya mengangguk sebagai jawaban. Untung nya Bara mau meninggalkannya dengan sukarela. Jika tidak. Pian harus menunda penyelidikannya.

🍀🍀🍀🍀

Setelah memastikan Bara benar-benar pergi. Pian memulai Aksinya. Ia keluar dari klinik sambil sesekali kepalanya menengok ke kanan dan kiri melihat sekitar. Takut ada orang yang mengenalinya dan mengadu ke ayahnya. Akan menjadi runyam urusannya.

Setelah dipastikan aman. Pian berjalan melewati lorong-lorong berliku. Menuju ke belakang asrama. Bersembunyi ketika beberapa polisi tengah berpatroli. Semakin gelap dan lembab udara yang Pian rasakan. Dingin. Semakin dekat ia dengan tempat tujuan. Jujur saja Pian hanya mengandalkan suara menuju tempat itu. Semakin sedikit suara yang ia dengar. Semakin dingin udara yang ia rasakan. Semakin dekat pula ia dengan tempat itu.

Langkahnya membawa ia menuju sebuah pintu kayu yang jauh dari jangkauan polisi. Mungkin karena ini termasuk tempat yang terbengkalai. Hanya segelintir orang yang datang kesini.

Sepertinya keberuntungan berpihak padanya. Pintu kayu itu tak terkunci. Begitu Pian membukanya dengan perlahan. Suara yang menusuk telinga akibat pintu kayu itu menyakiti telinganya. Gelap. Benar-benar tak ada cahaya. Pian masuk dan menutup pintu. Semakin gelap yang ia lihat. Pian menuruni tangga yang mengarah kebawah dengan perlahan. Mengandalkan suara dan Dinding yang membatunya.

Saat tangga terakhir ia pijak. Suara pukulan antara besi dan batu terdengar jelas. Suara orang-orang yang tengah berbicara juga mulai terdengar. Meskipun jauh tapi tetap saja bagi Pian dengan suara jauh ditambah gema gua ini malah membuat suara itu terdengar jelas dan dekat.

"Heh, tak disangka kita menemukan tambang berlian. Cih, bodoh sekali para penjaga negara itu. Dengan mudahnya menutup harta Karun. Kita akan kaya sebentar lagi. Terus lagi. Jangan sisakan satu berlian pun."

Mereka sedang mencuri berlian? Pian harus segera memberitahukan ayahnya. Tapi jika ia tak punya bukti, bagaimana ia meyakinkan ayahnya. Dengan setengah takut Pian semakin mendekat menuju suara itu. Pian melihat banyak orang yang tengah bolak-balik mengangkat gerobak berisi bebatuan. Ada juga yang sibuk memukul batu-batuan. Obor lampu mengelilingi gua. Pian seperti tengah berada dalam adegan Dimana sebuah regu tengah berkumpul membuat pertahanan.

PIAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang